Sidang Ke 7 Kasus Sengketa Tanah Empat ASN, Pernyataan Saksi Berbeda Dengan BAP

    PANGKALAN BUN – Sidang Ke 7, kasus sengketa tanah, yang melibatkan empat Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai terdakwanya, kembali digelar di PN Kela 1 B Pangkalan Bun Kabupaten Kobar, Senin (4/12/2017). Namun sidang kali ini, kesaksian 6 para saksi banyak yang berbeda dengan BAP.

    Seperti Dalam sidang agenda pemeriksaan 6 saksi, yang dihadirkan 2 Jaksa Penuntut Umum (JPU) Acep, SH dan Lingga, SH Yakni Gusti Muhammad Ali, Hambali, Darmawan Kadir, Tarmidi, Tarmono dan Ibu Ayu Mali.

    Saksi pertama yang dihadirkan Gusti Muhammad Ali, ia mengaku mengetahui proses jual beli tanah tersebut. Menurut dia, tanah itu dibeli oleh almarhum Brata Ruswanda dari Utin Aminah seharga Rp 3 pada tahun 1951, atas nama dinas.

    Kemudian tanah yang dibeli hanya seluas kurang lebih 1 hektar, berada disekitar kantor dinas. Sedangkan yang dibagian belakang saat itu tidak dibeli, melainkan hanya pinjam pakai.

    Gusti M.Ali, juga mengaku mengetahui dan menyaksikan langsung jual beli saat itu. Hanya proses jual beli saat itu tidak ada suratnya, melainkan berdasarkan kepercayaan masing-masing. “Tidak dibuatkan surat jual beli, hanya atas dasar kepercayaan saja,” aku M. Ali dalam sidang.

    Pernyataan saksi ini langsung dipertayakan Jaksa dan penasehat hukum (PH) empat terdakwa. Karena dalam berita acara pemeriksaan (BAP) sebelumnya di kepolisian.

    Saksi ini menyebut ia terlibat langsung dalam proses jual beli tanah, karena saat itu selaku pengurus langsung. Tapisaat dicecar pertanyaan, M. Ali malah berbelit dan tidak mengakui pernyataannya di dalam BAP tersebut.

    Sementara itu, saksi kedua, Hambali yang selaku ASN dan kini bertugas Dinas Ketahanan Pangan mengaku, mengetahui tanah itu milik Dinas Pertanian kala itu.

    Saat itu saksi bertugas di Dinas Pertanian tahun 1986 sebagai tenaga honorer, diangkat jadi PNS 1989. Dan bertugas di Dinas Pertanian hingga 2008.

    Ia mengaku pernah berbincang dengan almarhum terkait tanah yang disengketakan. Menurutnya, berdasarkan pengakuan almarhum, tanah itu merupakan tanah dinas.

    Ia pun juga dapat jatah pembagian dari dinas satu petak. Lantaran hal itu sudah lama, ia mengaku lupa berapa luasan tanah yang dijatahkan kepadanya.

    “Kira lebarnya 12 meter, untuk panjangnya saya lupa. Dan saya membayar tanah itu sebesar Rp 300 ribu rupiah berupa SKT sekitar tahun 2000-an. Setelah itu saya buat sertifikatnya,”kata Hambali,yang lengkap pake baju dinasnya.

    Dalam kesaksiannya Hambli juga memberikan keterangan berbelit-belit sehingga sempat membuat salah seorang Anggota Majelis Hakim sempat jengkel. Karena mengaku mengetahui tanah tersebut milik dinas.

    Namun saat dipertegas terkait siapa pemilik tanah sah tersebut, apakah almarhum Brata Ruswanda atau dinas setempat. Ia malah mengaku tidak mengetahui. Keterangan saksi ini juga berbeda dengan BAP sebelumnya.

    Adapun saksi ketiga, Sarmono mengaku pernah meminta izin ke lurah membangun pasar burung. Permohonannya itu disetujui oleh Pemda dengan dikeluarkannya surat izin dari bupati untuk membangun pasar burung.

    Saksi juga mengaku pernah melihat potocopy SK gubernur dari saudaranya yang bernama Tarmiji. Kemudian oleh saksi mempotocopy lagi SK gubernur tersebut. Terakhir, saksi mengaku mengajukan izin untuk membangun barakan ke pihak kelurahan sekitar November 2001.

    Pada bulan selanjutnya atau Desember 2001, yang bersangkutan mengaku mengantongi izin dengan status pinjam pakai dan memulai membangun barakan.

    “Hingga hari ini saya masih tinggal dibarakan yang saya bangun dengan status pinjam pakai. Dan tidak ada pungutan atau setoran ke pihak dinas atau pemeritah,” Samono.

    Menurut Rahmadi G. Lentam, SH.MH Penasehat Hukum, empat ASN terdakwa bahwa semua keterangan saksi,selain berbelit-beli juga banyak yang berbeda dengan keterangan di BAP. “Kita tunggu saja nanti pada sidang selanjutnya,” tegas Rahmadi G. Lentam.

    (man/beritasampit.co.id)