KontraS : 20 Tahun Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan: Penanganan Praktiknya di Indonesia Masih Kelam

    JAKARTA – Sepanjang bulan Juni 2017 hingga Mei 2018, KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) setidaknya ada 143 peristiwa penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya.

    Selain itu, kami mencatat 59 peristiwa hukuman cambuk yang diselenggarakan di Aceh. Tidak kurang dari 315 orang menderita luka, yang terdiri dari 263 orang laki-laki dan 52 orang perempuan. Demikian catatan KontraS yang diterima bsritasampit.co.id, Selasa (26/6/2018)

    Dijelaskan salah satu dari Pengurus KontraS Putri Kanesia, praktik penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya dalam periode 2017-2018 ini ternyata tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya sebagaimana yang disampaikan dalam laporan Kontras sejak tahun 2010-2011.

    Dengan kata lain, penyiksaan ini bersifat repetisi atau berulang, berkesinambungan, dan terus menerus dijadikan sebagai cara untuk mendapatkan informasi maupun penghukuman yang dilakukan oleh aparat keamanan dan aparat penegak hukum, jelasnya.

    Padahal, tahun ini, selain digadang-gadang sebagai 20 tahun Reformasi, juga merupakan tahun kedua puluh semenjak Indonesia meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan dan Perbuatan Tindak Manusiawi lainnya (Convention Against Torture-CAT) ke dalam UU No 5 tahun 1998, namun rupanya sejumlah masalah dan kelemahan dalam pencegahan dan penghukuman penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya di Indonesia masih belum ditangani serius oleh negara, sambungnya.

    Bertepatan dengan Hari Dukungan Internasional untuk Korban Penyiksaan atau yang lebih dikenal dengan Hari Anti Penyiksaan Sedunia yang jatuh setiap tanggal 26 Juni, KontraS akan memaparkan secara lebih elaboratif dan komprehensif laporan kami melalui Siaran Pers “20 Tahun Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan: Situasi dan Penanganan Praktik Penyiksaan di Indonesia Masih Kelam”, jelasnya.

    (jan/Beritasampit.co.id)