Masjid Istiqlal Seakan Terlupakan Jasa Bung Karno serta Tokoh Agama

    JAKARTA – Jika ditanya pada anak zaman now, siapa berperan dalam mendirikan Masjid Istiqlal megah dan terbesar di Asia Tenggara? Kebanyakan jawabnya hanya geleng-geleng kepala tanda tidak tahu.

    Mungkin juga sebagai masyarakat lainnya kebanyakan tidak tahu juga siapa pendiri dan pelaksana sehingga masjid yang kini jadi ikon masyarakat Jakarta serta tempat salah satu para tamu kepala negara berkunjung itu ada. Terakhir dari Raja Arab Saudi.

    Saat duduk di dalam masjid yang semua lantai dialasi karpet tebal sehingga bisa duduk berlama-lama karena ruangan itu dingin selain dibantu hembusan angin dari luar karena masjid ini dirancang tidak berdinding, terbuka sehingga angin sepoi-sepoi masuk ke ruangan tempat salat.

    Salat di tempat ini setelah ke luar mengitari lobi akan menjumpai beberapa orang asing yang berkunjung ke masjid megah semua berwarna putih. Mereka didampingi pemandu wisata karena masjid ini salah satu obyek wisata terbuka untuk umum termasuk yang non Muslim.

    Keluar ketika berdiri menghadap arah timur memandang agak jauh melintas taman masjid akan terlihat bangunan berbentuk kerucut tajam ke arah langit. itu adalah Gereja Katedral yang terbesar juga di wilayah Jakarta.

    Agak sebelah kanan terlihat patung berdiri dengan raut muka berteriak dan kedua tangan membentang ke samping sedangkan kedua pergelangan tangan ada rantai mengikat dengan ring rantai kedua ujungnya putus. Itu adalah Patung Pembenahan Irian Jaya yang kini ganti nama Papua.

    Masjid Istiqlal jika diartikan secara umum Masjid Merdeka ini, kalau berjalan ke arah barat maka akan jelas terlihat ujung Monas ada emas menutupi akur gerak gejolak api.

    Memasuki Masjid Istiqlal jika salat Jumat empat pintu akan dibuka yaitu di pintu utama jika menghadap masjid ada di bagian kanan. Juga ada agak jauh bagian kiri. Begitu juga pintu sebelah selatan dan agak menjauh dari itu pintu VIP jika ada tamu negara atau kepala negara ingin ke tempat ini.

    Hari biasa ataupun hari Jumat jika ingin masuk ke dalam dan mau ambil wudhu setiap pengunjung harus lewat pintu dektektor yang dijaga oleh keamanan dalam rangka menjaga keamanan bersama

    Saat duduk di tangga semua dilapisi marmer alami ditiup angin sepoi-sepoi teringatlah sering berkunjung ke tempat ini saat KH Hasan Basri ulama besar dari Kalimantan yang jika bertemu di kantor pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI) ruang kantornya di lantai dasar masjid besar ini atau di bawah lantai tempat salat.

    Teringat juga dengan tokoh dari Kalimantan H Amidhan yang kini masih aktif di MUI.

    Tapi sekarang kantor MUI tidak di Istiqlal lagi sudah pindah ke Jalan Proklamasi berhadapan dengan Monumen Proklamasi tempat Bung Karno didampinngi Bung Hatta membacakan naskah teks Proklamasi 17 Agustus 1945.

    Saat duduk di tangga masjid itu pula memori ke belakang ingat tokoh agama lainnya, maka teringat pula tentang sejarah Istiqlal.

    Dari beberapa info dan literatur termasuk Wikipedia, maka diketahui pembangunan masjid ini diprakarsai oleh Presiden Republik Indonesia Ir Soekarno (Bung Karno). Dengan peletakan batu pertama tanda dimulainya pembangunan Masjid Istiqlal dilakukan oleh Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1951.

    Masjid ini memiliki arsitektur modern dengan dinding dan lantai berlapis marmer, dihiasi ornamen geometrik dari baja antikarat.

    Bangunan utama masjid ini terdiri dari lima lantai dan satu lantai dasar. Bangunan utama itu dimahkotai satu kubah besar berdiameter 45 meter yang ditopang 12 tiang besar.

    Menara tunggal setinggi total 96,66 meter menjulang di sudut Selatan selasar masjid. Masjid ini mampu menampung lebih dari 200.000 jamaah.

    Selain digunakan sebagai aktivitas ibadah umat Islam, masjid ini juga digunakan sebagai kantor berbagai organisasi Islam di Indonesia, aktivitas sosial, dan kegiatan umum.

