UNIVERSITAS SAMPIT TERPULANG KE RUPIAH

    Oleh: H. Joni, SH ***

    Kawasan akan selalu berubah mengikuti perkembangan masyarakatnya. Demikian pula dengan Sampit khususnya dan Kotim pada umumnya. Berbagai kelompok, termasuk berbagai tokoh melontarkan wacana di Kabupaten Kotawaringin Timur untuk berdirinya Universitas Negeri Sampit (UNSAM).

    Tujuan pendirian ini dalam bahasa sederhana sebagai solusi menjadikan daerah ini sebagai kota Pendidikan dan yang paling penting menampung putra daerah yang akan melanjutkan jenjang Pendidikan ke Pendidikan Tinggi.

    Secara fisik telah disiapkan oleh Pemkab Kotim seluasa 10 hetar lahan. Sementara diutuhkan sekitar 30 hektar lahan. Apakah permasalahan pembukaan Universitas hanya melulu soal bangunan yang berdiri di atas lahan sendiri?.

    Tentu saja tidak. Dalam kaitan ini ada dua cara untuk berdirinya sebuah PTN, yaitu mendirikan baru dan atau melebur PTS yang ada menjadi PTN.

    Aspek Historis
    Bahwa yang terakhir didirikan PTN diresmikan oleh presiden SBY sebanyak 8 PTN, yaitu Universitas Teuku Umar di Meulaboh Aceh, Universitas Tidar Magelang, Universitas Siliwangi Tasikmalaya, Universitas 19 November Kolaka Sulawesi Tenggara, dan 3 politeknik negeri masing-masing di Subang (Jabar), Ketapang (Kalbar) dan Tanah Laut (Kalsel) dan Politeknik Madiun di Jawa Timur.

    Sebenarnya kriteria pendirian PTN baru itu substansinya tidak jelas benar. Berdasarkan sejarahnya, setiap provinsi minimal punya satu PTN, terasa sudah pas. Makanya, di provinsi baru bermunculan PTN baru, yakni dengan merubah status PT yang dulunya swasta menjadi negeri yang ada di provinsi baru tersebut.

    Itulah yang antara lain dialami Universitas Tirtayasa Serang (Banten), Universitas Bangka Belitung, dan juga Universitas di Ternate, dan provinsi pemekaran lain. Sementara itu bisa saja jika di satu provinsi sangat banyak penduduknya, didirikan PTN di luar ibukota provinsi, seperti di Malang, Jember, Solo, dan Purwokerto.

    Inilah yang berlanjut ke Cirebon, Tasikmalaya dan Magelang. Tapi pasti menimbulkan kecemburuan bagi kota skala sedang lainnya seperti Pekalongan, Tegal, Kediri, Madiun, dan sebagainya.

    Dalam kaitan ini dapat saja PT swasta bisa dinegerikan dengan dasar pertimbangan historis. Ini yang sedang diproses untuk Universitas Pancasila Jakarta, dan konon juga Universitas Trisakti Jakarta. Meskipun harus diakui, alasan historis sangatlah subjektif, tergantung apa maunya pihak yang membuat persepsi.

    Tapi kalau di Aceh, dengan penduduk dibawah 5 juta jiwa, yang sudah punya Universitas Syiah Kuala, Universitas Islam Negeri, dan Universitas Malikussaleh Lhok Seumawe, masih ditambah lagi dengan yang baru diresmikan di Meulaboh, memang sesuai dengan kekhususan Aceh sebagai Nangroe Aceh Darussalam.

    Demikian pula dengan yang di Kolaka, padahal sudah ada Universitas Haluoleo di Kendari. Nampaknya daerah lain yang menginginkan berdirinya PTN di wilayahnya juga sudah berancang-ancang.

    Misalnya di Sumatera Barat, ada Universitas Bung Hatta yang sudah cukup mapan, namun karena berlokasi di Padang yang sudah ada Universitas Andalas dan Universitas Negeri Padang, namun tetap dicari legitimasinya.

    Melalui Permendiknas
    Untuk saat ini permasalahan yang berhubungan dengan pendirian Perguruan Tinggi (PT) baru mengacu pada Permendikbud No. 17 Tahun 2014 Tentang Perguruan Tinggi Negeri.

    Ini dijadikan dasar sebab orientasi dan cita cita masyarakat Kotim adalah berdirinya Perguruan Tinggi Negeri, sebagaimana yang ada di Palangkaraya yaitu Universitas Palangkaraya.

    Bahwa pendirian PTN negeri harus memenuhi persyaratan yang bersifat baku yaitu: memiliki studi kelayakan, memiliki rancangan statuta; memiliki rancangan program akademik; memiliki rancangan rencana strategis; memiliki rancangan sistem penjaminan mutu; dan memiliki rancangan susunan organisasi. Persyaratan itu sebutlah syarat subtantif. Ibarat tumpukan kertas, persyaratan ini sudah sangat tebal.

    Selain persyaratan substantif sebagaimana dimaksud, pendirian PTN baru harus menyediakan berbagai persyaratan lain yaitu penyediaan lahan yang bersertifikat yang disediakan oleh Pemerintah atau Pemerintan Daerah dan untuk luasannya diatur tersendiri.

    Berikutnya harus tersedia dosen dan tenaga kependidikan, yang kualifikasinya diatur dengan Peraturan Menteri yang secara sederhana untuk mengajar di strata S1 harus bergelar magister, untuk Strata-2 harus bergelar Doktor.

    Untuk sementara diasumsikan yang akan dibuka adalah Program Studi (Prodi) tingkat S-1. Maka harus disediakan dosen sendiri, yang jumloah rasio antara dosen dan mahasiswanya kurang lebih satu berbanding 25an.

    Dosen dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud disediakan oleh Pemerintah melalui pengangkatan pada PTN terdekat sampai ditetapkannya pembentukan perguruan tinggi negeri baru.

    Demikian pula harus harus tersedia sarana dan prasarana pendukung penyelenggaraan perguruan tinggi sesuai dengan standar nasional Pendidikan Tinggi serta ada rekomendasi pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/Kota dimana PTN akan didirikan.

    Nampaknya persyaratan ini tidak begitu sulit dipenuhi. Sebabnya berhubungan erat dengan politis kawasan, karena juga harus secara praktis ada pendekatan yang efektif terhadap instansi terkait khususnya Mendiknas.

    Demikian pula masih banyak persyaratan lain yang dirinci oleh Permendiknas tesebut. Intinya bahwa semuanya sangat tergantung dengan Rupiah yang harus disediakan untuk kebutuhan dimaksud.

    Untuk itu agar tidak terlalu utopis dengan kondisi ini hendaknya benar benar dipesiapkan secara matang hal hal yang ada dalam Permendikbud dimaksud sehingga kesemuanya tidak sekadar utopis atau angan angan.

    Untuk langkah berikutnya didiskusikan tentang mungkin atau tidak mungkinnya. Satu dan lain hal jarak antara Palangkaraya yang sudah mempunyai PTN yaitu UNPAR dengan Sampit relatif tidak terlalu jauh, dapat dijangkau transportasi regouler dan bisa disebut mudah.

    Apakah ini saja tidak cukup?

    Tanpa bermaksud mementahkan rencana, dan daripada menghabiskan eneregi untuk berpikir dan merencanakan sesuatu yang bersifat utopia, tidakkah memikirkan hal yang lain saja?.***