“Mahar Politik” Sulit Dibuktikan, Tapi Baunya Sangat Jelas

    Oleh : Pujianto, S.Pd
    (Pengurus DPD KNPI Kotim)

    Berbicara tentang mahar politik,sepertinya sedang jadi buah bibir masyarakat. Mahar politik menjadi sesuatu yang lumrah terjadi antara parpol dan bakal calon kepala daerah menjelang Pilkada.

    Secara terminologi mahar politik memang masih multitafsir. Dari sejumlah pendapat yang ada, setidaknya istilah mahar politik merujuk kepada dua hal.

    Pertama, suatu imbalan khususnya dalam bentuk uang yang diberikan seorang calon kepada partai politik tertentu, dengan maksud agar parpol tersebut mencalonkan kepada pihak bersangkutan dalam Pilkada. Hal seperti inilah dalam bahasa kerennya sering diistilahkan dengan ‘jual-beli perahu’,”

    Kedua, yakni mengacu pada sejumlah uang yang dipersiapkan untuk membantu biaya operasional keikutsertaan calon tertentu dalam suatu kontestasi Pilkada. Namun sepertinya publik lebih banyak yang menterjemahkan mahar politik sebagaimana makna yang pertama.

    Apabila mahar politik itu merujuk kepada jual-beli perahu partai politik, melalui ketentuan Pasal 47 UU Pilkada hal itu telah secara tegas dilarang. Bahkan, apabila ada praktik semacam itu, sanksinya sangat berat, calon yang bersangkutan bisa dibatalkan keikutsertaannya. Sementara parpol yang menerima imbalan tidak boleh ikut pada pilkada berikutnya.

    Lalu, apabila mahar politik itu merujuk kepada biaya operasional UU Pilkada memang tidak melarangnya. Karena hal itu merupakan suatu keniscayaan. Akan tetapi, UU Pilkada tetap memberi batasan, misalnya pihak mana saja yang boleh menyumbang, berapa besaran maksimal sumbangannya dan lain sebagainya.

    Mahar perahu dan dana kampanye tentu berbeda. Uang kampanye datang dari negara, sedangkan mahar dari figur yang ingin perahu.

    Namun, kedua-duanya biaya politik. Orang kampanye kan tentunya setelah punya perahu atau bendera.
    Tapi sebenanrnya yang lebih mulia lagi, kalau ada partai politik yang tidak ada mahar. Menurut saya, mahar ini bukanlah sesuatu yang wajib.

    Tidak bisa dipungkiri partai memerlukan biaya. Tapi kalau ada partai yang bisa memberikan perahu atau bendera secara cuma-cuma. Itu yang perlu di acungi jempol yang perlu menjadi perhatian adalah jangan melupakan substansinya untuk memunculkan figur pemimpin. Jangan karena hanya figur itu punya modal yang besar menyingkirkan figur-figur yang memang mempunya profesional dan berkualitas.

    Karena mahar politik ini sudah bukan rahasia umum, memang sangat susa membuktikannya tapi sudah tercium baunya.oleh karena itu pilkada di tahun 2018 ini dan seterusnya bisa mencerminkan kedewasaan berdemokrasi dalam bernegara.