Langkah Tenglie Maju Pilkada 2018 Makin Berat, Terbentur Aturan KPU

    KASONGAN – Niat Ahmad Yantenglie untuk maju kembali dalam Pilkada 2018 waktu lalu yang disampaikan saat dirinya menggelar konferensi pers di pendopo rumah jabatannya, akan sulit terlaksana. Jumat (10/2) malam.

    Pasalnya keputusan MA mengabulkan permohonan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Katingan, tentang Pendapat DPRD Kabupaten Katingan atas Dugaan Perbuatan Tercela, Melanggar Etika dan Melanggar Peraturan Perundang-undangan yang dilakukan oleh Bupati Katingan, berdasar hukum.

    Hal tersebut terungkap ketika wartawawan berita sampit melakukan wawancara dengan ketua KPU Kabupaten Katingan, Sapta Tjita mengenai persyaratan bakal calon kepala daerah.

    Ketika wartawan berita sampit menanyakan mengenai bakal calon kepala daerah yang melakukan perbuatan tercela ketua KPU menjawab.

    “Dalam salah satu persyaratan calon Kepala daerah, harus memiliki surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) mengenai bila ada calon Kepala Daerah yang dinyatakan melanggar etika tentu buktinya adalah SKCK yang dikeluarkan dari kepolisan wilayah hukumnya, kami hanya penyelenggara yang menjalankan sesuai dengan aturan yang berlaku,” ucap Sapta Tjita dengan beritasampit.co.id. Senin, (03/04).

    Sebelumnya MA mengabulkan permohonan DPRD Katingan terkait kasus perselingkuhan Bupati Katingan, Ahmad Yantenglie. 

    Amar putusan itu dibacakan majelis hakim yang diketuai Dr H Supandi, SH, M.Hum, beserta anggota IS Sudaryono, SH, MH dan Dr H Yulius, SH, MH, pada Rabu (29/3).

    Dalam salinan amar putusan yang dikutip dari website Mahkamah Agung RI dengan nomor 2P/KHS/2017, berbunyi Mengabulkan Permohonan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Katingan, tanggal 14 Februari 2017.

    Kemudian, menyatakan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Katingan Nomor 7 Tahun 2017, tanggal 13 Februari 2017, tentang Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Katingan atas Dugaan Perbuatan Tercela, Melanggar Etika dan Melanggar Peraturan Perundang-undangan yang dilakukan oleh Bupati Katingan, berdasar hukum.

    Dalam amar putusan itu juga terlihat ada sejumlah poin yang menjadi pertimbangan. Pertama, Ahmad Yantenglie selaku Bupati Katingan dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran pasal 2 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Yang bersangkutan bersalah karena tidak mencatatkan perkawinan kedua dengan Farida Yeni.

    “Karena yang tidak dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah berindikasikan penyelundupan hukum untuk mempermudah poligami tanpa prosedur hukum, dan menjadi masalah dalam status, hak-hak waris dan hak-hak lain atas kebendaan,” kutipan dalam amar putusan di website MA.

    Ahmad Yantenglie juga dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran, Pasal 3 ayat (1) dan (2), Pasal 4 ayat (1) dan (2) huruf a, b, c, Pasal 9, dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

    “Bahwa jikalau pun telah terjadi perkawinan kedua Ahmad Yantenglie (Bupati Katingan) dengan Farida Yeni. Termohon juga tidak melaksanakan kewajiban hukumnya karena seharusnya mengajukan permohonan perkawinan tersebut ke Pengadilan di daerah tempat tinggalnya,” lanjut amar putusan MA.

    Atas dasar perbuatan Yantenglie diklasifikasikan telah melakukan perbuatan tercela, melanggar etika, dan peraturan perundang-undangan, yaitu tidak melaksanakan ketentuan Pasal 67 huruf b dan d UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menghendaki Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah wajib menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan serta wajib menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

    Mahkamah Agung juga berpendapat bahwa Ahmad Yantenglie telah melanggar sumpah/janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) juncto Pasal 76 ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu tidak memenuhi kewajiban sebagai Kepala Daerah untuk menjalankan UU Nomor 1 Tahun 1974 beserta peraturan pelaksanaannya dengan selurus-lurusnya. 

    (Kwt/beritasampit.co.id)