Mengulik Sejarah Masjid Al-Aqsho Masjid Tertua Tak Lagi “Tua”. BAGIAN (2/2)

    Masjid Al-Aqsho merupakan saksi perkembangan Sukamara sejak berdiri tahun 1928 telah banyak mengalami perubahan. Bangunan yang menjadi pusat beribadah umat Islam Sukamara itu kini tak lagi menunjukkan jejak-jejak sejarah masa lalu setelah banyak mengalami beberapa kali renovasi.

    Masjid Besar Sukamara merupakan nama lain dari masjid Al-aqsho hal itu menjadi sebutan masyarakat kebanyakan di Bumi Gawi Barinjam seiring dengan semakin besarnya bentuk masjid saat ini.

    Perubahan tampak nyata dari bentuk masjid yang tidak lagi menampakkan bangunan tempo dulu, semuanya hilang yang ada adalah bangunan masjid moderen, bahkan ciri yang mengindntifikasikan sebagai masjid tertua di Sukamara juga tidak nampak lagi.

    Kini yang terlihat adalah bangunan kokoh dari beton menggantikan tiang-tiang kayu yang dulu menjadi penyangga Masjid Al-Aqsho. Didominasi warna hijau masjid itu telah berubah seiring perkembangan jaman, dari berbagai sumber yang didapat BeritaSampit.co.id, perubahan fisik pada bangunan masjid paling drastis terjadi sejak tahun 1970 an.

    Pemerintah daerah juga turut andil dalam proses renovasi dengan menggelontorkan sejumlah dana hibah untuk masjid tersebut.

    Menurut salah satu pengurus Masjid Al-Aqsho, Ardiansyah pembongkaran masjid setidaknya terjadi tiga kali diera tahun 70-an, masjid yang memiliki atap linmas berubah bentuk menjadi kubah berlanjut ditahun 80-an bentuk bangunan telah dirombak total hingga tahun 90-an.

    “Pembangunan masih berlanjut sampai sekarang, bahkan saat ini masih melanjutkan pembangunan salah satu menara masjid yang belum selesai,” kata Ardiansyah.

    Perubahan desain masjid pertama di Sukamara yang menghilangkan bentuk aslinya dilakukan lantaran pertambahan umat Muslim Sukamara semakin meningkat dan masjid Al-Aqsho satu-satunya masjid saat itu maka dilakukanlan perluasan bangunan.

    “Kemudian sekitar tahun 1980-an masjid ini kembali direnovasi dan bangunannya makin diperluas karena jumlah jamaah makin bertambah terutama pada hari Jumat,” terang Ardiansyah.

    Sementara itu, Assisten I Setda Sukamara Bidang Pemerintahan dan Kesra, Drs H Chairuddin mengungkapkan perubahan bentuk masjid merupakan wewenang pengurus masjid sehingga seiring dengan bergantinya pengurus lama ke pengurus baru selalu ada perubahan terhadap fisik masjid.

    Dia juga menyayangkan dengan hilangnya nuansa sejarah dari masjid Al-Aqsho, hingga generasi saat ini banyak yang tidak mengetahui sejarah masjid tersebut.

    “Saya masih ingat waktu kecil dulu, atap masjid yang tadinya berbentuk linmas dengan serap malah dibuang diganti dengan kubah seng karena ngetrennya waktu itu seperti itu,” ucapnya sambil mengingat-ingat kejadian masa masjid Al-Aqsho diubah bentuk.

    Diungkapkannya, perubahan bentuk masjid Al-aqsho terjadi sebanyak tiga kali dari atap masjid yang berbentuk linmas dengan serap diubah menjadi kubah seng dan terus diubah menjadi atap kubah cor beton seperti yang saat ini menjadi model Masjid Besar Sukamara.

    Chaeruddin juga mengungkapkan jika Masjid Al-Aqsho tidak bisa dijadikan tempat wisata religi atau cagar budaya, karena bentuk dan sejarahnya sudah hilang.

    “Sudah tidak bisa dijadikan cagar budaya karena nilai sejarah dan bentuk sejarahnya sudah tidak ada,” demikian pungkasnya.(*) Habis

    Penulis : Enny Chorniawati,Wartawan Beritasampit.co.id Sukamara