Kebijakan Ketumpahan Minyak Kelapa Sawit

    Oleh : Hangesti Rahayu Sri Padmaningrum (Mahasiswa Semester II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang)

    KALIMANTAN merupakan pulau besar yang mendapatkan julukan paru-paru dunia, karena memiliki luas hutan sekitar 40,8 juta hektare, dengan hutan yang sangat luas pulau ini bisa memberikan oksigen kebanyak makhluk hidup lainnya. Tetapi, bagaimana keadaan paru-paru dunia tersebut saat ini? Yang awalnya merupakan hutan yang luas dan memiliki beraneka ragam flora dan fauna didalamnya. Dan berbagai ekosistem didalamnya saat ini sudah menjadi sorotan dunia karena banyaknya penyebab kerusakan hutan itu sendiri diantaranya semakin luasnya perkebunan kelapa sawit, penebangan hutan secara liar yang membabi buta dan kotribusi masyarakatnya sendiri masih sangat kurang dalam mempertahankan ataupun memperbaiki hutan sendiri, hal seperti inilah yang menyebabkan ekosistem tidak seimbang.

    Bahkan, setiap tahunnya lebih dari 600 ribu hektar kerusakan hutan di Kalimantan terus berlangsung. Dan hal ini menyebabkan pulau Kalimantan menjadi pulau dengan kerusakan hutan paling tinggi. Pembukaan dan bahkan perluasan lahan perkebunan kelapa sawit juga menjadi penyebab kerusakan di hutan kalimantan yang menjadi permasalahan yang banyak di bahas saat ini. Berdasarkan data statistik perkebunan indonesia luas perkebunan kelapa sawit di Kalimantan terus meningkat dari tahun ke tahun dengan laju pertumbuhan sebesar 6,72%. Pada tahun 2014, Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang diterbitkan Pemerintah di Kalimantan sudah mencapai 9,14 juta hektare, meskipun baru sekitar 2,78 juta hektare yang telah mengantongi Hak Guna Usaha (HGU). Dengan semakin luasnya perkebunan kelapa sawit maka ekosistem hayati hutan semakin kehilangan fungsinya, karena kelapa sawit sendiri tidak bisa menjadi seperti ekosistem hayati seperti hutan, bahkan hewan yang bisa hidup di dalam ekosistem kelapa sawit sendiri rata-rata hanya hewan-hewan perusak tanaman seperti, tikus, babi, ular. Dan pembukaan lahannya dengan cara dibakar, pohon kelapa sawit juga merusak tanah menurut peneliti lingkungan dari Universitas Riau, Ariful Amri Msc, dengan penelitiannya mengenai kerusakan tanah yang diakibatkan perkebunan kelapa sawit. Berdasarkan penelitiannya, dalam satu hari satu batang pohon sawit bisa menyerap 12 liter unsur hara dan air dalam tanah. Hal ini pula yang menjadi penyebab kekeringan pada saat musim kemarau dan wilayah yang ditanami oleh pohon kelapa sawit akan mengalami kekeringan tersebut.

    Tetapi setiap hal selalu memiliki sisi positif dan sisi negatif, perkebunan kelapa sawit juga setidaknya memiliki beberapa hal positif seperti dilihat dari segi ekonomi, perkebunan kelapa sawit banyak membuka lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat terutama yang masih memiliki pendidikan dan keterampilan yang kurang banyak dari mereka sudah bisa bekerja meski hanya menjadi buruh yang sebagian besar melakukannya karena desakan ekonomi, bahkan ada yang sampai merantau untuk bekerja di perkebunan kelapa sawit. Dan pembangunan daerah juga meningkat, karena pembuatan jalan untuk akses menuju perkebunan kelapa sawit itu sendiri. Industri perkebunan merupakan kekuatan dan penopang ekonomi nasional. Pada 2016, industri perkebunan memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar Rp 429 triliun. Pendapatan sektor perkebunan ini telah melebihi sektor minyak dan gas (migas) yang nilainya hanya Rp365 triliun.

    Dan dengan melihat beberapa hal positif dari di dirikannya perusahaan perkebunan sawit hal-hal tersebut tidaklah sebanding dengan kerusakan atau dampak negatif yang diakibatkan oleh perkebunan sawit yang sangat merugikan bagi kelestarian hayati hutan kalimantan bahkan satwa yang juga terancam keberlangsungan hidupnya karena terbentuknya ekosistem yang tidak seimbang. Dari ekosistem hayati yang rusak maka satwa yang didalamnya pun pasti akan terkena dampaknya, dan kemudian manusia juga akan merasakan dampak yang terjadi karena kerusakan ekosistem, bisa saja ketika kerusakan ekosistem sudah terjadi maka untuk memperbaikinya sangat lah lama, karena ekosistem yang terbentuk secara alami sangat jauh berbeda dengan ekosistem buatan manusia.

