Di Rapat Pleno Khusus MPR, Panglima Bicara Penyebab Gesekan TNI-Polri

    JAKARTA- Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto berbicara soal gesekan TNI-Polri. Dia mengungkapkan sejumlah hal yang menjadi penyebab gesekan TNI-Polri.

    “Terkait pemisahan TNI/Polri. Sebetulnya saya tidak ingin memberikan tanggapan karena bukan porsi saya memberikan evaluasi. Tapi saya memberikan pandangan saja kenapa adanya gesekan antara TNI/Polri,” kata Hadi.

    Hal itu disampaikan saat Hadi menjadi pembicara dalam rapat pleno khusus Lembaga Pengkajian MPR, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/2/2019). Tema rapat adalah ‘Pembahasan Pertahanan Keamanan dan Wilayah Negara’.

    Dia menyebutkan setidaknya ada 5 hal yang menjadi penyebab persoalan tersebut.

    “Penyebab pertama gesekan adalah adanya provokasi. Karena TNI/Polri punya kekuatan besar. TNI punya hampir 480 ribu, Polri 440 ribu. Itu sangat besar. Maka saya memprakarsai sinergi TNI/Polri untuk mempersatukan dan menyosialisasikan di tataran bawah tidak ada benturan. Hasilnya sangat baik. Sekarang benturan turun sangat tajam,” ujar Hadi.

    Penyebab kedua, kata Hadi, adalah mental oknum yang tidak baik. Kemudian, ketiga adalah disiplin oknum yang rendah.

    “Selanjutnya mental oknum yang tidak baik. Karena biasanya terjadi di tempat dan waktu yang tidak seharusnya. Seperti di diskotek jam 12 malam. Kalau di markas ya, tidak akan,” tuturnya.

    “Penyebab ketiga adalah disiplin oknum yang rendah. Jadi masalah tidak dilaporkan ke komandannya,” imbuh Hadi.

    Selain itu, ia juga menyebut kesenjangan kesejahteraan antara personel TNI dan Polri jadi salah satu penyebab gesekan. Terakhir, kerap ada tugas yang tumpang tindih antara TNI/Polri.

    “Berikutnya adalah kesenjangan kesejahteraan. Ini terkait perbedaan tunjangan yang diterima prajurit TNI dan personel Polri. Ini sudah ada upaya sosialisasi,” ujar Hadi.

    Dalam kesempatan itu, Hadi juga memastikan terkait netralitas TNI dalam politik. Selain itu, ia membahas tentang peradilan militer dan sinergi penanganan bencana.

    “Untuk hak politik memilih dan dipilih, TNI menyadari bahwa hak tersebut merupakan hak setiap warga negara. Namun demikian TNI menyadari kepentingan bangsa dan negara lebih besar daripada hak politik tersebut,” kata Hadi.

    “Oleh karenanya, meski aturannya menyatakan prajurit TNI tidak menggunakan hak untuk memilih atau dipilihnya bersifat tidak permanen, TNI telah memutuskan untuk belum menggunakan hak politik tersebut sampai batas yang belum diputuskan,” tegasnya.

    Dalam rapat pleno khusus ini, hadir Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dan Gubernur Lemhanas Agus Widjojo. Selain itu, juga ada Wakil Ketua MPR Mahyudin dan Ketua Lembaga Pengkajian MPR Rully Chairul.

    Sumber: detik.com