Barito Timur Ku

    Oleh : Bima Adianto SH (Wakil Ketua DPW PSI Kalteng)

    Barito Timur… Bila kita mendengar kata ini maka kita akan segera teringat dengan sebuah kabupaten yang berbatasan langsung dengan wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Ya.. Barito Timur adalah salah satu kabupaten pemekaran di Provinsi Kalimantan Tengah, yang dulunya berinduk kepada Kabupaten Barito Selatan.

    Barito timur terletak pada Garis lintang / Garis bujur : 2° 7′ 0″ S / 115° 9′ 60″ E, memiliki 10 kecamatan dan 123 desa, berdasarkan data statistik BPS 2010 mata pencaharian terbesar masyarakat baito timur adalah menyadap karet, bertani, dan berkebun. Akan tetapi memasuki tahun 2000-an terjadi perubahan sosial di barito timur dimana pertambangan dalam hal ini tambang batu bara memiliki peminat yang cukup besar.

    Sampai dengan tahun 2017 ini, berdasarkan data Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalteng, berdasarkan data korsup KPK Tahun 2014 di wilayah Barito Timur, menurut Ditjen Minerba terdapat 147 IUP akan tetapi menurut data Pemerintah Barito Timur malah terdapat 159 IUP yang mana terdapat selisih 12 IUP.

    Dengan jumlah sebanyak itu, tentunya hal ini menggembirakan, karena bisa meningkatkan pendapatan asli daerah. Batubara dari Kabupaten Barito Timur ini terkenal dengan kualitas ekspor dengan kalori batubara yang hampir mencapai angka 7. Tentunya ini semakin menarik para investor lokal, nasional maupun internasional utk berinvestasi di wailayah barito timur.

    Maka sejak pemerintahan Bupati Barito Timur yang kedua, yaitu Zain Alkiem tahun 2003 dimulailah penerbitan izin pertambangan batubara kepada salah satu perusahaan yang bernama PT Bangun Nusantara Jaya Makmur yang biasa di sebut PT BNJM.

    PT BNJM adalah salah satu perusahaan yang bergerak di pertambangan batubara yang pertama masuk sejak Barito Timur dimekarkan menjadi kabupaten. Selain itu masih banyak perusahaan yang mendapatkan perizinan dari bupati Zain Alkiem.

    Banyaknya perusahaan yang mendapatkan izin tidak sebanding dengan pengawasan yang dilakukan, sampai dengan tahun 2017 ini penulis mencatat ada sekitar 20 lebih kasus yang berhubungan dengan perusahaan tambang, mulai dari perampasan lahan, pencemaran, kriminalisasi bahkan sampai berujung kepada kematian.

    Ada hal yang terlupakan saat boomingnya batubara di Barito Timur, yaitu dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan batubara. Selama 2016-2017, penulis aktif melakukan pendampingan bagi masyarakat korban aktivitas tambang, ada yang mengeluhkan sejak adanya pertambangan air sungai tidak bisa dikonsumsi, hasil pertanian menurun diakibatkan banjir bandang, hasil sadapan karet berkurang dan sebagainya. Hal ini adalah beberapa permasalahan yang tidak difikirkan oleh pemerintah barito timur ketika menerbitkan izin tambang.

    Kini masyarakat Barito Timur mulai merasakan dampak aktivitas pertambangan, beranjak dari hal tersebut beberapa komunitas mulai melakukan gerakan dengan mengkampanyekan untuk stop melakukan penambangan, kembalikan keadaan alam seperti asalnya. Tentu bukan hal yang gampang mengingat kerusakan yang telah terjadi, tapi penulis memiliki prinsip “Tidak ada yang tidak bisa, hanya lambat dan perlu proses”. (*)