Komunitas Seni Kotim Bersama “Widji Thukul” Gelar Refleksi Hari Hak Asasi Manusia Ke 70

    Editor: A Uga Gara

    SAMPIT Para pemuda pencinta seni yang tergabung dalam Komunitas Tjangkir Boedaja Kotawaringin Tinur menggelar aksi dan refleksi memperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM) ke-70 yang digelar ditaman ikon ikan Jelawat, Senin (10/12/2018) malam.

    “Kegiatan ini sengaja kami selenggarakan untuk mengenang tokoh penggiat seni dan budaya serta pejuang HAM, yakni Widji Thukul alias Widji Widodo dan Munir Said Thalib,” tutur ketua pelaksana kegiatan, Achmad Syihabuddin, Senin malam.

    Lebih lanjut dijelaskannya, pagelaran itu juga bertujuan agar sejumlah remaja dan masyarakat lebih mengetahui kedua tokoh tersebut. Kegiatan itu di isi dengan pembacaan puisi karya Widji Thukul.

    “Saya prihatin dengan remaja sekarang karena banyak yang tidak tahu dan tidak mau tahu siapa itu Munir dan Widji Thukul,” ungkap pria yang biasa disapa Syihab itu.

    Walau suasana acara diguyur hujan, pengunjung di salah satu lokasi wisata kebanggaan Kota Sampit itu terlihat menikmati pertunjukkan yang disajikan.

    Suasana bertambah penuh khitmad kala renungan dan pemanjatan doa untuk kedua tokoh itu.

    Dilian sisi, pengasuh Tjangkir Boedaja, Cak Ipan menyuarakan karya Widji Thukul masih menyuarakan kebenaran yang dibungkam pada rezim orde baru. Karya Widji Thukul masih relevan untuk dinikmati sekarang.

    “Sekarang ini zaman nya masih sama. Kebanyakan suara kebenaran masih ada yang dibungkam atau ditutup-tutupi. Kita ini manusia yang harus menyayangi, menghormati dan memanusiakan manusia lainnya,” utara pemilik kedai kopi cangkir tua itu.

    Ditegaskan Cak Ipan, tujuan lain dalam acara tersebut yakni untuk memupuk jiwa kasusastraan kepada remaja. Theatrikal seni juga disajikan dalam kegiatan ini.

    Pagelaran seni itu juga menyuarakan tuntutan mereka kepada pemerintah daerah agar menyediakan tempat untuk mengekspresikan segala bentuk seni.

    “Lewat acara ini, apa yang menjadi keinginan kami meminta tempat buat latihan atau tempat mengekspresikan seni dapat didengar pemerintah. Syukur-syukur langsung di sediakan atau dibuatkan tempat,” celetukannya.

    5 Puisi Wiji Thukul yang Masih Relevan Hingga Sekarang

    AKTIVIS HAM: IST/Caption Wikipedia-Widji Thukul, yang bernama asli Widji Widodo adalah sastrawan dan aktivis hak asasi manusia berkebangsaan Indonesia. Thukul merupakan salah satu tokoh yang ikut melawan penindasan rezim Orde Baru. Sejak 1998 sampai sekarang dia tidak diketahui rimbanya, dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer.

    PUISI UNTUK ADIK

    apakah nasib kita akan terus seperti

    sepeda rongsokan karatan itu?

    o… tidak, dik!

    kita akan terus melawan

    waktu yang bijak bestari

    kan sudah mengajari kita

    bagaimana menghadapi derita

    kitalah yang akan memberi senyum

    kepada masa depan

    jangan menyerahkan diri kepada ketakutan

    kita akan terus bergulat

    apakah nasib kita akan terus seperti

    sepeda rongsokan karatan itu?

    o… tidak, dik!

    kita harus membaca lagi

    agar bisa menuliskan isi kepala

    dan memahami dunia

    DIBAWAH SELIMUT KEDAMAIAN PALSU

    apa gunanya ilmu

    kalau hanya untuk mengibuli

    apa guna baca buku

    kalau mulut kau bungkam melulu

    di mana-mana moncong senjata

    berdiri gagah

    kongkalikong

    dengan kaum cukong

    di desa-desa

    rakyat dipaksa

    menjual tanah

    tapi, tapi, tapi, tapi

    dengan harga murah

    apa guna baca buku

    kalau mulut kau bungkam melulu

    PERINGATAN

    jika rakyat pergi

    ketika penguasa pidato

    kita harus hati-hati

    barangkali mereka putus asa

    kalau rakyat bersembunyi

    dan berbisik-bisik

    ketika membicarakan masalahnya sendiri

    penguasa harus waspada dan belajar mendengar

    bila rakyat berani mengeluh

    itu artinya sudah gasat

    dan bila omongan penguasa

    tidak boleh dibantah

    kebenaran pasti terancam

    apabila usul ditolak tanpa ditimbang

    suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan

    dituduh subversif dan mengganggu keamanan

    maka hanya ada satu kata: lawan!

    (TANPA JUDUL)

    kuterima kabar dari kampung

    rumahku kalian geledah

    buku-bukuku kalian jarah

    tapi aku ucapkan banyak terima kasih

    karena kalian telah memperkenalkan

    sendiri

    pada anak-anakku

    kalian telah mengajar anak-anakku

    membentuk makna kata penindasan

    sejak dini

    ini tak diajarkan di sekolahan

    tapi rezim sekarang ini memperkenalkan

    kepada kita semua

    setiap hari di mana-mana

    sambil nenteng-nenteng senapan

    kekejaman kalian

    adalah bukti pelajaran

    yang tidak pernah ditulis

    HARI ITU AKAN BERSIUL-SIUL

    pada hari coblosan nanti

    aku akan masuk ke dapur

    akan kujumlah gelas dan sendokku

    apakah jumlahnya bertambah

    setelah pemilu bubar?

    pemilu oo… pilu, pilu

    bila hari coblosan tiba nanti

    aku tak akan pergi ke mana-mana

    aku ingin di rumah saja

    mengisi jambangan

    atau menanak nasi

    pemilu oo… pilu, pilu

    nanti akan kuceritakan kepadamu

    apakah jadi penuh karung beras

    minyak tanah

    gula

    atau bumbu masak

    setelah suaramu dihitung

    dan pesta demokrasi dinyatakan selesai

    nanati akan kuceritakan kepadamu

    pemilu oo… pilu, pilu

    bila tiba harinya

    hari coblosan

    aku tak akan ikut berbondong-bondong

    ke tempat pemungutan suara

    aku tidak akan datang

    aku tidak akan menyerahkan suaraku

    aku tidak akan ikutan masuk

    ke kotak suara itu

    pemilu oo… pilu, pilu

    aku akan bersiul-siul

    memproklamasikan kemerdekaanku

    aku akan mandi

    dan bernyanyi sekeras-kerasnya

    pemilu oo… pilu, pilu

    hari itu aku akan mengibarkan hakku

    tinggi, tinggi

    akan kurayakan dengan nasi hangat

    sambel bawang dan ikan asin

    pemilu oo… pilu, pilu

    sambel bawang dan ikan asin

    (im/beritasampit.co.id).