KEBANGKITAN PKI, MAYA ATAU NYATA

    Oleh: H. Joni.***

    Tanda-tanda kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi polemik menjelang peringatan pemberontakan PKI yang gagal pada 30 September 1965 silam. Kegagalan itu diperingati setiap tahun sebagai sejarah kelam memilukan bagi bangsa Indonesia, agar tidak terulang lagi sampai kapanpun.

    Bagi kawula muda yang tidak secara langsung mengalami peristiwa berdarah itu, hanya bisa mencermatinya berdasarkan dokumen yang ada, dan sumber yang telah diolah oleh kalangan sejarawan dan kalangan yang berkepentingan dengan masalah tesebut. Tentu saja olahan itu sesuai dengan orientasi dan latar belakang siserta kepentingan dari pengolah sumber data.

    Untuk tahun ini, issu kebangkitan PKI itu ditandai dengan adanya diskusi yang berujung penyerangan kantor YLBHI, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Senin 18 September 2017 yang lalu. Satu hal bahwa ternyata PKI tetap merupakan issu yang sangat sensitif dan mampu membangkitkan emosionalitas yang terkadang terasa berlebihan.

    Dikatakan berlebihan sebab fakta sejarah tentang hal itu sebagaimana dinukilkan dari sumber yang lain mengandung cacat sejarah. Namun penilaian demikian untuk sementara perlu pegujian lebih lanjut. Sementara pengujian itu sendiri nampaknya tidak memungkinkan untuk dilaksanakan karena berbagai bukti yang bersifat valid sudah tidak ada lagi, disebabkan sudah sedemikian lama peristiwanya terjadi.

    Pada sisi lain bukti dimaksud akan senantiasa tunduk kepad hukum sejarah yaitu bahwa kebenaran sejarah akan tergantung kada pemegang kekuasaan politik. Jadi siapa yang memegang kekuasaan politik maka dialah yang berhak dan dipercaya sebagai pemegang kebenaran tafsir dan kebenbaran konstruksi sejarahnya.

    Untuk peristiwa pemberontakan PKI yang dinekal dengan G30S/PKI ini pemegang kebenarannya adalah rejim Orde Baru. Seiring dengan tumbangnya Orde Baru, kebenaran yang digambarkan tentang pemberontakan PKI itu pun digugat kembali.

    Dan nampaknya juga masih akan tetap tunduk kepada hukum sejarah bahwa kalaupun rekonstruksi dilakukan akan tergantung kepada rejim yang memegang kendali potitik dan arah kepada rekonstruksi sejarah dilakukan demi kelanggengan dari pemegang kekuasaan.

    Indikator Kebangkitan
    Bagi yang pro dengan kebangkitan PKI berangkat pada kenyataan pada bebagai peristiwa kemunculan PKI yang telah dibubarkan tersebut. Beberapa peristiwa diantaranya, di samping yang terakhir berupa diskusi yang akhirnya dibubarkan pada Senin pekan lalu itu adalah: Pertama, heboh beberapa foto anggota TNI Kodim 0733 BS Semarang yang menayaksikan film senyap.

    Foto-foto Nonar (nonon bareng) tersebut pernah di unggah di situs milik komdam Diponegoro, yaitu http//komdam4.mil.id pada tanggal 3 Maret 2015 pukul 8.08 pagi. Film tersebut dianggap sebagai promosi untuk kebangkitan PKI dan membersihkan dari berbagai kekerasan yang terjadi pada masa lalu. Film ini juga berpretensi melupakan pembantaian yang dilakukan PKI yang menelan beitu banyak korban jiwa.

    Disebutkan dalam kanal berita situs tersebut bahwa seluruh anggota Kodim 0733 BS Semarang nonton bareng film senyap di aula Makodim 0733 BS Semarang. Bahkan dipimpin langsung Dandim 0733 BS Letnan Kolonel Infanteri M. Taufiq Zega. Setelah mendapatkan reaksi keras masyarakat, foto tersebut akhirnya dihapus.

    Kedua, beredar foto Putri Indonesia 2015, yaitu Andindya Kusuma Putri memakai kaos bergambar PKI dengan alasan pemberian teman saat berkunjung di Vietnam. Dalam peristiwa yang hampir bersamaan, tepatnya Pamekasan Madura, muncul karnaval dengan mengenalkan tokoh-tokoh PKI dalam peringatan 17 Agustus lalu.

    Ketiga, adanya pameran buku di Frankrurt Jerman, dilaksanakan Nopember lalu yang menghabiskan dana 141 miliar yang tidak lepas dari isu gerakan PKI. Keempat, dilaksanakannya simposium, seminar atau apapunnamanya, berupa Pengadilan Rakyat yang digelar di Kota Den Haag, Belanda dengan nama International Peoples Tribunal (IPT) pada 10-13 November 2015.

    Ketuanya Nursyahbani Katjasungkana. Di pengadilan tersebut menggiring Indonesia untuk meminta maaf karena dituduh telah melakukan pembantaian terhadap orang-orang warga PKI. Terungkap, bahwa secara terbuka menyatakan pemerintah tidak seharusnya mendukung pengunkapan kembali kasus tahun 1965, karena berptensi menimbulkan konflik baru.

    Sementara Nursyahbani sebagai ketua IPT menanggapi tudingan tersebut, dengan mengatakan timnya berusaha melakukan lobi kepada pemerintah sejak beberapa waktu sebelumnya. Kelima, peristiwa yang terjadi di Kota Magelang Jawa Tengah.

    Pereistiwanya, Satpol PP Kota Magelang mencopot tujuh spanduk ucapan ulang tahun PDI Perjuangan yang ke-43 karena dianggap memuat simbol yang menyerupai lambang organisasi terlarang. Lambang yang dimaksud adalah palu dan arit. Sementara symbol inidikaitkan dengan keberadaan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan ideologi komunis.
    Kelima, tampilan lukisan yang menampilkan ratusan tokoh penting dalam perjalanan sejarah Indonesia di Terminal tiga Bandara Sukarno-Hatta, Jakarta.

    Lukisan ini diturunkan karena menimbulkan polemik di masyarakat. Polemik disebabkan tampilnya sosok yang diyakini sebagai Ketua Partai Komunis Indonesia, PKI, Dipa Nusantara Aidit di dalam lukisan dimaksud.

    Karakter Ideologi
    Pada sisi lain karakter ideologi adalah keyakinan dari para pengikutnya. Keyakinan akan kebenaran idologi yang dianut, dan keabadian ideologi dimaksud. Demikian halnya komunisme. Bagi pengikut yang meyakini, ideologi itu menjadi dasar dalam memperjuangkan cita cita bersama bagi mereka.

    Oleh karena itu secara teoretik sangat masuk akal jika komunisme seagai ideologi tidak akan pernah mati. Keberadannya akan langgeng dan dijadikan dasar perjuangan dari para penganutnya.

    Dalam kaitan ini memang tidak ada pilihan lain kecuali mewaspadai bangkitnya komunisme. Setidaknya hal ini akan lebih menyelematkan kita dari kebangkitan yang akhirnya pasti menjurus keapada peristiwa yang bersifat destruktif.. Hal demikian kiranya lebih baik daripada mengabaikan kewaspadaan yang bisa berujung celaka.****** Notaris, Doktor Kehutanan Unmul, Pengamat Hukum dan Sosial