Curah Hujan di Kaltara Justru Tinggi

    TANJUNG SELOR – Tanjung Selor, 5/8 (Antara) – Sebagian Sumatera dan Jawa kini mengalami kekeringan sehingga dampaknya mulai dirasakan masyarakat akibat kesulitan air, namun di Kalimantan Utara (Kaltara) justru belum merasakan kemarau panjang dan curah hujan masih tinggi.

    Dilaporkan di Tanjung Selor, Rabu, warga di sebagian wilayah provinsi termuda itu atau ke-34 belum merasakan kemarau karena cuaca dirasakan normal atau curah hujan masih cukup tinggi.
    “Hujan, bahkan kemarin dengan curah dan intensitas tinggi,” kata salah seorang warga Tanjung Selor–Ibu Kota Provinsi Kalimantan Utara, Isro Andalusia.
    Ia mengaku turut prihatin dengan kondisi masyarakat di daerah lain karena dampak kemarau sudah sangat mereka rasakan.
    “Kami juga tidak tahu mengapa daerah ini tidak merasakan kemarau panjang yang sekarang terjadi mungkin karena hutan di Kaltara masih bagus,” katanya.
    Sebagian wilayah Kaltara memiliki kawasan hutan yang masih bagus sehingga sebagian besar “Heart Of Borneo” yang meliputi Malaysia dan Brunei sebagian besar ada di wilayah Indonesia (Kaltara).
    “Tapi itu hanya perkiraan, mungkin yang bisa lebih tepat menjawabnya adalah Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengenai mengapa fenomena ini terjadi,” ujarnya.
    Namun, dia menambahkan bahwa dengan fenomena itu, bukan berarti wilayah Kaltara tidak pernah mengalami kemarau akan tetapi kemarau panjang tersebut biasanya melanda daerah itu dalam siklus tertentu, misalnya lima atau 10 tahunan.
    “Kalau kemarau panjang melanda daerah ini, maka masalah utama yang kita rasakan adalah kesulitan dapat air bersih karena Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) akan menghentikan layanan akibat intrusi air laut,” ujarnya.
    Kondisi itu terjadi akibat letak geografis wilayah Kota Tanjung Selor dan sekitarnya tidak terlalu jauh dari laut atau dua jam perjalanan menggunakan perahu cepat (speedboat).
    Menguat Sebelumnya, pusat atau BMKG memprediksi bahwa kemarau kian menguat dari Agustus 2015 sampai akhir tahun ini.
    BMKG menyatakan bahwa tren penguatan El Nino 2015 ini ditunjukkan oleh kenaikan indeks El Nino Southern Oscillation (ENSO) dari 1,6 pada Juni menjadi 2,2 pada Desember 2015.
    Panjangnya musim kemarau di berbagai tempat di Indonesia, terutama si sebelah selatan khatulistiwa diduga merupakan dampak dari fenomena El Nino yang kini telah mencapai level sedang.
    Daerah-daerah di Indonesia yang berpotensi terkena dampak El Nino 2015, menusut data BMKG meliputi Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan Selatan (Kalsel), dan Sulawesi Selatan (Sulsel),” kata Andi saat konferensi pers di gedung BMKG, Jakarta, Kamis (30/7)
    Jawa, Sulsel, Lampung, Bali, NTB, dan NTT telah mengalami hari tanpa hujan berturut-turut yang sangat panjang. Andi mengatakan wilayah-wilayah tersebut sudah kering sejak Mei 2015 sesuai dengan pantauan Peta Pemantauan Hari Tanpa Hujan milik BMKG. (Baca juga: Kekeringan Landa Delapan Provinsi di Indonesia) Bahkan, NTB dan NTT telah memasuki musim kemarau sejak Maret 2015 dan diprediksi berlangsung hingga November 2015.  (ant/050815/beritasampit.com)