Ini Tiga Pertanyaan Penyidik KPK kepada Ketua DPRD Kalteng ?

    JAKARTA-Untuk memperkuat dalil menjerat para tersangka kasus suap Anggota Komisi B DPRD Kalteng, penyidik KPK memeriksa sejumlah saksi. Salah satu saksi yang sipanggil dan dimintai keterangannya adalah Ketua DPRD Kalteng, Reinhard Atu Narang.

    Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah sebagaimana dilansir dari kompas.com, Rabu (14/11/2018) menuturkan, ada tiga hal yang didalami penyidik KPK ketika memeriksa Ketua DPRD Kalteng Reinhard Atu Narang.

    Reinhard diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait fungsi pengawasan DPRD Kalimantan Tengah. Dalam kasus ini. KPK menetapkan empat tersangka anggota Komisi B DPRD Kalimantan Tengah.

    “Tentu perlu kami dalami perannya, sejauh mana itu menjadi concern DPRD secara institusional. Yang kedua, apakah ada pembahasan sebelumnya yang melibatkan atau diketahui oleh Ketua DPRD. Ketiga, apa pengetahuan Ketua DPRD dengan dugaan suap terhadap sejumlah anggota DPRD di Komisi B,” kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (14/11/2018).

    Febri mencontohkan, KPK menelusuri sejumlah fakta yang ditemukan terkait kasus ini. Misalnya, bagaimana dasar transaksi (underline transaction) terkait dengan pembuangan limbah.

    KPK turut menelusuri siapa sebenarnya pihak lain yang tak menginginkan digelarnya Rapat Dengar Pendapat (RDP) soal pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan perusahaan PT Binasawit Abadi Pratama (BAP).

    “Karena sebelumnya kan sudah ada anggota DPRD yang mengunjungi lokasi,” paparnya.

    Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat anggota DPRD Kalimantan Tengah sebagai tersangka dugaan suap terkait fungsi pengawasan.

    Keempatnya yaitu Ketua Komisi B DPRD Kalteng Borak Milton; Sekretaris Komisi B DPRD Kalteng, Punding LH Bangkan; anggota Komisi B DPRD Kalteng Arisavanah dan Edy Rosada.

    Mereka diduga menerima uang Rp 240 juta dari pengurus PT Binasawit Abadi Pratama (BAP) agar tak menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) soal pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan perusahaan tersebut.

    Sejumlah izin yang bermasalah itu, yakni Hak Guna Usaha (HGU), Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), dan jaminan pencadangan wilayah. Diduga lahan sawit tersebut berada di kawasan hutan.

    (net/gra/beritasampit.co.id)