Melihat Perjuangan Pengrajin Atap Daun di Tengah Himpitan Ekonomi

    SAMPIT-Nasib pengrajin atap daun khususnya di Kabupaten Kotawaringin Timur kini semakin terpinggirkan. Seperti yang dialami oleh pengrajin atap daun di Jalan Baamang Hulu II, Kecamatan Baamang, RT 003/RW 001, Selasa (5/5). Dulunya ibu-ibu pengrajin atap daun bisa mendapatkan penghasilan yang cukup besar sekitar Rp 50-70 ribu rupiah perhari, namun kini penghasilan mereka hanya Rp5-10 ribu rupiah perharinya.
    Dampak itulah yang membuat harga atap daun kini semakin menurun, pendapatan pengrajin pun semakin sedikit. Namun karena himpitan ekonomi, mereka tetap berjuang melakukan pekerjaan tersebut. “Pekerjaan ini sudah ibu lakukan dari waktu kecil, karena hanya kemampuan inilah yang ibu miliki,” ungkap Yana, salah satu pengrajin atap daun.
    Adapun bahan-bahan keperluan kerajian ibu-Ibu masyarakat Baamang Hulu yaitu daun nipah yang dipesan pemilik kerajinan dari daerah Samuda, batang bambu sebagai penyangganya, dan sebagian diiris batang bambunya sebagai tali pengikatnya.
    “Dari pukul 07.00 WIB pagi sampai pukul 16.00 WIB sore,saya hanya dapat membuat 60 sampai 70 bidang atap daun saja, upah yang ibu dapatkan hanya sebesar Rp 7 ribu rupiah, karena 100 bidangnya dihargai Rp 14 ribu rupiah, dibilang kasian dan sedih, ya mau gimana lagi, inilah kemampuan yang kami kuasai,” tambahnya.
    Di tengah perkembangan zaman yang semakin modern, banyakmasyarakat yang kini beralih menggunakan atap rumah yang lebih kuat dan tahan lama, sehingga para pengrajin atap daun pun kini mulai ditinggalkan. (rah/beritasampit.com)