Polri Bakal Rapat Antar-instansi Bahas Putusan MK soal GPS

    Kadiv Humas Polri Irjen M Iqbal (Audrey Santoso/detikcom)

    JAKARTA – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang mengemudi sambil melihat ponsel, baik menelepon maupun melihat peta GPS di telepon, bisa dipenjara sesuai dengan UU LLAJ menuai polemik.

    Polri mengatakan tidak bisa serta-merta melaksanakan keputusan itu dan tetap harus digelar rapat antar-instansi untuk membahasnya.

    “Semua putusan dari MK tidak serta-merta kita langsung lakukan,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Mohammad Iqbal kepada wartawan di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (7/2/2019).

    Iqbal menuturkan putusan MK memang memiliki kekuatan hukum tertinggi. Tetapi harus disikapi dengan bijaksana.

    “Seluruh stakeholders terkait akan bicara bagaimana mendelegasikan itu. Karena lalu lintas bukan hanya urusan polisi,” ujar Iqbal.

    Untuk itu, tambah Iqbal, para pemangku kebijakan lalu lintas, seperti Polri, Kementerian Perhubungan, dan PT Jasa Marga, harus bersama-sama membahas hal ini.

    Sebelumnya, komunitas mobil yang tergabung dalam Toyota Soluna Community (TSC) menggugat aturan menyetir menggunakan HP ke Mahkamah Konstitusi (MK) tepatnya di Pasal 106 ayat 1 UU LLAJ. Namun gugatan itu ditolak MK.

    Penolakan gugatan itu diprotes oleh Perhimpunan Driver Online Indonesia (PDOI) Jawa Timur. Mereka menyesalkan putusan tersebut karena pekerjaan sebagai pengemudi ojek online sangat membutuhkan ponsel.

    Sementara itu, Menhub Budi Karya Samudi mendukung putusan MK itu. Namun, menurutnya, pengemudi ojek online tetap bisa melihat GPS, yakni mengambil jalur kiri dengan berhenti sejenak.

    “Kalau ngomong larangan itu, larangan saat mengendarai. Kalau mau lihat GPS, ya berhenti, berhentikan 1 menit saja. Jadi tidak ada yang dikontroversikan. Jadi oke-oke saja, bagus,” kata Budi seusai acara Seminar Nasional Tol Laut yang digelar di Pelabuhan Tanjung Perak, Senin (4/2).

    Sumber: detiknews