Aliansi Peduli Mahkamah Konstitusi Desak Ketua MK Arief Hidayat Mundur Lewat Petisi

    Oleh: Asrari Puadi***

    Selama menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat telah dua kali terbukti melakukan pelanggaran kode etik.

    Pertama, Arief Hidayat pernah mendapatkan sanksi etik berupa teguran lisan dari Dewan Etik MK. Arief telah melanggar etika dengan membuat surat titipan (katebelece) kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono untuk “membina” seorang kerabatnya.

    Didalam katebelece itu terdapat pesan kepada Widyo Pramono agar bisa menempatkan salah seorang kerabatnya dengan bunyi pesan, “Mohon titip dan dibina, dijadikan anak Bapak”.

    Untuk kali kedua, Dewan Etik MK menyatakan Arief terbukti melakukan pelanggaran karena telah terbukti melanggar kode etik karena bertemu dengan sejumlah pimpinan Komisi III DPR di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta, sebelum proses uji kelayakan dan kepatutan terkait pencalonannya kembali sebagai hakim konstitusi di DPR. Arief menghadiri pertemuan tersebut tanpa undangan secara resmi dari DPR, melainkan hanya melalui telepon.

    Arief diduga melakukan lobi politik agar dirinya menjadi satu-satunya calon hakim konstitusi usulan Komisi III DPR. Saat kepemimpinan Arief Hidayat, KPK juga menangkap tangan salah satu hakim MK Patrialis Akbar karena menerima suap soal putusan uji materi.

    Ini jelas menunjukkan MK di bawah kepemimpinan Arief mengalami kemunduran. Lebih lanjut survei yang digelar LSI menunjukkan, MK hanya mendapatkan kepercayaan publik sebesar 59,1 persen. Angka ini jauh dari kepercayaan publik terhadap KPK, yakni sebesar 74,9 persen atau lembaga kepresidenan sebesar 81,5 persen.

    Melihat rekam jejaknya yang jauh dari memuaskan dan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh seorang dengan level Ketua MK yang harusnya berperilaku sebagai penjaga konstitusi, Arief sudah sepatutnya legowo dan mundur dari Ketua MK.

    Karena MK ini adalah satu dari tujuh lembaga negara yang setingkat dengan presiden. Bahkan putusannya pun satu-satunya yang bersifat “final and binding”, yang akibat dari putusannya itu mempengaruhi sekitar 250 juta jiwa lebih rakyat Indonesia.

    Terakhir, MK seolah semakin tercedera marwahnya ketika salah satu pegawai MK, Abdul Ghoffar Husnan (peneliti muda di Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara MK) yang dengan tulus memberikan kritik kepada MK malah “dibebastugaskan”.

    Tentu kita bertanya, apakah MK hari ini memang sudah tidak hendak berbenah, sehingga setiap kritik dan laporan yang tujuannya agar lembaga MK menjadi lebih baik dan semakin dipercaya oleh masyarakat harus dibalas dengan “melenyapkan” pengkritiknya dengan melakukan upaya pengaburan terhadap substansi kritik dengan cara “menyerang” pribadi pengkritik menginginkan jabatan, bermotif sakit hati, dan dikesankan sebagai upaya balas dendam.

    Padahal Hakim Konstitusi dalam menjalankan tugasnya tidak boleh dengan prasangka. Oleh karena itu kami mengajak setiap anak bangsa untuk mendesak Arief Hidayat mundur sebagai ketua MK demi menjaga marwah MK, serta meminta MK mengembalikan Abdul Ghoffar Husnan, lewat petisi yang kami buat di alamat: bit.ly/selamatkanMK

    Petisi ini telah ditandantangani ratusan masyrakat yang peduli dan ikut mendukung adanya pembaharuan ditubuh pimpinan MK.

    Kami berharap lewat petisi yang notabene adalah suara tulus masyarakat ini dapat membuat MK lebih baik lagi ke depan dan semakin dipercaya rakyat sebagai lembaga tertinggi penegak konstitusi. ALI MAHASTI (Aliansi Peduli Mahkamah Konstitusi)

    (Penulis adalah Pembuat Petisi/Ketua Himpunan Pelajar Mahasiswa Kalteng di Yogyakarta)