Punding LH Bangkan : Sapundu, Pantar dan Sandung Bukan Situs Budaya

    PALANGKA RAYA – Masih banyak kalangan masyarakat yang mengira Sapundu, Pantar Dan Sandung yang merupakan situs-situs asli suku Dayak tersebut adalah situs budaya.

    Legislator DPRD Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) Punding LH Bangkan menegaskan, Sapundu, Pantar dan Sandung bukanlah situs budaya, melainkan situs keagamaan.

    “Sebenarnya Pantar, Sapundu dan Sandung merupakan situs keagamaan yaitu Kaharingan dan merupakan situs sakral, sehingga apabila ada yang menyatakan situs tersebut sebagai situs budaya, itu merupakan pemikiran yang salah.”ungkap Punding saat ditemui di Palangka Raya, Selasa (7/8/2018).

    Anggota DPRD Kalteng dari Partai Demokrat ini menjelaskan, situs dan aliran Kaharingan, telah ada sejak zaman nenek moyang suku Dayak di Kalimantan dan hingga saat ini, masih banyak penganut Kaharingan di Provinsi Kalteng.

    Namun pada dasarnya, situs-situs kaharingan seperti Sandung, memang dianggap sakral oleh penganut kaharingan, karna sandung dianggap sebagai pengantar roh menuju ‘Lewu Tataw’ (Surga).

    “Menurut kepercayaan umat Kaharingan, Sandung merupakan situs Sakral agama kaharingan dan Sandung dipercaya sebagai jalan roh leluhur suku Dayak untuk menuju surga. Kita tidak bisa pungkiri itu, karena itulah kepercayan penganut Kaharingan,” jelas Punding.

    Selain itu, dirinya berharap, Berdasarkan keputusan MK No.97/PUU-XIV/2016 tanggal 7 November 2017 tentang Pengakuan agama Kaharingan di Kalimantan agar bisa mendapatan perhatian oleh pihak Pemerintah. Pasalnya, sampai saat ini agama Kaharingan dianggap minim perhatian dan bantuan dari Pemerintah.

    “Agama Kaharingan dan Hindu itu berbeda, jadi kita mengharapkan pihak Pemerintah bisa memberikan perhatian dan bantuan kepada para penganut agama yang telah ada bahkan jauh sebelum republik ini terbentuk,” tutupnya.

    (nt/beritasampit.co.id)

    Editor: FAHRIZAL