Menelusuri Tradisi Manuyang (Ma’ayun) Anak

    Oleh : Muhammad Junus M

    BARANEKA budaya dan tradisi masyarakat muslim di indonesia dalam menyambut bulan Rabiul Awal (salah satu nama bulan dalam kelender Hijriyah), yang utamanya adalah memperingati kelahiran (maulid) Nabi Besar Muhammad SAW.

    Sepanjang bulan ini berbagai tradisi dilakukan, intinya mengambil hikmah dan berkah dibulan yang merupakan salah satu bulan yang istimewa bagi umat Islam.

    Selain memperingati Maulid NabiMuhammad SAW, biasanya kegiatan dirangkai dengan Akikah atau Tasmiahan (pemberian nama bagi bayi yang baru lahir), melaksanakan pernikahan, serta tradisi Maayun Anak (menina bobokan/ menidurkan anak dalam ayunan).

    Yun ayun anakku Ratu
    Yun ayun dalam ayunan
    Lakas bapajam lakasi guring
    Matanya kalat bawa bapajamYun ayun anakku ayun

    Ayun dalam shalawat Nabi
    Jauh culas jauhkan dangki
    kur sumangat hidup baiman Yun dinana anakku guring
    Bamimpi tarbang ka rakun tinggi

    Guring anakku dalam Bismillah

    Bawakan bulan bawakan bintang

    Itulah syair lagu Maayun Anak, ciptaan Syarifuddin MS / Drs Nasrullah, yang cukup akrab ditelinga masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan.

    Selain lagu itu, saat meayun anak, para ibu biasa bersenandung syair-syair mauilid habsyi atau membacakan syair yang berisi nasehat maupun petuah-petuah agar anak yang diayun mengikuti ajaran agama Islam, seperti dalam syair yang didendangkan oleh sang ibu dan mengikuti keteladanan Nabi MuhammdSAW.

    Dari beberapa literasi, jika di Kalimantan Selatan mengenal sebutan tradisi Maayun Anak atau Maayun Maulid, karena kegiatan ini bertepatan dengan bulan Maulud (sebutan bulan Rabiul Awal dalam kalender Hijriah), di Kalimantan Tengah, khususnya di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), kegiatan ini biasa dikenal dengan sebutan Batuyang anak atau Manuyang Anak.

    Tradisi ini merupakan prosesi budaya yang unik, sarat makna, sejarah, nilai-nilaifilosofis, serta akulturasi.

    Manuyang Anak adalah tradisi turun temurun yang kini menjadi agenda tahunan Pemkab Kotim. Melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) setempat, setiap tahunnya tradisi manuyang anak ini selalu digelar dan diikuti puluhan peserta, yang bukan saja warga Sampit, bahkan dari luar daerah.

    Pemerintah daerah setempat melestarikan tradisi budaya ini setiap bulan Rabi’ul Awalsekaligus menggelar peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

    Pada saat Manuyang Anak, sang bayi di letakan di sebuah ayunan yang terbuat dari kain sarung wanita (bahasa jawa sewek) atau tapih bahalai (bahasa daerah) atau kain kuning yang kedua sisinya diikat tali dan telah dihias aneka asesoris, seperti hiasan janur dan diletakkan Yasin.

    Ternyata, saat tradisi ini berlangsung, bukan saja bayi dan anak-anak yang diayun, bahkan orang dewasa ikut merasakan diayun. Tentunya dengan ayunan raksasa dan hiasan hampir serupa, bahkan bagaikan singgasana raja.

    Manuyang anak merupakan salah satu bentuk Kearifan lokal yang harus terus kita jaga, lestarikan ditengah perkembangan zaman.

    Dengan digelarnya tradisi Batuyang (manuyang) Anak setiap tahunnya, pemerintah daerah setempat manjadikan kegiatan ini sebagai kalender wisata tahunan yang dipromosikan sebagai salah satu aset budaya tradisi yang bernuansya religi masyarakat di kabupaten Kotim, untuk lebih dikenal bukan saja oleh warga Kotim, namun wisatawan nasional maupun mancanegara.

    Hal ini tentunya seperti harapan Pemkab Kotim menjadkan daerh ini sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Kalimantan Tengah. (*)