Sekolah Pelestari Budaya

    Oleh : Moh. Anis Romzi

    Budaya luhur adalah citra diri daerah dan bangsa. Ia merupakan hasil cipta, rasa dan karsa seluruh manusia yang ada di dalamnya. Sebagai sebuah hasil ia terus harus berkembang mewarnai perilaku masyarakat sebagai anggotanya. Budaya mengalami perjalanan waktu dan memerlukan proses akan keberadaannya. Itu tidak serta merta ada tanpa ada campur tangan pengemban budaya.

    Sebuah budaya luhur telah teruji menghadapi berbagai pertentangan norma. Ketika ia dianggap sebagai sebuah nilai adi luhung, maka telah mengalami proses pertentangan itu dengan sukses. Lantas apa tanggung jawab generasi penerus?

    Pendidikan bertujuan menghasilkan manusia berbudaya. Lembaga pendidikan mengajarkan olah pikir, rasa, raga dan jiwa. Pendidikan berupaya menciptakan manusia-manusia yang memilki kelengkapan sehat jiwa dan raga.

    Hasil dari kesemuanya itu adalah budaya dan peradaban. Semakin tinggi hasil dari sebuah pendidikan, semakin tinggi pula budaya dan peradaban suatu bangsa. Ini akan menghasilkan kekuatan suatu bangsa untuk berkompetisi sekaligus berkolaborasi dalam percaturan global. Hal ini harus dimulai dari sekolah.

    Peran sekolah sebagai pelopor pelestari budaya. Sekolah mewakili tokoh intelektual suatu daerah. Ia tempat ruang berlatih dan berkreasi orang-orang yang ada di dalamnya. Pengelola, guru dan siswa bersama harus memiliki inisiasi gagasan pelestarian, dan pengembangan budaya.

    Gagasan ini bisa timbul dari mana saja, bisa kepala sekolah, guru, ataupun peserta didik sekalipun. Bahkan orang tua dan masyarakat sekitar sekolah berhak memiliki gagasan mulia ini. Sinergi untuk menggali potensi keunggulan harus dilakukan untuk menggali peradaban yang terpendam. Itulah tugas sekolah. Orang-orang yang ada di dalamnya harus berani mengambil peran ini.

    Pengalaman-pengalaman ekspresi budaya sekolah sebagai bentuk pembelajaran langsung. Berangkat dari sebuah penampilan peserta didik dalam sebuah acara penyambutan pejabat publik. Penulis memberanikan diri mendorong siswa untuk percaya diri menyajikan sebuah tari. Sebagai sebuah budaya tari Giring-giring dipersembahkan di depan sang pejabat.

    Ternyata mendapatkan apreseasi yang luar biasa untuk para siswa di sekolah tempat penulis bekerja. Saya berkeyakinan ini akan memberikan pengalaman yang mendalam bagi peserta didik. Kesan yang mendalam tentu akan mereka dapatkan. Inilah sejatinya pembelajaran.

    Ekspresi diri siswa pada budaya akan melahirkan cerita bagi mereka. Ini dapat memberikan bekal ketika mereka kembali menjadi anggota masyarakat. Cerita ini pula yang dapat dibagikan kepada sesama. Karena sejatinya pendidikan adalah memberikan pengalaman untuk kehidupan.

    Sisi-sisi pembelajaran langsung pada budaya harus dilestarikan. Beberapa peserta didik timbul rasa percaya dirinya. Rasa percaya diri yang terkadang sulit dibangkitkan pada kelas-kelas konvensional. Momen penyambutan memberikan peluang pembelajaran pada nilai budaya tanpa kesan menggurui. Begitu terasa para peserta didik menemukan kepercayaan diri dari dalam diri mereka.

    Nilai-nilai luhur budaya telah menginternalisasi para peserta didik. Inilah kata kerja operasional yang tinggi dalam proses pembelajaran. Sebuah ungkapan menyatakan, “belajar dengan melakukan akan memberikan pemahaman”. Ini kan tercatat dalam long term memory atau ingatan jangka panjang peserta didik.

    Sekolah harus mengambil peran sentral dalam pelestarian budaya. Berangkat dari pengalaman-pengalaman ekspresi budaya siswa di sekolah penulis. Setiap sekolah mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam pelestarian budaya daerah. Ketika sekolah concern pada hal ini maka kekayaan daerah akan lestari.

    Budaya merupakan kekayaan yang bukan dalam bentuk materi. Kepedulian sekolah dalam melestarikan budaya akan melahirkan entitas sekolah, daerah dan bangsa. Harus dimulai sekolah peduli budaya daerah lestari. Dan sekolah harus berani mengambil peran sentral ini untuk majunya peradaban daerah dan bangsa Indonesia. (*)

    Penulis : Seorang Guru dan kepala Sekolah di SMPN 4 Katingan Kuala, Kabupaten Katingan. Berikut beberapa karyanya dalam Buku. 1. Kepala Sekolah Belum Berpengalaman, 2. aku Mengabdi pada-Mu (aMMu), 3. ANT-B (Anak-Anak Tahan Banting)