​Menguak Tabir Sate Gagak, Pelaku Menuntut Ilmu Pesugihan Ditempat Orang Mati Berdarah…Benarkah ?

    Edwin Saprin : “Sepengatahuan saya hal demikian itu pastinya dilakukan tunggal oleh oknum. Dia bertapa sepanjang malam, terutama malam Jumat Kliwon, menunggu mahkluk halus datang dan meminta ilmu supaya bisa jadi kaya mendadak”

    SAMPIT – Sedikit demi sedikit misteri praktik pesugihan jual sate burung gagak di komplek pemakaman Masal korban tragedi berdarah tahun 2001 di KM 13 Sampit-Pangkalan Bun, itu mulai terkuak.

    Fakta lapangan diperoleh tim beritasampit.co.id menunjukan benar adanya beberapa oknum yang telah melakukan praktik musrik, penyembah mahkluk halus di makam tersebut.

    Berdasarkan fakta lapangan yang didapat tim pada Jumat dini hari lalu. Dilokasi tersebut ada sebanyak empat macam bahan persembahan yang tertinggal oleh para pelaku.

    Bahan seperti tungku sate, bekas tusuk sate yang masih lengkap dengan daging satenya, dan kipas sate, serta lembaran kertas yang dijadikan daftar harga per tusuknya.

    Namun menurut Siti Noraini penemu pertama praktik itu ditemui, Minggu (28/5/2017) pagi tadi mengatakan bahwa sebelumnya ada sebuah tikar yang dijadikan wadah oleh pelaku tersebut.

    “Waktu kami kesana memang bekasnya masih baru, ada tikarnya segala, kalau tidak ada berarti sudah di ambil orang,” ungkapnya.

    Bahkan untuk mencari informasi terkait kebenaran hal itu, tim beritasampit.co.id mendatangi rumah seorang tokoh dayak yang tak lain juga menggeluti ilmu spiritual kelas tinggi.

    Dialah Edwin Saprin atau dikenal dengan nama Pak Dewin. Pria  berusia 64 tahun yang bermukim di jalan Pramuka, Kelurahan Sawahan, Kecamatan MB Ketapang itu menjelaskan apa arti dari sate yang dijual dimakam tersebut.

    “Kalau sate itu hampir bisa dipastikan sate daging gagak. Karena memang pengalaman saya selama 27 tahun, hal semacam itu untuk memanggil makhluk halus, seperti gendruwo dan lainnya,” ungkapnya, Senin (29/5/2017) tadi pagi.

    Dia juga menjelaskan, dari penglihatan mata batinnya dilokasi tersebut ada dua jalur alternatif atau pilihan, yakni sisi positif dan bisa juga sisi negatif.

    “Sebenarnya cukup dengan berziarah dan baca doa untuk orang-orang disitu juga bisa mendatangkan rejeki besar, tidak perlu menuntut hal semacam itu,” tambahnya.

    Bahkan dia menjelaskan sate gagak tersebut makanan kesukaan gendruwo, namun pada umumnya gendruwo bukan pemberi kekayaan melainkan kesaktian atau jalur menuju makhluk lainnya yang bisa memberikan ilmu kekayaan secara spontanitas.

    “Kalau gendruwo diberi makan, pastinya akan banyak syarat yang akan diberikan lagi jika si pelaku ingin kaya. Tetapi dia hanya bersifat perantara bukan siluman atau iblis yang bisa memberikan pelaku jalan kekayaan,” lanjutnya.

    Pria asal Desa Tanjung Jairangau, Kecamatan Mentaya Hulu, ini bahkan tegas mengatakan hal itu hanya akan merugikan si pelaku apabila menuruti kemauan gendruwo untuk melengkapi persyaratan yang di ajukannya saat proses pertapaan itu berlangsung.

    “Dimakam itupun ada banyak maklhuk lainnya. Kalau pelaku menuruti kemauan gendruwonya maka akan ada tumbal nantinya. Lebih baik jangan, karena kekayaan itu bisa dicari dengan jalan kebaikan,” tutupnya.

    Bersambung…..

    (Tim/beritasampit.co.id)