KEREN…Anak Asal Kabupaten Kobar Raih Juara Harapan III Lomba Kaligrafi Nasional

    BANDA ACEH – Tak disangka Santri Pesantren Alhuda Kotawaringin Lama (Kolam) Kecamatan Kolam, Kabupaten Kotawaringin Barat, ini kampiun melukis kaligrafi. Buktinya, ia meraih juara Harapan III, di Lomba Kaligrafi Tingkat Nasional di Banda Aceh. Itu artinya, dalam lomba yang diikuti 27 provinsi itu ia nangkring di urutan ke-6.

    Kabar gembira ini diterima beritasampit.co.id, tadi subuh dari Banda Aceh, tempat lomba tersebut diselenggarakan. Siapa anak dari pesantren Alhuda Kotawaringin Lama itu ?. Tiada lain, Safril Agus Ardiansyah.

    “Alhamdullilah, Safril meraih Juara Harapan III,” kata ustad Sarwani, sang guru pendamping dari ibukota negeri Serambi Mekkah melalui sambungan telepon kepada beritasampit.co.id, Sabtu (14/10/2017) subuh tadi .

    “Sebagai wakil dari Provinsi Kalimantan Tengah kami harus mengakui keunggulan delegasi atau kontingen daerah lain seperti Jawa Barat dan Jawa Tengah. Selain piagam, Safril mendapat uang pembinaan Rp 3,5 juta. “ujar Sarwani.

    Juara I lomba kaligrafi ini diraih delegasi dari Jawa Barat. Juara II dari Jawa Tengah, Juara III diraih tuan rumah Banda Aceh, juara Harapan 1 Sumatera Utara, Harapan II Kalimantan Selatan dan Harapan III Kalimantan Tengah.

    “Keunggulan mereka, dari segi teknik dan kaidah penulisan lebih proporsional dan lebih matang,” imbuhnya kepada beritasampit.co.id

    Safril sendiri mengaku bangga bisa mendapat juara harapan III diantara sekian banyak delegasi dari 27 provinsi yang turut berlaga. “Meski dari pesantren kecil di pedalaman Kalteng, kami bisa bersaing dengan delegasi dari daerah lain yang jauh lebih maju,” ujar Safril bangga.

    “Saya berterimakasih kepada guru pendamping saya Ustad Sarwani dan Ketua Yayasan Pesantren Alhuda Ustad Gusti Samudra yang tak lelah mendorong dan menguatkan semangat saya untuk berlomba di kancah nasional,” jelasnya.

    Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Safril sendiri nyaris gagal berangkat berlaga di tingkat nasional di Banda Aceh karena pesantren tempat dia belajar tidak memiliki dana untuk membeli tiket guru pendamping plus biaya konsumsi dan akomodasi selama tujuh hari di Banda Aceh. Akhirnya Safril dan Sarwani bisa berangkat setelah mendapat suport dari berbagai pihak. (man/beritasampit.co.id)

    Editor: DODY