KONGKALIKONG PADA PBS BODONG

    Oleh: Dr.H.Joni,SH.MH.***

    TEMUAN Tim audit Perusahaan Besar Swasta (PBS) di bawah pimpinan Halikinoor menarik untuk dicermati. Tim berhasil mengungkap adanya perusahaan sawit bodong alias ilegal tengah beroperasi. Perusahaan dimaksud beroperasi di dua kecamatan yakni Mentaya Hulu dan Telawang. Perusahaan ini ditemukan sedang menggarap lahan seluas 537 hektare untuk perkebunan kelapa sawit.

    Bukan mustahil, tanpa bermaksud menaruh kecurigaan bahwa temuan tim itu ibarat gurung es. Hanya dan baru satu, dan tidak menutup kemungkinan masih ada (bahkan banyak) beroperasi jenis peusahaan lain yang kurang lebih melakukan aktivitas dengan odus yang kurang lebih sama.

    Hitungan awam saja, rasanya tidak mungkin jika hanya satu di antara sekian banyak perusahaan, dan sekian luas areal yang ada di kawasan Kotawaringin Timur yang menjadi obyek, dan hanya satu itu.

    Bahasa Administratif

    Dalam bahasa administratif, dibentuknya sebuah tim adalah dalam rangka menelisik, untuk menemukan adanya pelanggaan atau tidak ada pelanggaran terhadap apa yang menjadi dasar kinerja tim. 

    Bahwa tim yang telah dibentuk, dalam hal ini adalah audit PBS tentunya disebabkan adanya indikasi penyimpangan dalam pengelolaan PBS.

    Selanjutnya tindakan tim akan tergantung kepada isi keputusan atas pembentukannya. Apakah cukup melaporkan temuan di lapangan kepada instansi pembentuk tim (dalam hal ini lembaga Pemkab Kotim) atau disertai dengan tindak lanjut sebagai semacam eksekusi atas terjadinya pelanggaran atau tidak. Itu semua tergantung pada isi SK pembentukan yang tentunya didasarkan atas kewenangan yang dimiliki oleh pembentuk TIM..

    Bahwa tim konkret melakukan kinerjanya dan menemukan adanya pelanggaran PBS bodong. Menurut hasil temuan, perusahaan bodong itu sudah memanen hasil kebun. Artinya sudah berlangsung puluhan tahun. Justru di sini (tanpa bermasud curiga) ada keheranan.

    Mengapa sedemikian lama baru diketahui. Oleh karena itu solusi yang tepat adalahtidak semata melaporkan kepada pejabat terkait (dalam hal ini Bupati, Gubernur dan Kementerian Perkebunan).

    Namun hendaknya dilakukan klarifikasi dan itu pasti dapat dilacak, tentang riwayat perusahaan yang bersangkutan dapat beroperasi mulai awal hingga panen.

    Sekali lagi tanpa meksud prejudice bukan mustahil di sini telah tejadi kongkalikong atau kolusi dengan aparat khususnya oknum yang berada pada instansi pemberi ijin PBS. Tanpa adanya kongkalikong ini sulit dipahami akan munculnya perusahaan beroperasi tanpa ijin atau ada perusahaan yang dapat melakukan penyelundupan ijin.

    Satu dan lain hal, perusahaan dimaksud tentu mempunyai semacam peta kawasan yang sifatnya zero spot atau kawasan kosong yang ada di antara PBS yang beroperasi secara resmi. Dari mana mereka tahu itu kalau tidak ada kerja sama dengan oknum pihak yang paling tahu mengenai peta perkebunan dan kehutanan?.

    Pada pespektif lain, legitimasi CV sebagai wadah yang kemudian dijadikan sebagai semacam Badan Hukum untuk operasionalisasi juga perlu ditelisik.

    Dengan legitimasi ini, kemungkinan besar perusahaan yang bersangkutan kemudian mengajukan alokasi dana pembiayaan kepada perbankan.

    Bukan mustahil di sini juga terjadi semacam penyelundupan atau penyimpangan dokumen.

    Dari yang seharusnya tidak memperoleh dana pembiayaan, karena adanya penyimpangan kemudian memperopleh dana pembiayaan. Jika hal itu terajdi, yaitu penyimpangan terhadap dokumen dimaksud maka perusahaan harus dinyatakan telah melakukanperbuatyan melawan hukum.

    Demikian juga dari operasionalisasi perbankan yang mengeluarkan dana pembiayaan, bisa terjadi penyelundupan administrasi. Harus ada tindakan tegas terhadap pelanggaran ini.

    Bahwa setelah beropersinya perusahaan yang dinilai bodong itu telah merekrut dan mempekerjakan banyak pekeja (khususnya lokal) itu soal lain. Namun demikian akibat dari katakanlah dilakukan PHK adalah merupakan konsekeunsi dari penyimpangan yang dilakukan pada awalnya. Jadi hal itu harus diterima dengan segala konsekuensinya.

    Tindak Lanjut

    Euphoria untuk mendatangkan pemodal dalamPBS hendaknya dilakukan dengan tidak mengabaikan faktor seleksi atas perusahjaan yang akan menanamkan modalnya dan kinerja evaluasi. Evaluasi atau pengawsan harus dilakukan secara integral baik pada saat seleksi ketika pengajuan ijin maupun ketika operasionalnya.

    Jangan hendaknya ijin diberikan dengan alasan untuk mendatangkan pemodal pada sektor kehutanan namun mengenyampingkan aspek pengawasan yang harus dilakukan integral dengan operasionalisasi perijinan. Perijinan harus diberikan dengan bepegang teguh pada asas kehati hatian dan kecermatan.

    Hal ini menjadi dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang harus dijadikan sebagai dasar kinerja aparat pemerintah di semua lini.

    Dengan demikian harusnya tugas tim masih akan panjang. Kendatipun aa kemungkinan tidak ada tindak lanjut, namun pengusutan terhadap terjadinya penyimpangan kiranhya menjadi tugas dari tui untuk mengusut.

    Khususnya terjadi atau tidaknya kongkalikong antara pengelola PBS bodong dengan oknum dari aparat pemerintah yang sangat mungkin terlibat.

    Meskipun tugas demikian tidak tersurat di dalam SK pembentukan, namun harus diartikan bahwa itu menjadi tugas yang tidak terpisahkan. Tugas yang kiranya tidak kalah beratnya dengan hanya “sekadar” menemukan ada atau tidaknya perusahaan bodong pengelola kebun sawit.

    Dalam kondisi demikian, maka oknum yuang terlibat harus juga dikenakan sanksi sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Jangan hendaknya pilih kasih dan pandang sayang kepada aparat yang bermain kongkalikong sehingga akan membawa dampak merugikan. Tidak saja bagi citra aparat secara keseluruhan, tetapi juga menimbulkan kerugian bagi pemasukan keuangan pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah. Pada gilirannya hal ini akan merugikan masyarakat

    (***Doktor Kehutanan Unmul Samarinda, Pengamat Hukum dan Sosial Tinggal di Sampit)