KEBENARAN UNTUK KEBENARAN DAN KEBENARAN UNTUK FAKTA HUKUM 

    Oleh Joni***

    Catatan Kusni Sulang, Tentang “Jangan Sampai Masyarakat DayakMenjadi Legion Penjahat Bayaran” (Minggu 27 Agustus 2017) apresiatif dan menarik untuk dicermati. Analisis berikut menjadi semacam catatantambahan.

    Catatan Kusni Sulang boleh disebut analisis dalam dimensisubstantif, dalam hal ini adalah dimensi Budaya ketika sebuah fakta (kemungkinan) terkaitnya konten budaya lokal (dalam hal ini Dayak) kepusaran kasus pembakaran gedung SD yang menghebohkan beberapa waktu berselang.

    Tambahan yang saya maksudkan disini khususnya dalam hal pengungkapan atau tegasnya adalah penuntasan sebuah kasus dalamdimensi hukum. Kasus yang merupakan bahasa hukum pidana ini adalahdalam hal pembakaran gedung SD yang menggemparkan Palangkaraya,dan bahkan jagat penegakan hukum nasional.

    Sebab baru kali ini terjaditindak pidana pembakaran gedung SD pada satu wilayah yang hampirbersamaan. Tentang Kebenaran dan Cara Memperolehnya Sekadar mengingatkan untuk kita semua, bahwa kebenaran (truth)adalah sesuatu yang universal. Kebenaran adalah sesuatu yang secarafalsafati bebas nilai.

    Ajaran agama memberikan pemahaman: katakan yang benar walau itu pahit Manakala dicermati, kekhawatiran Kusni Sulang atas kemungkinan (jangan sampai) ada legion Penjahat bayaran dari Masyarakat Dayak, maka itu adalah sebuah kebenaran. Artinya (sangat) mungkin hal itu terjadi.

    Melihat pada latar belakang yaitu kemiskinan, kesulitan hidupdan mudahnya pekerjaan yang dilakukan (menyiapkan sumbu) dan menyulut api sebagai teknis pembakaran, memudahkan pemahaman bahwa hal itu tdak sulit dilakukan. Apa lagi dengan bayaran besar.

    Maknanya rekonstruksi fakta sebagai sebuah kebenaran, bisa dicermati berdasarkan petunjuk yang telah diperoleh Polri. Ada tokohmasyarakat Dayak (Yansen Binti) yang disebut sebut dalam permasalahan ini. Beberapa orang telah diamankan dari rumahnya yang merupakansemacam markas komunitas Dayak khususnya di Palangka Raya.

    Dari sini, memang ada kemungkinan adanya benang merah yang bisa saja melibatkan tokoh yang bersangkutan. Berita pendukung yang secara fakta bisa memperkuat motivasi dibalik pembakaran itu adalah penggrebekan Markas Gerdayak Kalteng di Jalan Diponegoro, Palangka Raya oleh Densus Anti Teror.

    Dari penggerebekan itu ditetapkanlah empat anggota Gerdayak, termasuk seorang staf Dewan Adat Dayak (DAD). Fakta ini pada tataran awal Notaris, Doktor Kehutanan Unmul Samarinda, Pengamat sosial dan hukum, Tinggal di Sampit menunjukkan setidaknya keterlibatan organisasi, kendatipun itu perlu pembuktian lebih dalam.

    Secara kelembagaan, maknanya adalah bahwa pelakunya diidentifkasi sebagai Orang Dayak, dan anggota organisasi Dayak. Bahkan dari kelembagaan adat Dayak, konkritnya DAD, sebagaimana diakui sendiri oleh Ketua Gerdayak, Yansen Binti. Apa lagi berdasarkan ekspose media, bahwa ketika pembakaran terjadi, dan pelakunya mengenakan seragam Gerdayak.

    Apakah hal ini ingin menunjukkan keterlibatan organisasi yang besakutan, masih harus didalami. Dengan pendalaman ini nantinya bisa dipastikan adanya keterlibatan organisasi atau tidak. Namun demikian secara formal hal itu tidak akan mungkin terbukti.

    Masalahnya visi dan misi organisasi Gerdayak menunjukkan bahwa lembaga ini adalah lembaga yang beradat. Lembaga yang bisa diandalkan keswantutan dan kemuliaan perilakunya.

    Organisasi, apalagi kelembagaan adat, adalah perkumpulan insan yang berpikir, berkata dan berperilaku berdasarkan tatanan nilai manusiawi yang melekat pada nilai kemanusiaan yang agung.

    Jadi kalaupun itu terklarifkasi, paling jauhhanya akan sampai kepada tindakan oknumnya. Dalam hal motivasi ekonomi, khususnya yang ada pada masyarakat Dayak, secara sederhana juga dapat direkonstruksikan. Bahwa secarabkasat mata keterpurukan ekonomi dapat ditemui pada masyarakat Dayak pedalaman.

