HMI Cabang Palangka Raya Sikapi Penolakan Pemutaran Film 212

    PALANGKA RAYA – Maraknya sikap-sikap penolakan terhadap aktivitas masyarakat di Kalimantan Tengah khususnya Kota Palangka Raya yang mengatasnamakan Dayak mendapat perhatian dari Ketua Furmatuer Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang palangka Raya Donnal Setiawan rabu (16/5/18)

    Dia sangat menyayangkan aksi penolakan-penolakan atas nama suku Dayak di Palangka Raya tanpa melakukan komunikasi dan konfirmasi yang baik lebih dahulu dengan beberapa pihak.

    Terkhusus ia menyoroti masalah penolakan pemutaran film 212 The Power Of Love pada 14 Mei 2018 dan 16 Mei 2018 oleh segelintir orang yang mengatasnamakan Dayak agar film 212 dibatalkan penayangannya.

    Donnal mengatakan “Penolakan-penolakan seperti inilah yang malah akan menimbulkan sentimen antar golongan dan keyakinan serta memunculkan persepsi yang bermacam-macam terhadap kerukunan di Kalimantan Tengah,” ucapnya dalam rilisya yang diterima Beritasampit.co.id. Rabu, 16/05/18.

    Lanjut pemuda asal Kotim ini, Masyarakat maupun pemuda Dayak sendiri sudah mempunyai lembaga yang sah dan legal secara Hukum yaitu Dewan Adat Dayak (DAD) dan Gerakan Pemuda Dayak (Gerdayak) Kalteng yang sudah diakui pemerintah dan masyarakat sebagai wadahnya berhimpun dan memusyawarahkan suatu hal.

    Menurutnya apabila apa yang menjadi pertanyaan dan kekhawatiran tersebut kurang mendapat respon dari DAD seharusnya jangan langsung melakukan tindakan penolakan, melainkan harus duduk baik-baik untuk membicarakan hal tersebut

    “Saya sendiri selaku Pemuda Asli Dayak utus Sei Mentaya Hulu merasa keberatan dan menyayangkan aksi-aksi penolakan yang mengatasnamakan Dayak tanpa dilakukan komunikasi terlebih dulu dengan tokoh-tokoh dan pemuda Dayak lainnya, ini hanya akan menimbulkan kesan bahwa Dayak adalah suku yang sensitif, arogan, tidak terbuka, serta tidak menjunjung tinggi musyawarah dalam menyikapi sesuatu,” tegasnya.

    Dirinya juga menyayangkan sikap yang dilakukan oleh kelompok yang mengatas namakan Dayak hingga hendak memboikot film 212 The Power Of Love.

    “Kita sebagai Pemuda Dayak harus cerdas dan berpikir luas sebelum menyatakan suatu sikap, kalau ingin tahu ya bertanya dengan orang yang tahu, bukannya langsung menyimpulkan yang tidak baik, melaporkan dan bahkan hendak memboikot, Saya sendiri bukanlah panitia dari nonton bareng film 212 tersebut, tapi saya hanya miris melihat keadaan di Kalteng saat ini. Sedikit-sedikit melaporkan, dan keberatan mengatasnamakan Dayak tanpa melakukan kajian dan menggali informasi terkait film yang ditayangkan tersebut,” jelasnya.

    “Saya berani menjamin bahwa film tersebut tidak mengandung SARA, justru malah lebih mengangkat tentang kerukunan umat dan pancasila di Indonesia. Sebelum melakukan penolakan seharusnya ditonton dulu baru dapat menyimpulkan apakah film tersebut baik atau tidak. Kan gitu,” Ucap Mantan Ketua Hima Kotim tersebut.

    Dia berharap agar kedepan tidak terjadi lagi hal-hal seperti ini, lebih baik duduk bersama, langsung komunikasi.

    “Intinya saya berani tegaskan bahwa tidak semua warga Dayak menolak film tersebut ditayangkan. Hanya sebagian orang saja. Kalteng adalah daerah yang damai, aman dan tentran, kedamaian dan ketentraman itu dari kita, oleh kita dan untuk kita bersama, dan akan hancur juga oleh tangan kita apabila tidak bersama-sama menjaganya,” tutupnya

    (Sps/beritasampit.co.id)

    EDITOR : MAULANA KAWIT