Rumah Subsidi, MBR Butuh Kepastian Bukan Janji-janji

Oleh : Yoyo Sugeng Triyogo SE

Jumlah pencari rumah di Indonesia masih sangat besar saat ini. Pemerintah bahkan telah membuat program rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Program Sejuta Rumah ini dalam rangka memfasilitasi masyarakat agar bisa memiliki hunian pribadi dengan harga terjangkau dan proses mudah.

Melihat masih banyak masyarakat yang membutuhkan program subsidi rumah, Presiden Jokowi berencana menambah jumlah kouta. Namun hingga sekarang belum terealisasi.

Tanggal 26 September lalu dilakukan pembahasan dikantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Menteri Keuangan, Menteri Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (PUPR) dan Bank BTN perihal tindak lanjut persetujuan presiden atas penambahan kuota subsidi FLPP sebesar 80 Ribu unit untuk tahun 2019.

Pertemuan dimaksud sebagai tindak lanjut atas wacana Pelaksanaan Program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan perumahan (FLPP).

FLPP merupakan program besutan pemerintah untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) supaya bisa mengakses kredit kepemilikan rumah (KPR) dengan skim Talangan dari BanK BTN.

Namun tanggal 26/9/2019 dirjen anggaran Kemenkeu beserta jajarannya di Jakarta masih mendiskusikan hal ini di internal Kemenkeu.

Mengapa begitu lama sementara presiden sudah memutuskan penambahan di tanggal 4 September 2019 ?

Bila dilihat dari sisi pengembang ini sudah sangat mendesak dan banyak masyarakat yang dirugikan harusnya pemerintah dalam hal ini Kemenkeu dan Kementrian PUPR menyegerakan hal ini mengingat hanya ada waktu 2 bulan lagi ditahun ini agar kuota tambahan tersebut bisa efektif dan bermanfaat karena dapat digunakan, padahal Bank BTN selaku penyalur KPR sudah siap untuk menalangi terlebih dahulu hanya menunggu instruksi dari 2 institusi ini.

Namun alih alih disegerakan, malah yang terjadi nampaknya pemerintah mendorong untuk menggunakan skema Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan BP2BT kepada konsumen.

Dimana BP2BT ini sangat berbeda dengan Skema FLPP yang selama ini dirasakan manfaatnya bagi MBR. FLPP tidak compatible dengan BP2BT atau BP2BT bukan merupakan subtitusi dari FLPP/SSB (Subsidi Bunga Kredit Perumahan) .

Masyarakat sudah sangat menunggu realisasi dari keputusan Presiden Jokowi, sehingga skema ini sangat dinantikan oleh MBR.

Kenapa MBR menolak BP2BT ?

1. Karena sesungguhnya suku bunga BP2BT adalah Komersil.

2. SLF yang diminta dari dinas PU setempat, sedangkan disatu sisi belum tentu dinas PU sudah siap akan hal itu. Tercatat hanya beberapa kabupaten/kota saja yang benar benar sudah siap.

3. Posisi tabungan 6 bulan dari pengajuan.

4. Keyakinan masyarakat akan realisasi Janji Presiden Jokowi perihal penambahan kuota, membuat mereka menunggu turunnya juknis tersebut ke pihak bank penyalur.

Sebagai penutup dimohon kiranya agar pemerintah dalam hal ini kementerian terkait, tidak berlama-lama dalam birokrasi dan analisa internal ketika telah diputuskan oleh presiden sehingga solusi yang diberikan pemerintah terhadap masalah ini dapat menjadi solusi komprehensif bagi masyarakat MBR, pengembang dan stakeholder lainnya.

*Penulis merupakan Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Yoyo Sugeng Triyogo.

Telp 0813 5512 1535