6 Tahun Berjalan, Petani Menanti Keajaiban Bagi Aturan Larangan Expor Rotan

    Opini: Penulis Sudarmo R Nehang (Wartawan Beritasampit.co.id)

    SAMPIT – Pasca dikeluarkannya lima paket kebijakan secara bersamaan untuk melarang kegiatan ekspor rotan beberapa tahun silam, baik dalam bentuk mentah, rotan asalan, maupun setengah jadi itu kini, para pengusaha dan petani rotan diseluruh penjuru negeri ini menjerit.

    Kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah pusat untuk mendorong hilirisasi industri rotan ini malah justru berbalik menghimpit petani rotan dan pelestariannya. Bicara fakta yang ada, selain harg nilai jual rotan yang semakin melemah, bukti pemanfaatan rotan bagi negeri ini yang sebelumnya digalakkan itupun belum juga terbukti.

    Fakta tidak pernah bicara bohong, kantor instansi, sekolah, dan lainnya yang sebelumnya jadi solusi untuk kelangsungan industri rotan dalam negeri ini belum juga terlihat, salah-satunya di Pulau Kalimantan Tengah, yang sejatinya warganya menolak atas kebijakan larangan expor rotan tersebut beberapa waktu lalu.

    Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 35 Tahun 2011 mencatat secara tegas untuk melarang ekspor rotan yang mencakup secara keseluruhannya. Sedangkan kebijakan lain yang diterbitkan berupa Permendag Nomor 36 Tahun 2011 tentang pengangkutan rotan antarpulau dan Permendag Nomor 37 Tahun 2011 tentang barang yang disimpan di gudang dalam penyelenggaraan sistem resi gudang tersebut, justru membuahkan praktik ilegal yang menimbulkan pelanggaran hukum oleh oknum pengusaha rotan tanah itu sendiri.

    Selain itu masalah rotan yang kembali diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 90/M-IND/PER/11/2011 tentang perubahan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 119/M-Ind/Per/10/2009 tentang peta jalan pengembangan kluster industri furnitur, terutama furnitur rotan, yang berlaku mulai 2 Januari 2012 lalu ini hanya menuai pro dan kontra di kalangan petani rotan,terutama di Provinsi Kalteng, khususnya 4000 petani rotan yang tergabung dalam Asosiasi petani rotan di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) ini.

    Bahkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang penetapan rencana produksi rotan lestari secara nasional periode tahun 2012 lalu, yang berasal dari pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu rotan ini sedikit menguntungkan demi kelestarian rotan bukanlah solusi tepat bagi para petani rotan itu sendiri.

    Sejatinya Rotan adalah karya tanam, Rotan mempunyai riwayat dan asal-usul yang jelas yakni melalui proses budidaya oleh para petani sejak zaman dulu, kemudian dijadikan mata penceharian oleh sebagian masyarakat tanah air yang sampai dengan saat ini masih menggantungkan hidup dari penghasilan rotan tersebut.

    Larangan Expor Rotan hanya akan menghambat proses pelestariannya, Rotan hampir sama seperti kepala sawit jika tidak di panen, Rotan akan stress, dan mengahilkan tunas yang semakin mengecil, semakin mengecilnya tunas rotan, maka proses tumbuh kembangnya tidak akan berjalan dengan baik, sebab pupuk bukanlah makanan sehari-hari rotan dalam perawatannya.

    Rotan yang bisa hidup didaerah berair dan daratan bukit ini, bukan species tumbuhan manja yang harus di jaga dengan ketat agar tidak ditebang dan di gunakan oleh manusia, tetapi justru dengan di panen sesuai dengan kebutuhan petani, maka rotan akan semakin bertunas.

    Kendala rotan sulit berkembang bukan karena di expor keluar negeri, tetapi tumbuhan kayu yang selalu menjadi topangan rotan itu sendiri sudah digunduli oleh oknum-oknum tertentu. Cara terbaik mempertahankan eksistensi rotan tidak mesti harus melarangnya pergi dari negeri ini, tetapi hendaknya melestarikannya dengan cara yang baik dan benar.

    Dengan dilarang expor, petani akan semakin malas merawat rotan, tidak terawatnya rotan sama saja tidak terawatnya hutan, rotan dan kayu selalu ada di satu tempat yang sama dimanapun adanya rotan.

    (beritasampit.co.id)