Ternyata Begini Sejarahnya Smartphone BlackBerry Mendapatkan Namanya

Beritasampit.co.id – Tokoh sentral di balik nama itu adalah David Placek. Selama tiga dekade, perusahaan yang dia pimpin, Lexicon Branding, telah disewa berbagai perusahaan kelas dunia seperti Intel, Apple, Procter & Gamble, dan Coca-Cola untuk membantu memberi nama ratusan produk atau melakukan rebranding.

Perusahaan yang berbasis di Sausalito, California itu misalnya memberi nama Pentium untuk prosesor Intel, PowerBook untuk laptop Apple yang terakhir diproduksi pada 2006, dan Dasani untuk produk air mineral Coca-Cola. Masih banyak lagi merek terkemuka yang dilahirkan perusahaan tersebut.

Namun, kisah di balik nama BlackBerry adalah salah satu kesukaan Placek.

Pada 1998, perusahaan asal Waterloo, Kanada, Research in Motion (RIM), menghubungi Placek untuk mencarikan nama bagi produk smartphone terbaru mereka.

“Mereka memiliki perangkat kotak kecil ini dan berjuang memberi nama selama berpekan-pekan. Mereka menjadi frustrasi,” kenang Placek.

Dia dan timnya lalu melakukan riset kecil di lapangan.

“Ada sebuah gerai Starbucks di sudut dekat (kantor) kami. Kami memasang tanda yang isinya kami ingin bicara dengan mereka yang rutin menggunakan email. Kami membayar mereka dengan kupon $ 10 untuk perbincangan lima menit,” kata Placek.

Setelah timnya bicara dengan lebih dari 20 orang, Placek mampu memberi petunjuk penting bagi RIM.

“Kami sampaikan ke mereka nama produk ini tidak boleh membuat orang stres atau menaikkan tensi mereka, tetapi harus sebaliknya dan bisa membuat tenang,” ujarnya.

“Misalnya liburan musim panas, atau jalan kaki, atau buah segar.”

Placek dan timnya lalu menulis beragam kata di selembar kertas yang besar. Ada yang menulis “strawberry.” Ada juga yang menulis “blackberry.” Yang terakhir ini menarik perhatian Placek.

“Jadi saya terbang ke Waterloo dan menyampaikan nama BlackBerry. Para eksekutif itu mengira saya gila,” ujarnya.

“Saya bilang ini justru akan berhasil karena tak satu pun kompetitor mereka yang berani memakai BlackBerry sebagai sebuah nama.”

BACA JUGA:   Penumpang Kapal dari Pelabuhan Sampit ke Pulau Jawa Disebut Melonjak

Sisanya adalah sejarah, RIM resmi mengubah nama perusahaan menjadi BlackBerry pada 2013.

Harga dari Nama Bagus
Proses pemberian nama, menurut Placek, biasanya butuh waktu delapan pekan dan bisa melibatkan 10 sampai 12 orang di proses kreatif dan riset merek dagang. Klien mereka membayar US$ 50.000 sampai US$ 150.000, tergantung skala proyeknya.

Pada 2015, perusahaan investasi milik Melinda Gates mendatangi Placek untuk mencari bantuan nama.

“Lexicon Branding memiliki reputasi yang impresif di mata para klien,” kata Catherine St-Laurent, direktur jenama dan inisiatif khusus di perusahaan itu.

“Tantangannya adalah untuk bisa menangkap maksud Melinda tentang sebuah perusahaan yang bisa menjadi sumber kekuatan untuk perubahan positif, melakukan tugas penting, dan ada hasilnya,” kenang Placek.

Timnya mulai memikirkan nama pada September 2014 dan baru pada Februari tahun berikutnya mereka bisa mengajukan nama: Pivotal Ventures.

“Definisi ‘pivotal’ artinya vital atau sangat penting, itu yang membuat kami senang dengan nama tersebut. Pada akhirnya, ‘Pivotal’ adalah solusi yang sempurna.”

Kekuatan Tersembunyi Huruf “B” dan “V”
Saat masih kuliah, Placek lebih tertarik pada politik daripada permainan kata, dengan mengambil jurusan ilmu politik di University of California, Los Angeles.

“Tetapi saya sangat suka menulis,” ujarnya.

Lalu dia kuliah pasca-sarjana di Georgetown University dan kemudian bekerja di Washington DC sebagai staf Komisi Perdagangan Senat AS. Setelah itu, dia pindah ke Missouri untuk menulis naskah pidato dan menangani komunikasi seorang kandidat senator.

Ketika kandidat itu akhirnya kalah, Placek memutuskan kembali ke California. Namun, bukannya terjun ke politik, dia pindah ke industri periklanan.

“Saya menulis iklan dan membantu pengembangan produk baru bagi para klien,” ujarnya.

Pengalaman di dunia iklan itu memberinya ide untuk memulai bisnis yang fokus pada linguistik dan membantu perusahaan menciptakan nama untuk produk-produk baru mereka.

“Itulah ceruk pasar kami,” tegasnya.

BACA JUGA:   Penumpang Kapal dari Pelabuhan Sampit ke Pulau Jawa Disebut Melonjak

Placek mendirikan Lexicon Branding pada 1982, dengan dana sendiri sebesar US$ 45.000 dari tabungannya dan kartu kredit. Sekarang, perusahaannya bisa menghasilkan laba dan meraup pendapatan sekitar US$ 8 juta per tahun.

Meskipun Placek bukan seorang pakar linguistik, dia memperkerjakan sejumlah pakar. Salah satunya adalah Will Leben, profesor linguistik di Stanford University yang sekarang memimpin tim linguistik dan jaringan mitra global dengan 90 pakar bahasa.

Selain itu ada Bob Cohen yang ikut membangun model bisnis berbasis linguistik ini. Cohen dan Leben membantu Placek melakukan riset ilmiah tentang nama-nama yang efektif, dan apa penyebab satu nama bisa berdampak lebih besar dibandingkan nama lain di pasar.

Mereka bertiga menciptakan formula tiga langkah bagi proses kreatif pemberian nama. Termasuk area linguistik yang disebut “simbolisme suara” — bagaimana pikiran mencerna kata-kata tertentu — dan analisis pada struktur dan pola huruf.

“Kami selalu memulai dengan peran spesifik yang disandang nama itu,” kata Placek. Nama yang bagus harus mudah dicerna, gampang terlihat di kategori produk, dan meninggalkan kesan, ujarnya.

Dari sana, timnya akan melakukan riset merek dagang atas calon nama-nama yang diajukan.

Setelah itu diikuti evaluasi linguistik. Placek mengatakan jaringan pakar bahasa global di Lexicon akan menuntaskan evaluasi riset setiap nama dan memastikan nama itu tidak punya makna negatif.

Setelah itu dilakukan analisis simbolisme suara untuk mengetahui kualitas bunyi dari huruf-huruf yang ada di alfabet,

“Menurut riset, ‘B’ dianggap sebagai bunyi yang paling bisa diandalkan dalam Bahasa Inggris. ‘V’ adalah bunyi yang berani. Pikirkan tentang Viagra atau Corvette (merek mobil sport buatan General Motors),” jelasnya.

Bisa memberi nama yang disenangi pelanggan masih belum cukup, imbuhnya.

“Pasar sekarang begitu riuh dengan produk-produk baru sehingga kita sebagai konsumen selalu teralihkan. Jadi memorability (kemudahan untuk diingat) sangat penting juga.”

Sumber: BeritaSatu