Guus Hiddink Sambangi Indonesia, Pantau Pemain di Piala Asia U-19 2018

    JAKARTA-Pencinta bola tanah air di kejutkan dengan kehadiran pelatih sepak bola asal warga negara Belanda, Guus Hiddink di Stadion Patriot Candrabhaga, Bekasi, Selasa (23/10/2018).

    Dilansir dari Tempo.Com, Kamis (25/10/2018), kehadiran pelatih kelas dunia itu ternyata hanya untuk menyaksikan permainan tim nasional Cina U-19 dalam putaran final Piala Asia U-19 melawan Arab Saudi pada pertandingan penyisihan grup.

    Hiddink sedang mengamati pemain tim nasional Cina U-19 yang pantas masuk ke dalam skuad pelatih dari Belanda itu sekarang, yakni tim nasional Cina U-21, yang dipersiapkan untuk Olimpiade 2020.

    “Saya melihat ada beberapa pemain U-19 berpotensi di video dan sekarang saya ingin melihat langsung,” kata pelatih berusia 71 tahun itu kepada kantor berita Cina, Xinhua, Oktober 2018 ini.

    Tim Cina U-19 yang disaksikan langsung Hiddink akhirnya menyerah 0-1 dari Arab Saudi sehingga dipastikan tersisih dalam babak penyisihan grup Piala Asia U-19 2018 di Indonesia.

    Sepak bola, seiring perkembangan zaman, semakin kompetitif, apalagi ketika ilmu, keterampilan, skill, dan teknik bermain bola kian bisa diserap di seluruh penjuru dunia karena perkembangan teknologi.

    Tapi, mental merasa rendah diri melawan tim mapan masih sering terjadi. Soal mental itulah yang menjadi salah satu catatan istimewa yang bisa diambil dari Hiddink buat perjuangan Timnas U-19 yang akan melawan Jepang pada perempat final Piala Asia U-19, Minggu 28 Oktober 2018.

    Hiddink merevolusi mental kepercayaan diri pemainnya ketiga bertugas di Korea Selatan pada Piala Dunia 2002.

    Teknik dan kekuatan fisik boleh mendekati, tapi biasanya tim-tim dari Asia akan mengalami rasa kurang percaya diri menghadapi tim-tim mapan dari Eropa. Akibatnya, permainan mereka tidak keluar, tegang karena merasa tertekan, dan kemudian bermain terburu-buru.

    Selama dua tahun sejak 2000, Hiddink membenahi mental para pemain Korea Selatan itu sampai bisa berani “bermain bola” di hadapan raksasa-raksasa sepak bola mapan di Eropa itu pada Piala Dunia 2002 di Jepang dan Korea Selatan.

    Di Piala Dunia 2002, para pemain Korea Selatan di bawah asuhan Hiddink tak lagi menampilkan “sepak bola darurat”, yaitu masuk ke lapangan dalam perasaan tertekan dan kemudian defensif, mengkreasi umpan-umpan sporadis, dan buru-buru menyapu bola ke depan.

    Ada tuduhan kecurangan dan kegeraman dari suporter Italia dan Spanyol yang menilai kekalahan tim-tim mereka pada babak kedua dan perempat final dari tim asuhan Hiddink karena posisi Korea Selatan sebagai salah satu tuan rumah.

    Tapi, secara keseluruhan, revolusi mental Hiddink di tim sepak bola Korea Selatan saat itu adalah hal tak terbantahkan dan banyak dipuji.

    Timnas U-19 Jepang yang akan dihadapi Timnas U-19 Indonesia di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Minggu 28 Oktober 2018, juga adalah tim mapan.

    Jepang juara bertahan, pernah mengalahkan Timnas U-19 beberapa bulan lalu, dan sepak bola mereka sudah jauh berkembang maju dibandingkan Indonesia.

    Padahal pada era 1998, Jepang masih belajar dari Indonesia, antara lain ketika klub Matsushita, mengontrak Ricky Yakobi, mantan bintang penyerang tim nasional Indonesia.

    Tapi, seperti kata Pelatih Timnas U-19 Indra Sjafri, tidak ada yang tidak mungkin dalam sepak bola, termasuk mengalahkan sang raksasa, Jepang, pada perempat final, Minggu mendatang.

    Witan Sulaeman dan kawan-kawan bisa bermain lepas seperti Ahn Jung-hwan dan kawan-kawan pada era Guus Hiddink di Piala Dunia 2002. Mereka tampil percaya diri untuk mengalahkan Italia dan Spanyol pada babak kedua dan perempat final melalui perpanjangan waktu dan adu penalti.

    (net/gra/beritasampit.co.id)