    Motivasi yang terungkap bahwa pembakaran itu diupah dengan jumlah Rp 500 ribu, menjadi bukti dari ketidakberdayaan warga dari suku Dayak. Fakta yang boleh disebut masih terserak itu, menjadi tugas penyidik untuk merangkainya. Fakta yang tentu saja lebih sulit merangkainya jika dilandasi oleh akar budaya lokal.

    Sementara itu manfaat dari rangkaian itu untuk penegakan hukum masih dipertanyakan dan harus disoal efekti/kasinya. Fakta dan Kebenaran Hukum Pada dimensi lain, khusus dalam pengungkapan sebuah kasus dalam ranah hukum, kebenaran dalam hukum pidana bukan kebenaran yang bebas nilai. Sekali lagi bukan kebenaran yang bebas nilai.Kebenaran yang diungap dalam konstrusi kasus adalah kebenaran yang sarat nilai.

    Nilai itu utamanya ditujukan untuk dan terikat dengan keutuhan, integitas dan integrasi masyarakat agar tidak terpecah. Itu merupakan /loso/ tertinggi dari kebenaan yang ingin diungkapkan dannantinya terjabarkan dalam teknis pengungkapan dan penuntasan sebuah kasus. Tidak terkecuali kasus pembakaran gedung sekolah dimaksud.

    Dalam teknis pengungkapan sebagai klarifikasi kasus, yang paling mendasar harus dibuktikan dalam sebuah tindakan adalah asas kausalitas.

    Isinya adalah: siapa berbuat apa dan bagaimana pertanggungjawaban yang nantinya akan diwujudkan dalam bentuk pengenaan sanksi. Sanksi yang merupakan nestapa yang harus dibayar atau dijalani sebagai hukuman oleh pelaku ketika melakukan tindak pidana. Sanksi itu bisa berupa hukuman badan dan atau denda.

    Dalm hal ini, pelaku yang sudah ditangkap itu mengakui, juga didukung oleh bukti bukti yang ada, telah malakukan pembakaran gedung sekolah. Maka sah-lah itu sebagai tindak pidana. Kemudian sanksi apa yang dijatuhkan, tinggal menyesuaikan konstruksi perbuatannya dengan ketentuan pasal pasal yang ada dalam KUHP atau ketentuan khusus lainnya yang memuat sanksi pidana.

    Vonis dijatuhkan atas dasar hal tersebut, yang pada tahap berikutnya dilakukan eksekusiuntuk terpidana menjalani proses hukum, yaitu mendekam di penjaradan seterusnya. Artinya soal motivasi diungkap atau tidak itu hanya perkaratambahan.

    Penyidik dengan kepiawaiannya akan menimbang apakah movtivasi yang diungkap itu nanti akan menimbulkan permasalahan baru dalam pergaulan masyarakat atau tidak. Apakah movivasi yangdiungkapkan itu justru akan menimbulkan permasalahan berkait dengan keutuhan masyarakat atau tidak.

    Dalam kaitan ini, secara hukum motivasi atau latar belakang pengungkapan sebuah kasus tidak penting, manakala sudah ada bukti, baik petunjuk maupun bukti fisik yang menggambarkan telah terjadi tindak pidana. Masalah latar belakang perbuatan atau motivasi adalah masalah asesori.

    Dalam kaitan ini dipahamai bahwa pengungkapan motivasi yang melibatkan Laskar Dayak adalah pengungkapan yang akan melukai masyarakat Dayak. Jika ditimbang, mudarat atau dampak negatifnya lebih besar dari dampak positifnya. Oleh karena itu pengungkapan motivasi dalam penanganan ini tidak akan sampai ke sana.

    (Mungkin) benar menurut kebenaran bebas nilai bahwa Laskar Dayak terlibat. Namun kebenaran yang tidak bebas nilai (kebenaran hukum) merekatidak lerlibat, dan motivasi bisa dialihkan ke motivasi yang lain. Dengan demikian kebenaran yang terungkap meskipun sangat mungkin itu benar, tetapi tidak akan bernilai benar di mata hukum, khususnya terkait dengan pengungkapan sebuah kasus.

    Pada sisi lain, sebagai pelajaran berharga dari kasus ini, bijak danpositif jika dilaklukan penelitian tengtang etos bekerja orang Dayak terkait dengan kemiskinan dan kebangkitannya untuk dapat meraih hidup lebih layak dan kompetitif di tengah persaingan memperoleh akses kehidupan baik paa tingkat nasional, regional dan internasional.

    Ini lebih praktis dan cerdas serta mulia dari pada menyoal keterlibatan dalam suatu kasus yang tidak membawa manfaat praktis apapun. Bahkan bisa men degradasi eksistensi ke-Dayakan.

    ***Notaris, Doktor Kehutanan Unmul Samarinda, Pengamat sosial dan hukum, Tinggal di Sampit