Pengusaha Sawit Bingung Aturan 20% Lahan untuk Kebun Rakyat

    JAKARTA – Pengusaha kelapa sawit bingung soal kewajiban penyerahan lahan bagi pengembangan kebun rakyat.

    Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Joko Supriyono, mengatakan UU No. 39/2014 tentang Perkebunan mewajibkan perusahaan sawit untuk menyediakan 20% dari total luas lahan Hak Guna Usaha (HGU) bagi fasilitasi pembangunan kebun masyarakat (FPKM).

    Namun, kata dia, hingga kini belum ada peraturan turunan dari UU itu yang menjelaskan terkait teknis kewajiban tersebut. Joko mengatakan sebetulnya ada tiga peraturan menteri yang mencantumkan soal FPKM, namun definisinya berbeda-beda.

    “Konsep kebun plasma sejak Orde Baru dianggap berhasil dalam memberikan keadilan bagi petani. Isu kebun masyarakat 20% sudah ada regulasinya namun menimbulkan multitafsir kalau tidak ada regulasi yang sinergis antar Kementerian,” ujar Joko dalam seminar di Hotel Grand Melia, Rabu (12/12/2018).

    Joko mengatakan multitafsir itu antara lain pembangunan kebun baru (jika lahan tersedia), peremajaan kebun swadaya (replanting), serta klasterisasi kebun swadaya (jika lahan tersedia).

    “Kalau ada perusahaan yang mau lakukan replanting, seharusnya itu bisa dianggap sebagai komitmen 20% pembangunan kebun masyarakat. Lalu ada sekitar 3 juta kebun swadaya yang belum masuk program replanting tapi produktivitasnya jelek. Ini bisa masuk klasterisasi,” tambahnya.

    Joko mengusulkan tiga hal, yakni pertama, PP harus segera diterbitkan supaya tidak ada multitafsir.

    Kedua, harusnya di daerah tertentu seperti pinggiran tetap memerlukan pembangunan kebun masyarakat yang baru.

    Ketiga, kemitraan budidaya maupun replanting bisa menjadi program FPKM.

    “Ketiga hal ini harus dilakukan seiring dengan adanya Inpres 8/2018 tentang moratorium izin pembukaan lahan perkebunan sawit baru,” pungkasnya.

    (cbnc/beritasampit.co.id)