KPU akan Sosialisasi Pemilu ke Pemilih dan Perawat Tunagrahita

    JAKARTA–Meski mengundang kontropersial dimasyarakat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan tetap mendata pemilih tunagrahita atau disabilitas.

    Bahkan KPU sendiri mengakui menemui kendala dalam proses pendataan pemilih disabilitas mental. Hal itu diakui Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi seperti dikutip dari kompas.com, Senin (19/11/2018).

    Menurut Pramono, saat pencocokan dan penelitian (coklit), banyak keluarga yang tidak mengizinkan anggota keluarganya yang penyandang disabilitas mental didata ke dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

    “Kendala kita, banyak keluarga yang tidak memperbolehkan bahwa ada anggota keluarganya yang mengidap disabilitas itu dicoklit,” kata Pramono di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat.

    Dilansir dari detiknews.com, Jumat (23/11/2018), KPU akan segera mendata pemilih tunagrahita atau disabilitas mental berdasarkan dokumen kependudukan yaitu punya KTP elektronik atau surat keterangan (suket). Selain itu, sosialisasi pemilu juga akan dilakukan ke pemilih disabilitas mental.

    “Kita akan melakukan sosialisasi pemilu kepada penyandang disabilitas mental,” ujar Komisioner KPU, Viryan Aziz, di kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Jumat (23/11/2018).

    Sosialisasi ini dilakukan agar pemilih dapat memahami pemilu dan cara memilih dengan baik. Sosialisasi ini akan dilakukan di rumah sakit jiwa atau panti sosial.

    “Jadi sosialisasinya itu dimaksudkan agar ada pemahaman yang baik, jadi bukan hanya kepada pemilih disabilitas tapi terkonsentrasi kepada rumah sakit jiwa atau panti,” kata Viryan.

    Sosialisasi itu tidak hanya ke pemilih disabilitas mental, namun juga kepada perawat. Sebab, pendamping pemilih disabilitas mental perlu mengetahui kondisi dan penanganan pada saat pemungutan suara.

    “Jadi kepada pengelola atau pengurus rumah sakit jiwa, perawat, secara utuh. Karena nanti sosialisasi itu selain terkait dengan pemilu, tapi juga terkait dengan ke khasan dari penyandang disabilitas mental, inikan pilih rentan yang perlu diperhatikan,” kata Viryan.

    “Tapi prioritasnya utamanya kepada perawat atau pengelola, sehingga nantinya bisa memberikan penanganan yang optimal kepada penyandang disabilitas mental,” sambungnya.

    Viryan mengatakan disabilitas mental memiliki tingkatan tersendiri, dari ringan hingga permanen. Karenanya, menurutnya, tak semua penyandang disabilitas mental tidak mengerti terkait pemilu.

    “Kan nggak semua penyandang disabilitas mental tidak mengerti sama sekali, yang namanya disabilitas mental itu kan sedang dalam pengobatan, mulai dari yang derajatnya rendah sampai yang tidak bisa memutuskan pilihan, kan beragam. Jangan hanya memahaminya penyandang disabilitas mental, stigmanya seolah-olah tidak bisa sama sekali menggunakan hak pilih,” tuturnya.

    (gra/beritasampit.co.id)