CURHAN HATI AKTIVIS MENUNGGU PEMIMPIN

    KEINDAHAN alam yang luas dapat kita nikmati dan menilainya melalui jendela rumah yang sempit, artinya Kemajuan suatu bangsa dapat kita tengok dari tiap-tiap daerah dalam suatu bangsa. Coba tengok pada daerah kita masing-masing. Terlalu tumbuh jamur pengakuan individu sebagai orang pembesar/hebat. Akhirnya ketika diberikan amanah tidak bekerja sesuai dengan amanah yang diembanya.

    Di negeri ini, pemimpin memang masih ada, tetapi yang muncul tampaknya mengalami krisis karena erosi tanggung jawab. Figur yang semula tampak seperti pemimpin penuh tanggung jawab ternyata setelah menduduki jabatan malah jadi pelempar tanggung jawab. Penyakit kepemimpinan yang sangat berbahaya karena ia bukanya menjadi trouble solver, melainkan justru trouble maker.

    Banyak disekeliling kita yang dengan slogan kemerdekaan individunya lalu dengan bangga menobatkan dirinya sebagai seorang tokoh di lingkungnaya. Dan sepertinya benar apa yang dikatakan oleh Pramoedya Ananta Toer bahwa “Bagaimana pemimpinya begitulah suatu Bangsa/Daerahnya. Ia pun menambahkan bahwa Bangsa ini Surplus Pembesar, tetapi devisit para pemimpin.

    Pembesar bagi saya adalah orang-orang yang mendapatkan posisinya tanpa suatu pembentukan yang panjang. Akan tetapi bisa disebabkan karena unsur kesempatan memiliki modal yang cukup, keluarga yang besar, atau karena ketokohan orang tuanya.

    Sementara pemimpin ternyata orang-orang yang memang mendapat kepercayaan karena telah melalang buana menikmati proses jatuh bangunya dalam menempuh tujuan. Bukan seluruhnya dari faktor x sebagaimana klaim pembesar. Tapi karena karakter dan tipikal jati dirinya.

    Dua ciri inilah yang hari ini kita bisa tengok di daerah kita. Berapa banyak pembesar dan berapa banyak pemimpin?
    Tentu jawaban itu akan tergantung pada kebijaksanaanmu dalam menilai.

    Jika dalam suatu daerah yang lebih dominan adalah para kelompok Pembesar maka lihatlah rakyatnya. Rakyat di daerahnya akan merasa tidak berdaya, bisa juga frustasi. Setiap saat selalu ada yang menangis, berteriak akibat ketidakadilan. Berlari keberbagai arah tanpatujuan, merjalan menurut jejak kaki karena dilema, mungkin seraya berurai air mata tetapi keadilan tetap saja tak tersuara.

    Pertanyaan penuh rindu, jika dimana-mana kita jumpa para Pembesar. Maka
    Dimana Pemimpin itu?

    (Burhan Nurrahman, Mahasiswa STIKIP Muhammadiyah Sampit)