PT. GAL Ancam Warga Lamunti, Kenapa ?

    KUALA KAPUAS – Konflik sengketa lahan terus terjadi. Kali ini, konflik antara perusahaan PT. Global Agung Lestari (GAL) dengan masyarakat Desa Lamunti B5, Kecamatan Dadahub, Kabupaten Kapuas terjadi lagi dan mulai memanas.

    Informasi kuat menyatakan bahwa pihak perusahaan mengancam warga dan akan mendatangi setempat karena warga hendak melakukan panen paksa dilahan milik mereka.

    “Konflik ini sudah terjadi cukup lama dari perjanjian hutan plasma. Saya tidak ingin mengajak konflik dan ingin damain. Kita ada bukti notulennya. Dulu dimonitoring oleh pak Subagio selaku perwakilan dari pihak perusahaan,” kata Nijar, (26/9/2017)

    Sewaktu Subagyo menjadi monitoring, Nijar sudah meminta kepada pihak perusahaan untuk menjelaskan sistem pembagian hasil plasma. Namun setelah ditanyakan ulang, jawaban perusahaan menunggu dari atasan dan hingga kini belum ada tanggapan, sampai pada pergantian dari management perusahaan dari Subagio ke Jepri.

    Lanjutnya, dibawah kepemimpinan Jefri, pelakuan kepada masyarakat sangat tajam dan keras. “Nah pada tanggal 4 Agustus 2017, terjadi pertemuan yang dihadiri pihak perusahaan, Camat serta Kapolsek. Pada waktu itu pihak perusahaan tidak ada memberikan penjelasan satu pun, dan kami memberikan tenggang waktu 2 minggu, tepatnya pada tanggal 18 Agustus,” sambungnya.

    Pada tanggal 18 Agustus terjawab bahwa warga akan melakukan panen sendiri-sendiri. Dari keinginan warga itu, pihak perusahaan sempat melakukan kekerasan dan premanisme terhadapnya. Katanya, sebanyak 4 truk yang dibawanya, dihalang di G1 yang langsung dipimpin oleh Jefri.

    Bukan hanya menghalangi lanjutnya, pihak perusahaan membawa senjata tajam namun Nijar tidak melawan hingga mundur. Dikatakan juga bahwa Jefri mengancam warganya akan djselesiakan apabila memanen buah diperusahaan yang dipimpinnya.

    “Makanya kami melakukan persiapan untuk melakukan pengimbangan buka untuk melawan,” ungkapnya. Namun, berdasarkan informasi, pihak perusahaan tidak jadi ke Lamunti B5 akan tetapi menuju Lamunti B6. Selain itu, katanya, dalam pertemuan di B5 waktu itu, juga ada menyangkut masalah relokasi lahan, disini sudah ada kesepakatan batalkan relokasi tersebut, dan ada bukti notulennya.

    Nah yang diibatalkan oleh masyarakat tersebut, yakni tanah bersertifikat milik masyarakat dan ternyata untuk kebun inti lengkap ada notulennya. “Intinya, kami tidak percaya lagi dengan perusahaan dan koperasi,” pungkasnya.

    Hal yang sama juga diungkapkan Supri, selaku anggota Plasma mengatakan, pada perjanjian plasma pihak perusahaan mengiming-imingi pembagian hasil yang sangat menggiurkan sehingga dirinya dan masyarakat sekitar mau menyerahkan sertifikat tanah. Namun kenyataanya tidak sesuai dengan apa yang didapatka. (mid/beritasampit.co.id)

    Editor: DODY