    Masjid yang selesai dibangun 22 Februari 1978 ini biaya pembangunan Rp7 miliar atau 12 juta Dolar Amerika.

    Masjid besar dan ikon Indonesia ini tidak akan ada jika ide awal tidak muncul yaitu pada 1950, KH Wahid Hasyim menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia dan H Anwar Tjokroaminoto dari Partai Syarikat Islam mengadakan pertemuan dengan sejumlah tokoh Islam di Deca Park, sebuah gedung pertemuan di jalan Merdeka Utara, tidak jauh dari Istana Merdeka.

    Pertemuan dipimpin KH Taufiqurrahman membahas rencana pembangunan masjid. Gedung pertemuan yang bersebelahan dengan Istana Merdeka itu, kini tinggal sejarah. Deca Park dan beberapa gedung lainnya tergusur saat proyek pembangunan Monumen Nasional (Monas) dimulai.

    Pada pertemuan di gedung Deca Park tersebut, secara mufakat disepakati H. Anwar Tjokroaminoto sebagai ketua Yayasan Masjid Istiqlal. Dia juga ditunjuk secara mufakat sebagai ketua panitia pembangunan Masjid Istiqlal meskipun dia terlambat hadir karena baru kembali ke tanah air setelah bertugas sebagai delegasi Indonesia ke Jepang membicarakan masalah pampasan perang saat itu.

    Pada tahun 1953, Panitia Pembangunan Masjid Istiqlal, melaporkan rencana pembangunan masjid itu kepada kepala negara.

    Presiden Soekarno menyambut baik rencana tersebut, bahkan membantu sepenuhnya pembangunan Masjid Istiqlal.

    Agar masjid bisa terwujud dibangun maka dibuat Yayasan Masjid Istiqlal disahkan dihadapan notaris Elisa Pondag pada tanggal 7 Desember 1954.

    Presiden Soekarno mulai aktif dalam proyek pembangunan Masjid Istiqlal sejak dia ditunjuk sebagai Ketua Dewan Juri dalam Sayembara maket Masjid Istiqlal yang diumumkan melalui surat kabar dan media lainnya pada tanggal 22 Februari 1955.

    Melalui pengumuman tersebut, para arsitek baik perorangan maupun kelembagaan diundang untuk turut serta dalam sayembara itu.

    Terjadi perbedaan pendapat mengenai rencana lokasi pembangunan Masjid Istiqlal. Ir H Mohammad Hatta (Wakil Presiden RI) berpendapat lokasi paling tepat untuk pembangunan Masjid Istiqlal di Jalan Moh Husni Thamrin karena lokasi itu lahan kosong. Setelah beberapa tahun dibangun Hotel Indonesia. Dengan pertimbangan lokasi tersebut berada di lingkungan masyarakat Muslim.

    Sementara itu, Presiden Ir Soekarno mengusulkan lokasi pembangunan masjid di Taman Wilhelmina, yang di dalamnya terdapat reruntuhan benteng Belanda dan dikelilingi oleh bangunan-bangunan pemerintah serta pusat-pusat perdagangan, dekat dengan Istana Merdeka.

    Selain itu Soekarno juga menghendaki masjid negara Indonesia ini berdampingan dengan Gereja Katedral Jakarta untuk melambangkan semangat persaudaraan, persatuan dan toleransi beragama sesuai Pancasila.

    Pendapat H Moh Hatta tersebut punya alasan dari segi ekonomi akan lebih hemat karena tidak akan mengeluarkan biaya untuk penggusuran bangunan-bangunan yang ada di atas dan di sekitar lokasi.

    Namun, setelah dilakukan musyawarah, akhirnya ditetapkan lokasi pembangunan Masjid Istiqlal di Taman Wilhelmina. Untuk memberi tempat bagi masjid ini, bekas benteng Belanda yaitu benteng Prins Frederick dibangun pada 1837 dibongkar.

    Hasil sayembara arsitek yang menang adalah Friederich Silaban, lahir di Bonandolok Sumatera Utara, 16 Desember 1912 – meninggal di Jakarta, 14 Mei 1984 umur 71 tahun.

    Arsitek otodidak itu pendidikan formalnya hanya setingkat STM (Sekolah Teknik Menengah). Dia berdedikasi merancang masjid yang spektakuler sungguhpun non Muslim.

    Kini masjid Istiqlal berdiri kokoh, megah, sehingga membjat yang dari daerah penasaran ingin berkunjung ke tempat ini. Sungguh pun kini ada daya tarik masjid lain di Depok Jawa Barat, yaitu Masjid Kubah Emas.

    (jan/Beritasampit.co.id)