OJK: Debt Collector Fintech Tak Boleh Pakai Preman

    JAKARTA – Belakangan banyak masyarakat yang mengeluhkan perusahaan peer-to-peer (P2P) lending. Banyak keluhan tersebut disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    Direktur Pelayanan Konsumen OJK, Agus Fajri menjabarkan, setidaknya ada tiga hal yang paling sering dikeluhkan masyarakat.

    “Ada tiga [yang paling sering dikeluhkan]; perilaku debt collector yang tidak beretika, permintaan restrukturisasi, dan banyak terkait dengan kendala sistem yang disediakan perusahaan masing-masing,” jelas Agus, Rabu (12/12/2018).

    Inilah mengapa, OJK selalu mengingatkan agar masyarakat menggunakan jasa fintech yang legal.

    Agus menegaskan kalau penyedia jasa fintech yang legal tidak akan menggunakan debt collector atau penagih utang yang tidak sesuai dengan ketentuan POJK 77.

    Hal ini dikarenakan, jika debt collector melakukan penagihan dengan tidak beretika, bahkan sampai melakukan pengrusakan, maka penyedia jasa fintech harus mengganti.

    “Terkait debt collector yang boleh di-hire (rekrut) yang sudah bersetifikasi. Kalau preman jalanan dijadikan debt collector ya salah. Kerugian yang ditimbulkan pihak lembaga, dibebankan ke lembaga. Tidak bisa sembarangan yang jadi debt collector,” tegas Agus.

    Agus juga menghimbau agar masyarakat aktif memberi pengaduan jika melihat ada jasa penyedia fintech yang menyalahi aturan atau merugikan. Jika bukti pengaduan dirasa cukup, maka OJK akan langsung menindak penyedia jasa fintech yang tidak sesuai aturan.

    “Kenapa perlu bertransaksi dengan fintech legal, karena yang legal ada aturan main, tunduk pada POJK kita. Kalau ilegal ya jelas tidak tunduk, tidak bisa kita cegah, tapi untuk yang legal ada prosedurnya. Telepon ke 157, kirim e-mail ke OJK, atau datang langsung,” himbau Agus pada masyarakat.

    “Kalau pengaduan memenuhi syarat, sengketa perdata, ada kerugian, kami tuntut [penyedia jasa fintech] untuk ganti rugi bila perlu. Intinya kalau mengadu kami tangani, untuk yang legal. Tapi kalau ilegal, ya [cuma bisa sampai] pemblokiran, lapor bareskrim dan lain-lain,” tutupnya.

    (cnbc/neritasampit.co.id)