Walhi dan GMKI Sepakat, Rakyat Harus Berdaulat Atas Tanahnya

    PALANGKA RAYA – Mahasiswa sebagai agen perubahan (agen of chage) berharap, Program Nawacita (program reformasi agraria dan perhutanan sosial) dapat segera menuntaskan persoalan agraria di Indonesia, khususnya di Kalimantan Tengah.

    Hal tersebut dikemukakan Ketua Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Novia Adventy, melalui rilies yang diterima beritasampit.co.id.

    Dirinya mempertanyakan, sejauh mana keseriusan pemerintahan Jokowi-JK dalam menuntaskan persoalan agraria di Kalimantan Tengah. Dan apakah memang program Reforma Agraria yang dijanjikan didalam poin Nawacita itu, benar2 mampu untuk diimplementasikan di Kalteng.

    Pasalnya menurut dia, masih banyak terjadi konflik dan tumpang tindih kepemilikan dan penguasaan lahan di Kalteng. “Hampir 80 persen wilayah Kalteng, sudah masuk dalam konsensi milik koorporasi,” beber perempuan berparas cantik ini.

    Untuk mengetahui keseriusan pemerintah, tambahnya, GMKI Palangka Raya menyelenggarakan Focus Diskusi Group ( FGD), Sabtu (11/11/2017). Kegiatan tersebut dihadiri Pengurus GMNI Palangka Raya dan PMKRI Palangka Raya serta beberapa mahasiswa lainnya.

    “Jangan sampai program Reforma Agraria ini hanya menjadi pencitraan politik saja. Atau untuk kepentingan ego sektoral penguasa saja agar terlihat memperhatikan persoalan agraria tetapi sebenarnya program ini tidak dipersiapkan dengan matang dan terencana,” ucapnya.

    “GMKI Palangka Raya akan terus berjuang dan mengawal Nawacita Jokowi-JK terkhusunya di Kalimantan Tengah, ini adalah komitmen kami sebagai anak bangsa,” timpal Novia Adventy.

    Sementara itu, narasumber dalam FGD, hadir Kepala Dapartemen Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Tengah, Lutfi Bahtiar menyampaikan, bahwa Indonesia adalah negara agraris atau negara yang mayoritas rakyat kehidupannya bergantung pada sektor-sektor agraria.

    “Misalnya pertanian, hutan dan lain sebagainya. Ada begitu banyak ketimpangan serta penguasaan tanah dan sumber-sumber agraria oleh tuan tanah, yaitu negara melalui Taman Nasional, kawasan konservasi serta koorporasi perkebunan, pertambangan, HTI, HPH dan lain sebagainya serta senantiasa akan dibenturkan dengan rakyat,” rinci Lutfi.

    Lutfi membeberkan, tingginya angka konflik agraria, cenderung terus meningkat dan meluas karena adanya ketidakpastian dalam hal hak penguasaan atau kepemilikan, hak pengelolaan oleh masyarakat. Maka perlu suatu skema atau regulasi kebijakan yang diberikan oleh pemerintah untuk mengakomodir hak masyarakat.

    “Semoga pemerintah mampu memberi solusi mengatasi ketimpangan dan kemiskinan rakyat. Menjamin kedaulatan pangan serta penyelesain konflik agraria dan Reforma Agraria harus mampu menjadi solusi atas permasalahan rakyat hari ini,” ungkap Lutfi. (byi/berirasmapit.co.id)

    Editor: A. Uga Gara