Catatan Keadilan untuk Keluarga Nur Fitri, Korban Pembunuhan Jalan Pramuka Sampit

    Oleh: Nurahman Ramadani, S.H., M.H.

    Hukum diselewengkan! dan kekuasaan negara untuk mengatur menyeleweng bersamanya! Hukum, menurut saya, tidak hanya menyimpang dari tujuannya yang tepat, tapi dipakai untuk mengejar suatu tujuan yang bertentangan! Hukum menjadi senjata bagi ketamakan! Bukannya mengurangi kejahatan, hukum sendiri bersalah atas kejahatan yang seharusnya ia atasi!

    Jika benar, ini adalah fakta serius, dan saya secara moral terpanggil untuk mengingatkan seluruh warga negara pada masalah ini. “Frederic Bastiat dalam buku The Law”

    Kutipan kata-kata diatas merupakan motivasi saya untuk menulis tulisan tentang kasus ini, seperti yang kita ketahui sudah hampir 4 bulan lebih dari penemuan mayat Nur fitri di jln pramuka sampit masih belum terungkap sampai sekarang (lihat beritasampit.co.id “Geger Warga Temukan Mayat Perempuan Tergeletak Dibahu Jalan Pramuka Sampit,” (14/10/2017).

    Hal ini tentunya menjadi pertanyaan seberapa efektif proses penyidikan dan penyelidikan kasus tersebut dalam mengungkap pembunuhnya demi memberikan keadilan bagi nur fitri dan keluarganya? Tidak hanya itu masyarakat pun kian bertanya-tanya siapakah yang pembunuh Nur Fitri sehingga sampai sekarang belum ada yang di tetapkan sebagai tersangka?

    Dalam perspektif efektivitas hukum yang mengkaji dan menganalisis tentang keberhasilan, kegagalan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan dan penerapan hukum.

    Ada tiga fokus kajian efektivitas hukum, yaitu meliputi:
    1. Keberhasilan dalam pelaksanaan hukum;
    2. Kegagalan di dalam pelaksanaannya; dan
    3. Faktor-faktor yang mempengaruhinya.
    Keberhasilan di dalam pelaksanaan hukum adalah bahwa hukum yang dibuat itu telah tercapai maksudnya.

    Maksud dari norma hukum adalah mengatur kepentingan manusia. Apabila norma hukum itu ditaati dan dilaksanakan oleh masyarakat maupun penegak hukum, maka pelaksanaan hukum itu dikatakan efektif atau berhasil di dalam implementasinya.

    Kegagalan di dalam pelaksaan hukum adalah bahwa ketentuan ketentuan-ketentuan hukum yang telah ditetapkan tidak mencapai maksudnya atau tidak berhasil di dalam implementasinya.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah hal-hal yang ikut menyebabkan atau berpengaruh di dalam pelaksanaan dan penerapan hukum tersebut.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi dapat dikaji dari:
    1. Aspek keberhasilannya; dan
    2. Aspek kegagalannya.
    Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan itu, meliputi subtansi hukum, struktur, kultur, dan fasilitasnya. Norma hukum itu dikatakan berhasil atau efektif apabila norma itu ditaati dan dilaksanakan oleh masyarakat maupun aparatur penegak hukum itu sendiri.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan di dalam pelaksanaan hukum adalah karena norma hukum yang kabur atau tidak jelas, aparatur hukum yang korup, atau masyarakat yang tidak sadar atau taat pada hukum atau fasilitas yang tersedia untuk mendukung pelaksanaan hukum itu sangat minim.

    Dalam kasus ini saya berfokus terlebih dahulu kepada pelaksanaan penegakan hukum untuk mengungkap kasus kematian Nur Fitri demi memberikan kepastian hukum dalam mengukap siapa pelaku sadis pembunuh dan membuang mayat Nur Fitri tersebut dimana sudah hampir 4 bulan lebih masih belum terungkap, sedangkan dalam pernyataannya Kasat Reskrim Polres Kotim menyebutkan bahwa “tidak ada kesulitan dalam penanganan kematian Nur Fitri”.

