Serba-serbi Pemilu 2019: Nyaleg Itu Mutlak Butuh Biaya (2)

    “Kalau ada yang berkata nyaleg tidak perlu biaya berarti caleg tersebut hanya main-main…

    Oleh: Ahmad Prianto Rifansyah

    DUNIA politik khususnya yang berkaitan dengan politik praktis adalah hal yang tidak pernah basi untuk dibahas. Setelah pada tulisan saya sebelumnya membahas tentang seputar pemilihan legislatif maka kali ini saya juga akan melanjutkan tentang hal tersebut, hanya saja dalam konteks yang berbeda.

    Masih seputar pengalaman saya sebagai “pengamat dadakan” pada pemilihan legislatif (Pileg) pada tahun 2014 dan sembari melakukan pengamatan kecil-kecilan menjelang pesta demokrasi tahun 2019 ini yang tidak saja sebagai arena kompetisi para caleg namun juga dibarengi dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI.

    Pileg tahun ini tampaknya jauh-jauh hari sudah bisa dikatakan kompetisinya akan lebih ketat, mengapa demikian? Lihat saja dari jumlah partai peserta pemilu 2019 dimana ada 20 partai yang ikut meramaikan pesta demokrasi tersebut (4 diantaranya partai lokal dari Aceh) tentunya berbeda dengan tahun 2014 yang lalu.

    Tentu secara teori probabilitas semakin banyak peserta pemilu maka peluang untuk menuju kursi legislatif akan semakin kecil. Belum lagi sistem penghitungan suara yang mengalami pergantian dari yang dulu menggunakan BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) dan saat ini yang menggunakan sistem Saint Lague tentunya akan menjadi tantangan tersendiri bagi caleg yang berkompetisi.

    Berbagai cara pun tentunya dilakukan oleh para caleg dalam mendapatkan simpati dengan harapan nantinya akan dipilih dalam Pileg 2019 nanti mulai dari melakukan pendekatan-pendekatan persuasif kepada masyarakat hingga publikasi habis-habis yang bahkan mengeluarkan dana tidak sedikit.

    Memang tak dapat kita pungkiri bahwa biaya (cost) politik adalah hal yang mutlak harus dipersiapkan menjelang agenda-agenda politik seperti Pileg 2019 nanti, kalau ada yang berkata “nyaleg” tidak perlu biaya berarti caleg tersebut hanya main-main. Mengapa cost politik harus ada, karena kalau caleg hanya diam saja dan tak melakukan apa-apa adalah hal mustahil untuk bisa menang bahkan sekalipun caleg tersebut sebelumnya punya reputasi atau seorang tokoh dalam suatu wilayah.

    Kita ambil contoh sederhana mengapa cost politik itu harus ada, misalkan seorang caleg dari partai A ingin menyapa masyarakat di wilayah yang berjarak 10 km dari tempat tinggalnya tentu harus bermodalkan BBM agar sampai kesana, belum lagi kalau ngumpulin masyarakat minimal harus menyiapkan air mineral gelas dan kue kering.

    Hal tersebut adalah salah satu contoh sederhana bahwa cost politik itu memang harus disiapkan, belum lagi kalau ada caleg yang ngumpulin masyarakat pakai acara musik dangdutan dan pakai acara makan-makan tentu tidak sedikit biaya yang dikeluarkan oleh caleg.

    Maka jangan heran jika kita sering mendengar bahwa ada caleg yang ditingkat kabupaten/kota bisa mengeluarkan dana sampai ratusan hingga miliaran rupiah agar bisa duduk di kursi legislatif, dan jumlah tersebut memang tidak main-main. Lalu apakah dengan mengeluarkan biaya banyak menjadi jaminan pasti duduk di kursi legislatif? Jawabannya belum tentu karena politik itu dinamis, rahasia dalam bilik suara saat pencoblosan tentu dipengaruhi oleh banyak faktor.

    Oleh karena itu wajar saja kalau ada nasihat jika ingin menjadi anggota legislatif harus siap lahir batin, karena tak jarang mental seorang caleg harus diuji dengan fakta di lapangan apalagi kenyataannya telah berusaha maksimal namun akhirnya kalah, apalagi yang telah banyak mempertaruhkan waktu, tenaga, pikiran hingga materi tentu bukanlah hal yang mudah.(bersambung)

    Penulis: Wartawan beritasampit.co.id tanggal di Palangka Raya.