Masih Terjadi Penyiksaan bagi Pekerja Migran Indonesia di Qatar

    JAKARTA – Masih saja terjadi penyiksaan bagi Pekerja Migran Indonesia di Qatar seperti disiksa dengan disetrika, dipukul kepala dengan wajan penggorengan, dinikahi siri hingga ditelantarkan. Bahkan ada yang dikriminalisasi.

    Beberapa kisah ini terungkap dalam kunjungan Delegasi Komite III DPD RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komite III DPD RI, Abdul Aziz ke shelter pekerja migran Indonesia bermasalah di KBRI Doha, Qatar, Senin ( 28/5/18).

    Dalam sambutannya, Ketua Delegasi Komite III DPD RI Senator dari Sumatera Selatan, Abdul Aziz menyatakan bahwa kehadiran DPD RI di Qatar untuk meninjau dan melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Qatar.

    Anggota DPD ini saat bertemu Pekerja Migran Indonesia Bermasalah di Qatar di KBRI Doha, menampung sekitar 45 pekerja migran bermasalah yang masih menunggu penyelesaian kasus mereka, hingga proses kepulangan ke tanah air.

    Beberapa kasus pekerja migran Indonesia di Qatar diantaranya berkaitan dengan pekerjaan yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan, dokumen ditahan, gaji tidak dibayarkan serta ada disiksa.

    “Kami sedang mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh pekerja migran Indonesia yang bermasalah dan akan membantu mencarikan solusinya,” ujar Abdul Aziz.

    Banyaknya kasus pekerja migran Indonesia banyak disebabkan oleh proses keberangkatan yang unprosedural. Yaitu penempatan pekerja migran yang tidak melalui prosedur yang berlaku ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.

    Adanya pekerja migran Indonesia unprosedural biasanya diawali dari sejak proses keberangkatan di Indonesia. Mereka yang berangkat secara unprosedural umumnya di iming-imingi pekerjaan dengan gaji tinggi di luar negeri, terdesak kebutuhan keluarga, hingga dipaksa berangkat karena hutang budi setelah dipinjami uang.

    Kisah Wastiri, TKW asal Jawa Tengah, mengalami penyiksaan dari majikan perempuan. “Saya sempat minta pulang tapi gak dikasih, surat-surat diambil, sering disiksa majikan perempuan ketika anak-anaknya tidak di rumah, hingga pernah disetrika,” ujar Wastiri.

    Kasus yang dialami Sani, TKW dari Banten, yang sering disiksa majikan perempuan karena cemburu. “Saya dituduh ngambil perhiasan majikan hingga disiksa dan dipukul kepala dengan penggorengan,” tutur Sani.

    Lain lagi kasus dialami Nanang dan Dede, dua bersaudara dari Cianjur. Yang harus membayar 16 juta untuk bisa pergi ke Qatar karena akan bekerja sebagai dekorasi. Tetapi sesampainya di Qatar malah dipekerjakan sebagai buruh bangunan.

    “Saya dijanjikan gaji oleh sponsor 2.500 QR, tetapi hanya dibayar 1.000 QR,” kata Nanang.

    Sementara kasus yang dialamai Casmen binti Basir, TKW asal Indramayu dinikahi secara siri oleh majikan laki-laki tapi tidak bertanggung jawab. “Saya 11 tahun belum pulang ke Indonesia, dan sekarang memiliki anak umur 7 tahun, ” ujar Casmen.

    Beberapa kasus yang dialami oleh pekerja migran Indonesia di Qatar ditanggapi oleh GKR Ayu Koes Indriyah, senator dari Jateng, yang meminta kasus–kasus ini agar dapat dijadikan pelajaran.

    “Kami meminta pemerintah untuk lebih memperhatikan pekerja migran Indonesia yang bermasalah,” ucap GKR Ayu.

    Senator Sultra, Abd. Jabbar Toba menghimbau para pekerja migran Indonesia yang bermasalah untuk kembali ke tanah air dan tidak mudah terpengaruh bujukan orang.

    “Jangan mudah terbujuk janji muluk-muluk untuk bekerja di luar negeri,” ujar Abd. Jabbar Toba.

    Delegasi Komite III DPD RI terdiri dari Abdul Aziz (Sumsel), Rosti Uli Purba (Riau), GKR Ayu Koes Indriyah (Jateng), I Gusti Ngurah Arya Wedakarna (Bali), Habib Hamid Abdullah (Kalsel), Rafli (Aceh), Muslihuddin Abdurrasyid (Kaltim) dan ABD. Jabbar Toba (Sultra).

    (jan/Beritasampit.co.id)