​Sudah Saatnya Pertambangan Rakyat Kotawaringin Barat-Kalteng “Dilindungi Payung Hukum”

    Oleh : Maman Wiharja

    IRONIS bin PRIHATIN di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), dengan kekayaan alanya yang sangat melimpah, khususnya disektor pertambangan, tapi kekayaan tambangnya sampai sekarang sebagian besar, digarap oleh sejumlah Perusahan Besar Swasta (PBS).

    Sementara rakyat yang menambang dengan hati penuh ‘ketar-ketir dan was-was’ harus bisa memanfaatkan ‘sikon’ (situasi dan kondisi) apa bila ada razia dari pihak yang berwajib, lantaran rakyat penambang pada umumnya tidak dilindungi payung hukum.

    Potensi isi kandungan kekayaan “Bumi Isen Mulang” Kalteng, khususnya di sektor pertambangan tidak perlu dijabarkan lagi,karena dari dulu sampai sekarang banyak dipromosikan dalam berita, bahwa seluruh Kabupaten di Kalteng, banyak menyimpan endapab bahan Batu Bara dan mineral logam lainnya, seperti Biji Besi Hitam, Emas, Perak, Almunium Timah, serta Zirkon (Puya).

    Namun berita tersebut hanyalah dinikmati sejumlah PBS pertambangan, sementara rakyat Kalteng hanya jadi ‘penonton’. Singkatnya saja pengamatan penulis,sudah saatnya pertambangan rakyat di Kabupaten Kobar dan Kabupaten lainnya di Provinsi Kalteng dilindungi payung hukum.

    Dalam artian rakyat boleh melakukan kegiatan penambangan, tapi tidak sewena-wena mengekplotasi, yang akhirnya lahan ditinggalkan jadi rusak. Tentunya harus berpedoman kepada peraturan Pemprov dan Pemkab setempat.

    Dulu disaat Ujang Iskandar jadi Bupati Kobar, pertambangan rakyat khususnya tambang zirkon (puya) sempat marak dipelosok desa di 6 Kecamatan, sekitar 2 tahunan labih, banyak masyarakat desa hidupnya jadi makmur. Bahkan dari hasil pertambangan rakyat,secara signifikan masuk ke PAD Kobar,sl sempat mencapai nilai tinggi Rp 8,5 milliar lebih.

    Namun sayang program Bupati Ujang Iskandar saat itu, tidak bisa berlanjut, lantaran masyarakat penambang tidak mengindahkan, sejumlah persyaratannya, yakni mereklamasi lahan yang telah ditambang,al akhirnya pertambangan rakyat ‘dibubarkan’. Tapi, kini setelah bubar, masih banyak masyarakat yang melakukan kegiatan pertambangan,dengan cara ‘liar’.

    “Saya sangat mengharapkan,mendapat payung hukum dari pemerintah agar pertambangan rakyat di Kobar,bisa hidup seperti dulu,” aku Hasbuloh dan kawan-kawan penambang lainnya, kepada penulis.

    Memang benar, masyarakat penambang nota bene dari kalangan akar rumput. Mereka untuk mencari makan kelurganya hanya memiliki kemauan dan tenaga. Kemudian, dimanfaatkan oleh sejumlah orang berduit diberi modal peralatan pertambangan. Dan hasilnya 60 persen untuk penambang 40 persen untuk si pemilik.Tapi kalau ketangkap yang berwajib risiko si penambang, itulah yang terjadi sekarang.

    Pengamatan penulis,kalau Pemkab Kabupaten Kobar dan Pemkab lainnya di Kalteng, memberikan ‘payung hukum’ dengan memberikan perijinan kepada masyarakat penambang, tentunya cukup berat bagi masyarakat penambang, lantaran proses perijinannya cukup panjang dan biayanya tinggi.

    Jadi hemat penulis, yang membuat judul “Sudah Saatnya Pertambangan Rakyat Dilindungi Payung Hukum” dalam aritan pemerintah harus bisa memanfaatkan investor, yang siap menjadi ‘bapak angkat’ para penambang.

    Dan nanti investor sendirilah yang akan memproses perijinan dan sekaligus siap bertanggung jawab mereklamasi bekas pertambangan, sehingga tidak merusak lingkungan alam lainnya. Atau Pemkab setempat, mendirikan Badan Usaha Daerah untuk mengelola pertambangan rakyat. Mudah saja kan, tinggal ada kemauan keras Gubernur dan Bupatinya.

    Kedatangan United Nations Development Program (UNDP) bersama tim gabungan pengendali bahan kimia dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), juga ada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), melatih sejumlah penambang emas di Desa Sambi, Kecamatan Arut Utara (Aruta), tentang cara pertambangan tanpa bahan kimia, Sabtu (5/8/2017).

    Selain memberi pelatihan cara menambang, juga menyosialisasikan bahaya penggunaan bahan kimia yang digunakan penambang. Perwakilan tim, Mahfudz menjelaskan, tim tersebut dibentuk bertujuan untuk memberikan pengarahan terhadap warga setempat dalam mengendalikan limbah dari proses pengolahan emas.

    Dengan kedatangan UNDP dan timnya yang kumplit dari KLHK, BPPT dan ESDM, ke Desa Sambi Kecamatan Aruta. Harapan penulis pertambangan rakyat mendapat ‘pelindungan hukum”. SEMOGA….

    (Maman Wiharja).