    (lihat beritasampit.co.id judul “Masih Belum Terungkap, Ada Apa di Balik Kematian NF?”, 04/11/2017). Hal ini tentunya sejalan dengan Perkap No. 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan dimana Pasal 17 ayat (4) di jelaskan bahwa ada Empat Tingkat Kesulitan Penyidikan Perkara ditentukan berdasarkan Kriteria :
    a. Perkara Mudah;
    b. Perkara Sedang;
    c. Perkara Sulit; dan
    d. Perkara Sangat Sulit.

    Penjelasan lebih lanjut tentang kriteria perkara tersebut kemudian dijelaskan dalam Pasal 18 ayat (1) sampai (4) tentang kriteria perkara tersebut sebagai berikut :
    (1) Kriteria perkara mudah antara lain:
    a. Saksi cukup;
    b. Alat bukti cukup;
    c. Tersangka sudah diketahui atau ditangkap; dan
    d. Proses penanganan relatif cepat.
    (2) Kriteria perkara sedang antara lain:
    a. Saksi cukup;
    b. Terdapat barang bukti petunjuk yang mengarah keterlibatan tersangka;
    c. Identitas dan keberadaan tersangka sudah diketahui dan mudah ditangkap;
    d. Tersangka tidak merupakan bagian dari pelaku kejahatan terorganisir;
    e. Tersangka tidak terganggu kondisi kesehatannya; dan
    f. Tidak diperlukan keterangan ahli, namun apabila diperlukan ahli mudah didapatkan.
    (3) Kriteria perkara sulit antara lain:
    a. Saksi tidak mengetahui secara langsung tentang tindak pidana yang terjadi;
    b. Tersangka belum diketahui identitasnya atau terganggu kesehatannya atau memiliki jabatan tertentu;
    c. Tersangka dilindungi kelompok tertentu atau bagian dari pelaku kejahatan terorganisir;
    d. Barang Bukti yang berhubungan langsung dengan perkara sulit didapat;
    e. Diperlukan keterangan ahli yang dapat mendukung pengungkapan perkara;
    f. Diperlukan peralatan khusus dalam penanganan perkaranya;
    g. Tindak pidana yang dilakukan terjadi di beberapa tempat; dan
    h. Memerlukan waktu penyidikan yang cukup.
    (4) Kriteria perkara sangat sulit antara lain:
    a. Belum ditemukan saksi yang berhubungan langsung dengan tindak pidana;
    b. Saksi belum diketahui keberadaannya;
    c. Saksi atau tersangka berada di luar negeri;
    d. TKP di beberapa negara/lintas negara;
    e. Tersangka berada di luar negeri dan belum ada perjanjian ekstradisi;
    f. Barang Bukti berada di luar negeri dan tidak bisa disita;
    g. Tersangka belum diketahui identitasnya atau terganggu kesehatannya atau memiliki jabatan tertentu; dan
    h. Memerlukan waktu penyidikan yang relatif panjang.

    Penjelasan tentang kriteria perkara tersebut tentunya menjadi landasan berpikir kita apa dan bagaimana Penanganan Perkara tersebut sesuai dengan kriterianya serta menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan dalam pengungkapan kasus kematian Nur Fitri tersebut.

    Penanganan perkara tentang kasus ini juga telah dijelaskan pada Pasal 19 yaitu Penanganan perkara sesuai kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4), ditentukan sebagai berikut:
    a. Tingkat Mabes Polri dan Polda menangani Perkara Sulit dan Sangat Sulit;
    b. Tingkat Polres menangani Perkara Mudah, Sedang dan Sulit; dan
    c. Tingkat Polsek menangani Perkara Mudah dan Sedang.

    Pernyataan Polres Kotim yang diwakili oleh Kasat Reskrim yang menyebutkan bahwa. Tidak ada kesulitan dalam penanganan kematian Nur Fitri tersebut tentunya bisa saya kategorikan bahwa kasus ini merupakan kriteria perkara mudah atau sedang akan tetapi sampai sekarang ini masih belum ditetapkan siapa yang menjadi tersangka pembunuhan Nur Fitri tersebut.

    Sampai dengan sekarang tentunya bertentanggan dengan pernyataan tersebut sehingga membuat permyataan tersebut seakan paradoks, membuat opini negatif yang merebak di dalam masyarakat dalam penanganan kasus ini.

    Hal ini tentunya tidak di harapkan sehingga Kepolisian sebagai ujung tombak penegakan hukum yang berperan penting untuk mengubah masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Rescoe Pound yang mengatakan bahwa hukum dilihat dari fungsinya dapat berperan sebagai alat untuk mengubah masyarakat (Law as a tool of social engineering).

