72 Tahun Indonesia Telah Merdeka, Sertifikat Prona Masih Belum Selesai. Kenapa Yah?

    Oleh : Maman Wiharja (Wartawan Berita Sampit Online)

    PENULIS masih ingat, ketika tahun 1990 an saat penulis masih tugas di Cirebon sebagai wartawan Harian Media Indonesia, pemerintah telah meluncurkan program Proyek Nasional (Prona) untuk pembuatan sertifikat tanah dengan biaya murah kepada masyarakat. Namun Prona tersebut belum maksimal tuntas terselesaikan.

    Seiring dengan pergantian Presiden, terkait proyek nasional tentang pembuatan sertifikat, juga sama terus diluncurkan namun hasilnya sama masih belum maksimal, karena terhalang oleh berbagai kendala.

    Diantaranya, kendala yang paling mendasar dikatakan pemerintah yakni tenaga BPN untuk mengukur tanah dilapangan jumlahnya sangat minim. Kemudian banyak tanah yang kepemilikannya tumpang tindih, termasuk banyak pula tanah yang akan diukur masuk kewilayah Hutan Produksi.

    Setelah Joko Widodo (Jokowi) dilantik sebagai Presiden dan Jusuf Kala sebagai Wakil Presiden 20 Oktober 2014. Proyek Nasional (Prona) pembuatan Sertifikat tanah juga sama kembali diproses. Namun karena merasa iba kepada rakyatnya, Jokowi meluncurkan program baru, yakni Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

    Dalam artian proses pembuatan sertifikat untuk rakyat agar berjalan lancar dan cepat bisa dimiliki rakyat. Maka dalam program PTSL melibatkan langsung tiga menteri yakni Mendagri, Menteri Kementerian Desa, dan Menteri Agraria serta Tata Ruang.

    Program PTSL 2017,yang diluncurkan Jokowi pengamatan penulis luar biasa hasilnya sangat memuaskan bagi rakyat. (Baca dari Transkripsi Presiden Jokowi saat Menyerahkan 3.500 Sertifikat Tanah dalam Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), di Lapangan Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung, Bali, Jumat, 8 September 2017).

    Antara lain : Bapak, Ibu, semeton sareng sami, coba diangkat tinggi-tinggi sertifikatnya. Semuanya, jangan ada yang gak diangkat. Akan saya hitung. Bentar, diangkat dulu. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 3500, betul. Kalau sudah diangkat gini semuanya menjadi jelas berapa yang sudah diserahkan kepada masyarakat, kepada rakyat. Jangan hanya simbolis-simbolis, nanti yang lain tidak diserahkan, saya yang salah. Benar ya? Karena di seluruh tanah air ini ada 126 juta yang harus disertifikatkan.

    Sekarang baru kurang lebih 46 juta. Jadi masih kurang banyak sekali. Kenapa di provinsi-provinsi banyak sengketa? Di kabupaten banyak sengketa-sengketa tanah? Karena belum pegang sertifikat. Saya sudah perintahkan kepada Menteri BPN selesaikan segera yang namanya sertifikat, segera juga serahkan kepada rakyat, kepada masyarakat.

    Tahun ini, targetnya biasanya setahun hanya 400 sampai 500.000, tahun ini saya sudah targetkan 10 kali lipat, 5 juta harus diserahkan kepada masyarakat. Tahun depan 7 juta harus diserahkan kepada masyarakat. (Tahun) 2019, 9 juta harus diserahkan kepada masyarakat”. (Sumber Humas Sekretariat Kabinet).

    Pengamatan penulis, pembuatan sertifikat melalui Program PTSL di Tahun 2017, disemua daerah (Kabupaten) ternyata masih sama banyak kendala, seperti disampaikan Kepala Pertanahan Kabupaten Kobar,kendalanya yakni perbaikan efektifitas dalam pengumpulan data yuridis berupa Surat Keterangan Tanah (SKT), Surat Pernyataan Penguasaan Fisik (SPPF), PBB dan data pendukung lainnya,seperti adanya penetapan Batas Desa dan Batas Kawasan.

    Pengamatan penulis, berbagai kendala yang msih ditemukan di tahun 2017, jangan sampai terulang lagi. Dan ditahun 2019, karena Indonesia akan pesta demokrasi, jangan sampai Program PTSL di politisir sebagai bekal Pemilu Serentak 2019. Semoga.(*)