Pererat Rasa Nasionalisme Daerah, Harus Punya Pahlawan Nasional

    JAKARTA – Daerah agar merasa masih dalam koridor wilayah Indonesia atau punya ikatan nasionalisme, maka perlu mempunyai pahlawan nasional.

    “Ikatan bahwa daerah mempunyai sejarah nasional itu memperkuat rasa bahwa daerah yang jauh dari Ibu Kota Republik Indonesia masih masuk album wilayah Indonesia,” kata sejahrawan JJ Rizal disampigi Ketua Badan Pengkajian MPR Bambang Sadono saat menjadi pembicara di Diskusi MPR tentang Pahlawan bagi Generasi Now di Gedung DPR, Selasa (13/11/2017).

    Dijelaskan Rizal, nilai kepahlawan nasional di satu daerah sangat diperlukan untuk daerah yang bersangkutan untuk memberikan inspirasi bagi generasi sekarang atau Kid Now, tentang memberikan yang terbaik untuk bangsa dan negara ini.

    “Hanya saja berjalan waktu, nilai sejarah itu mulai luntur karena kepentingan politik, jika satu politik menang, maka akan menonjolkan pahlawan dari politik itu, sedangkan pahlawan dari luar politik itu dikucilkan,” tegasnya.

    Menurut Rizal makna pahlawan itu perwujudan dari nilai-nilai sebagai orang Indonesia. Jadi, jika setiap daerah mempunyai pahlawan nasional sama punya nilai sebagai orang Indonesia.

    Menyinggung tentang kondisi sekarang mengenai Kid Now, menurutnya ada nilai yang tenggelam akibat kepentingan politik, sehingga sejarah mudah diutak-atik untuk kepentingannya sendiri.

    Kita ini mempunyai 173 pahlawan yang jika dibandingkan dengan negara di dunia hanya Indonesia punya pahlawan yang terbanyak. “Itupun masih kurang karena banyak yang antri untuk memperjuangan agar dijadikan pahlawan nasional,” ujarnya.

    Sedangkan Ketua Badan Pengkajian MPR Bambang Sadono merasa prihain dengan kondisi sekarang karena nilai pahlawan sudah luntur.

    “Pantuan bagi Kid Now tidak ada karena para tokoh politik, ekonomi orang pintar lainnya lebih banyak memperjuangan kepentingan sendiri atau kelompok. Apalagi sistem ekonomi kita yang dulunya kekeluargaan kita sudah hilang, ekonomi dikuasai oleh segelintir orang saja,” katanya.

    Di bidang politik, para elitenya kurang memikirkan kepentingan umum, sehingga banyak politisi tetapi kurang jadi panutan, sambungnya.

    Dia setuju dengan sejarawan Rizal bahwa ke depan yan perlu dibenahi itu adalah sistem pendidikan di kurikulum sehingga pelajar nantinya mempunyai pantuan sejarah yang sesuai dengan jamannya.(djan/beritasampit.co.id)