    Hukum dapat berperan didepan untuk memimpin perubahan dalam kehidupan masyarakat dengan cara memperlancar pergaulan masyarakat, mewujudkan perdamaian dan ketertiban serta mewujudkan keadilan bagi seluruh masyarakat.

    Peran kepolisian sebagai aparatur penegakan hukum merupakan cerminan dari hukum itu sendiri sebagai alat perubahan masyarakat untuk mewujudkan keadilan, kepastian dan kemanfaatan dari hukum.

    Berbicara tentang keadilan pengungkapan tersangka kasus kematian Nur Fitri ini tentunya tidak terlepas menjadi barometer keberhasilan atau bahkan kegagalan dalam pelaksanaan hukum untuk memberikan keadilan bagi keluarga korban Nur Fitri.

    Keadilan dalam penegakan hukum ini menurut saya harus sesuai dengan praktik peradilan merupakan implementasi dari tuntutan atas keadilan retributif atau keadilan punitif.

    Hal ini dilandasi pemahaman atas kejahatan sebagai pelanggaran hukum (law breaking), karena menitikberatkan pada pemberian hukuman pada pelaku pelanggaran.

    Keadilan retributif atau punitif menuntut adanya sistem hukum yang sehat dan upaya penegakan hukum secara konsisten agar pelaku pelanggaran mendapatkan ganjaran hukuman yang benar-benar setimpal dengan besarnya kejahatan yang mereka lakukan.

    Tanpa adanya sistem hukum yang sehat dan upaya penegakan hukum secara konsisten keadilan retributif atau punitif tidak akan memberikan kesejahteraan pada masyarakat. Sebaliknya kekecewaan masyarakat akan berdatangan silih berganti.

    Untuk itulah aparatur penegakan hukum diminta agar cepat bisa mengungkap siapa pelaku pembunuhan Nur Fitri ini sehingga efektivitas hukum, keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum bisa diberikan kepada keluarga korban Nur Fitri agar tidak berlarut sampai selama ini.

    Dimana keadilan merupakan penjaga dan penjamin terhadap dilaksanakannya prinsip-prinsip kemanusiaan dan tatanan hidup dalam bermasyarakat. Tidak ada tempat bagi Perusak dan pelanggar prinsip-prinsip keadilan, mereka harus di hukum agar mereka tidak melakukan pengrusakan dan pelanggaran lagi kelak di kemudian hari.

    Dengan demikian, martabat manusia dan tatanan hidup bersama akan terus terjaga di kemudian hari. Sehingga anggapan Kal Mark bahwa hukum itu tata keadilan, hanyalah omong kosong belaka.

    Faktanya, hukum melayani kepentingan ‘orang berpunya’. Ia tidak lebih dari sarana penguasaan piranti para pengeksploitasi yang menggunakannya sesuai kepentingan mereka, tidak menjadi opini yang berkembang dalam masyarakat.

    Sumber :
    Salim HS, Erlies Septiana Nurbani. (2016). Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi . Jakarta: Ed. Kesatu. Cet. Keempat. Rajawali Pers.

    Bernard L. Tanya, dkk. (2010). Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang Dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta.
    Abdul Manan. (2009). Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Kencana, Jakarta Cet.3.
    Yoachim Agus Tridianto, Keadilan Restoraktif, Cahaya Atma Pustaka, Ctk.01, Yogyakarta, 2015 .

    Frederic Bastiat (2010) The Law, Hukum, Rancangan Klasik Membangun Masyarakat Merdeka, Diterbitkan atas kerja sama : Freedom Institute, AkademiMerdeka.org. c/o: Institute for Democracy and Economic Affairs (IDEAS). Cet. Pertama.

    Frederic Bastiat. (2010). The Law, Hukum, Rancangan Klasik Membangun Masyarakat Merdeka, Diterbitkan atas kerja sama : Freedom Institute, AkademiMerdeka.org. c/o: Institute for Democracy and Economic Affairs (IDEAS). Cet. Pertama.

    (Nurahman Ramadani, S.H., M.H lulusan Megister Hukum Pidana Ekonomi tahun 2017, Universitas Sebelas Maret Surakarta)