    Karena masa pertumbuhan kelapa sawit yang yang cukup lama yaitu sekitar 25 tahun tergantung dari nilai ekonomis tanaman itu sendiri, dan selama itu pula pohon kelapa sawit dipupuk sejak pembibitan hingga kelapa sawit dewasa dan terus dipupuk agar menghasilkan panen yang sesuai dengan keinginan para petani sawit. Pemupukan setiap 4 bulan sekali dengan beberapa jenis pupuk, yaitu urea 250 gram, rockphosphat 200 gram, borat 1 sendok teh. Pemupukan satu jenis dengan jenis lainnya dilakukan tersendiri dengan minimal interval selisih 2 minggu dari pemupukan satu jenis ke jenis lainnya. Jadi, apabila dibayangkan selama itu tanah selalu terkontaminasi oleh zat-zat kimia, hanya untuk menghasilkan panen yang sesuai tanpa mencari tau bagaimana cara mengembalikan kesuburan tanah apabila setelah digunakan sebagai lahan kelapa sawit yang terkontaminasi oleh zat-zat kimia selama kurang lebih 25 tahun, apa yang akan terjadi di masa mendatang apabila tanah yang bekas ditanami oleh kelapa sawit tidak bisa di gunakan lagi untuk menanam tanaman lainnya karena kerusakan tanah yang masih tidak tahu bagaimana cara mengembalikan kesuburannya.

    Izin pembukaan lahan kelapa sawit yang tidak dipersulit

    Karena kelapa sawit sendiri terlalu banyak memiliki dampak negatif dari pada dampak positif, dilihat dari dampak positif yaitu hanya di bidang ekonomi, kelapa sawit sangat meraja rela dimana para investor dan pemerintah sangat memanfaatkan keuntungan tersebut, tetapi tanpa memikirkan terhadap bidang lainnya dan kerusakan yang akan di timbulkan oleh tanaman tersebut. Bisa saja karena pemerintah merasa kelapa sawit sangat ikut berperan dalam pembangunan daerahnya sehingga pemerintah sendiri dengan sangat ringan untuk memberikan perizinan kepada para investor untuk terus membuka lahan, tanpa memikirkan apa yang akan terjadi di masa mendatang. Dengan ringan nya pemerintah memberikan izin kepada para investor menjadikan perkebunan kelapa sawit sangat cepat menyebar bahkan, hanya dengan jangka waktu sebentar saja pulau kalimantan sudah sangat banyak memiliki hutan sawit bukan lagi hutan rimbanya, dan hutan rimba sendiri semakin sedikit karena pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit. Karena sekarang ini pemerintah maupun investor masih mengutamakan dari segi perekonomi, yaitu untung investor sendiri untuk keuntungan nya, sedangkan pemerintaha menggunakan hasil dari perkebunan kelapa sawit untuk membangun daerahnya, tanpa memikirkan apa yang akan terjadi di masa mendatang dengan keadaan hutannya. Karena hingga sampai saat ini masih tidak ada gerakan untuk menyeimbangkan kerusakan yang di sebabkan oleh perkebunan kelapa sawit. Gerakan-gerakan untuk pencegahan ataupun penanggulangan masih belum ada, baik itu dari masyarakatnya sendiri ataupun dari pemerintah, karena pemerintah masih mementingkan pembangunan untuk daerahnya yaitu infrastrukturnya. Lalu, apa yang sudah dilakukan pemerintah untuk meminimalisir untuk perluasan perkebunan kelapa sawit yang semakin menjadi-jadi? Hingga saat ini masih tidak ada gerakan yang menentang dan menanggulangi kelapa sawit, karena kuatnya kontribusi kelapa sawit dalam pembangunan, yakni melalui bidang ekonomi dan pemerintah juga sangat mendukung, sehingga ancaman untuk hutan-hutan dan fauna yang ada semakin mengerikan.

    Karena untuk saat ini kita masih belum merasakan dampak yang sangat mengerikan dari perkebunan kelapa sawit sendiri, sehingga yang dilakukan baik pemerintah, investor, ataupun masyarakat masih mengutamakan kepentingan ekonominya, tanpa memperdulikan apa yang akan terjadi di masa mendatang. Karena hutan yang semakin menghilang dengan dialih fungsikan menjadi perkebunan, dan tindakan pemerintah masih sangat kurang dalam menyeimbangkan kerusakan dengan tindakan yang bertujuan untuk kelestarian lingkungan, setidaknya ada tindakan penanam tanaman baik itu bunga atau pohon yang bisa di upayakan di permukiman penduduk di perkotaan yang bisa mengurangi efek yang akan dirasakan di masa mendatang, dan memberikan himbauan kepada masyarakat mengenai penanaman tanaman yang bisa di tanam di sekitar rumah warga, dan tindakan reboisasi yang lebih di gencarkan dari pada memberikan keringan untuk pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan terus menerus. (*)