YLBHI Sebut Pola Kericuhan Aksi 22 Mei Mirip Kerusuhan 1998

    JAKARTA– Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati membandingkan kericuhan massa pada 21 dan 22 Mei kemarin dengan kerusuhan pada Mei 1998dan peristiwa Malari 1974 silam. Ketua YLBHI Asfinawati mengatakan ada kesamaan pola dari tiga peristiwa itu.

    “Kalau kita lihat maka polanya sama persis, pengulangannya sama persis, jadi struktur yang terjadi di tahun 2019 ini mirip atau identik seperti pola yang terjadi pada tahun 1974 di Malari dan kerusuhan Mei 1998,” kata dia saat menggelar konferensi pers bersama elemen masyarakat sipil lainnya di kantor YLBHI, Menteng, Jakarta, Kamis (23/5) .

    Asfina merinci terdapat dua pola kemiripan antara peristiwa aksi 22 Mei dengan tragedi kerusuhan tahun 1998 silam.

    Pertama, ada penyebaran isu-isu yang informasinya belum diketahui kebenarannya atau hoaks, dan itu disebarkan secara masif kepada masyarakat luas.

    Isu-isu itu, kata dia, sengaja dipilih untuk membangkitkan sentimen dan kemarahan publik terhadap orang atau kelompok tertentu secara meluas.

    “Kalau di persitiwa 1998 itu sasarannya etnis Tionghoa, kalau sekarang itu ada isu LGBT, komunis, PKI dan lain lain,” kata Asfina.

    Pola kedua, kata Asfina, aksi 22 Mei dan peristiwa 1998 silam turut mengerahkan organisator lapangan yang bisa mengajak dan mempengaruhi massa untuk melakukan tindakan tertentu.

    Dalam kasus 22 Mei kemarin, Asfina mengatakan organisator memiliki pengaruh untuk memprovokasi massa agar melakukan kericuhan.

    “Jadi ada semacam orang di titik-titik tertentu yang ditempatkan di tengah massa yang bisa mengajak massa, bisa melakukan tindakan tertentu, dan penggalangan massa,” kata dia.

    Asfina lantas menyebut pola-pola tersebut bisa berjalan bisa memiliki modal finansial yang cukup dan dilakukan oleh seseorang dengan keterampilan khusus. Atas dasar itu, ia menduga elite-elite politik di Indonesia memiliki keterkaitan langsung dengan kericuhan di aksi 21 Mei.

    “Tindakan-tindakan yang dilakukan tak bisa hanya dilihat dari tindakan permukaan, aktor-aktor di lapangan, tapi ada elite di balik itu, ada keterlibatan aktor-aktor keamanan di dalam struktur dan di luar struktur resmi,” kata dia.

    Asfina lantas mendesak pihak berwenang untuk mengakhiri berbagai kericuhan yang terjadi belakangan ini. Ia juga berharap para elite politik di Indonesia tak mengorbankan masyarakat sebagai ‘martir’ demi kepentingan dan hasrat politiknya saat ini.

    “Kepolisian RI harus segera mengungkap dan memproses hukum dalang intelektual insiden 22 Mei ini. Tanggung jawab negara untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan, namun harus sesuai prinsip HAM,” kata dia

    Aksi unjuk rasa menolak hasil pemilu di depan Kantor Bawaslu RI, Jakarta, yang terjadi 21 Mei lalu berujung kerusuhan massa hingga Rabu (22/5) dini hari.

    Polisi menyebut ada perbedaan antara massa yang menggelar aksi siang hari di Bawaslu pada 21 Mei, dengan massa yang melakukan kerusuhan menjelang malam hari hingga Rabu dini hari.

    Massa aksi pada siang hari menggelar unjuk rasa secara tertib. Sementara massa yang datang pada malam hari disebut polisi memprovokasi aparat. Provokasi ini yang kemudian memicu kerusuhan di sejumlah titik di Jakarta, terhitung sejak Selasa (21/5) malam, hingga Kamis (23/5) dini hari.

    Anies Sebut Jakarta Stabil

    Di tempat terpisah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan kerusuhan pada 21 hingga 23 Mei di Jakarta berbeda dengan kerusuhan Mei 1998.

    Menurut Anies, peristiwa 22 Mei jauh lebih tenang dan damai ketimbang tahun 1998.

    “Saya garis bawahi , kondisi di Jakarta relatif tenang dan stabil karena ini berbeda apa yang terjadi di tahun 98,” kata Anies di Jakarta.

    Anies mengatakan pada tahun 1998 ekonomi runtuh dan banyak terjadi penjarahan di berbagai tempat di Ibu Kota. Sementara aksi 22 Mei disebut Anies cenderung tenang.

    “Terkait perekonomian tahun 98 seluruh wilayah di Jakarta terjadi kerusuhan, di berbagai tempat ada toko, mal ada penjarahan di berbagai tempat. Nah itu kemarin tidak terjadi,” kata Anies.

    Menurut Anies, keributan kemarin hanya terjadi di beberapa titik seperti di Tanah Abang, Slipi dan Thamrin. Dia meminta masyarakat melakukan aktivitas seperti biasa. “Jadi secara umum Jakarta kondisinya tenang dan stabil,” kata dia.

    “Semua berkegiatan seperti biasa kita teruskan kegiatan seperti biasa sehingga perekonomian bergerak baik kemudian,” tutur dia.

    Sumber: cnnindonesia.com