Walhi Sikapi Laporan IPCC tentang 1.5 Derat Celsius Pengurangan Emisi

    PALANGKA RAYA-Dalam perjanjian paris tahun 2015 terdapat dua target yang berbeda untuk mereduksi secara sigifikan dampak perubahan iklim. Pertama, membatasi suhu rata-rata global dibawah 2 derajat celsius dibandingkan masa pra industri. Kedua, membatasi kenaikan suhu rata-rata global 1.5 derajat celsius dibandingkan masa pra industri.

    Target yang terakhir merupakan tuntutan dari gerakan masyarakat sipil yang menginginkan keadilan iklim, suhu bumi tidak bisa dibiarkan melewati ambang batas 1.5 derajat celsius. Demikian pendapat Walhi se Indonesia melalui siaran pers yang diterima redaksi beritasampit.co.id, Kamis (11/10/2018).

    Menurut Walhi, laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim atau The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang terbit pada tanggal 8 Oktober 2018 juga memperkuat argumentasi tersebut.

    Laporan IPCC menyatakan bahwa pemanasan global akibat aktifitas manusia telah mencapai sekitar 1 derajat celsius pada tahun 2017 dibandingkan masa pra-industri dan terus meningkat sekitar 0.2 derajat celsius setiap sepuluh tahun.

    Jika emisi global terus meningkat dengan kecepatan seperti sekarang, pemanasan global akan melewati batas 1.5 derajat celsius antara tahun 2030 sampai 2052.

    Naiknya suhu hingga 1.5 derajat celsius akan mengakibatkan dampak yang tidak dapat dihindari terutama bagi keberlangsungan hidup manusia dan spesies lain yang ada di bumi serta memperkecil kesempatan untuk melakukan adaptasi.

    “Dampaknya akan semakin buruk bagi pulau-pulau kecil, negara-negara tropis dan subtropis di belahan bumi selatan termasuk Indonesia. Laporan IPCC juga membandingkan dampak yang disebabkan akibat kenaikan suhu global 1.5 derajat celcius dan 2 derajat celsius,” ucapnya.

    Ditunjukkan dalam laporan tersebut, imbuh Walhi, bahwa jika kita membatasi peningkatan suhu global hingga 1.5 derajat celsius dibandingkan dengan 2 derajat celsius maka akan dapat mengurangi separuh jumlah orang yang menderita karena kelangkaan air dan secara signifikan mengurangi risiko terjadinya cuaca ekstrim termasuk kekeringan dan kebakaran hutan, kelaparan, penyakit dan kematian akibat suhu ekstrim serta kerusakan keanekaragaman hayati dan ekosistem.

    “Pemindahan hingga 10 juta orang karena naiknya permukaan laut juga bisa dihindari jika kita mampu menjaga suhu bumi tidak melewati batas 1.5 derajat celsius. Untuk menahan suhu bumi tidak melebihi 1.5 derajat celcius diperlukan langkah drastis dan cepat untuk penurunan emisi sebesar 45% di tahun 2030 dibandingkan dengan tahun 2010 untuk kemudian emisi global harus berada pada posisi 0% pada tahun 2050,” imbuh Walhi.

    Yuyun Harmono, Manajer Kampanye Keadilan Iklim WALHI mengatakan, Laporan IPCC tersebut menunjukkan bahwa perubahan iklim telah mencapai kondisi darurat. Perbedaan suhu 0.5 derajat celsius saja bisa berakibat pada keselamatan puluhan juta orang di dunia dan musnahnya ekosistem.

    “Dibutuhkan langkah drastis dan cepat dari semua negara termasuk Indonesia untuk menurunkan emisi di sektor energi, hutan dan lahan, industri dan transportasi. Indonesia juga harus segera menghentikan tergantungan pada energi fosil terutama batubara, mempercepat transisi energi bersih yang berkeadilan serta menghentikan deforestasi dan konversi lahan gambut,” ucap Yuyun.

    Lebih lanjut Yuyun menhemukakan, sektor kehutanan dan lahan serta energi selama ini menjadi kontributor utama emisi Indonesia, kedua sektor tersebut menyebabkan kurang lebih 80% dari total emisi.

    Namun, arah perencanaan dan pembangunan sektor energi masih bertumpu pada energi kotor batubara, minyak dan gas. Produksi tambang batubara justru mengalami peningkatan produksi dalam beberapa tahun terakhir.

    Selain itu proyek listrik 35 GW juga masih mengandalkan pembangunan PLTU batubara hingga tahun 2027. Sektor transportasi belum ada kerangka jalan mengurangi dan mencari altenatif penggunaan sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan dan berkeadilan.

    “Laporan IPCC bisa mendorong perencanaan jangka panjang dan menengah yang sedang disusun oleh pemerintah dengan memperhatikan kondisi perubahan iklim global,” ungkapnya.

    Disisi lain kebijakan pemerintah yang tertuang dalam NDC sangat tidak ambisius dan tidak sejalan dengan tujuan menjaga suhu global tidak lebih dari 1.5 derajat celsius. Dalam Laporan IPCC juga disebutkan bahwa target NDC semua negara sesuai Kesepakatan Paris akan tetap menyebabkan pemanasan global lebih dari 1.5 derajat celsius.

    Friends of the Earth Internasional sendiri memprediksi bahwa target NDC seluruh negara akan mendorong suhu global mencapai 2.9 sampai 3.4 derajat celcius pada tahun 2100. Untuk menghindari kenaikan suhu global diatas 1.5 derajat celsius maka emisi global harus beranjak turun bahkan sebelum tahun 2030.

    Menurit Walhi, ada tiga langkah drastis pengurangan emisi tersebut membutuhkan langkah yang cepat dari pemerintah untuk tidak lagi menunggu dan segera bertindak. Tindakan tersebut dapat diawali dengan; pertama, melakukan revisi target dan rencana aksi NDC pemerintah Indonesia agar selaras dengan rekomendasi IPCC untuk menjaga suhu global tidak lebih dari 1.5 derajat celsius serta tidak memasukkan penerapan teknologi yang mahal dan masih diragukan kehandalannya seperti carbon

    capture and storage (CSS) dan bioenergy with carbon capture and storage (BECCS).

    Kedua, segera mengintergasikan pembangunan rendah karbon dalam perencanaan pembangunan baik di tingkat

    nasional dan daerah untuk menjamin langkah pengurangan emisi secara drastis juga dilakukan dalam level daerah.

    Ketiga, memperkuat adaptasi perubahan iklim berbasis ekosistem terutama bagi masyarakat pesisir dan pulau pulau kecil, serta masyarakat yang hidup di pedesaan karena dampak perubahan iklim telah dan akan berdampak langsung bagi keberlanjutan kehidupan mereka sertamenghindari dampak bencana iklim yang lebih parah.

    (gra/beritasampit.co.id)