Sudarsono: Pemerintah Bisa Paksa PBS Sawit Tunaikan Kewajiban Plasma Lewat Sertifikasi RSPO

PALANGKA RAYA-Guna menjamin pemasaran produk sawit, seperti Crude Palm Oil atau CPO dan produk turunannya diterima di pasar global, seluruh perusahaan perkebunan besar swasta atau PBS kelapa sawit wajib memiliki Sertifikat Roundtable On Sustainable Palm Oil atau (RSPO) dan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO).

Sertifikat RSPO dan ISPO tersebut sebagai bukti bahwa perusahaan PBS kelapa sawit mendukung, mengembangkan dan mengimplementasikan standar global untuk produksi minyak sawit berkelanjutan.

Kewajiban PBS kelapa sawit ini dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing minyak sawit negeri ini di pasar dunia diyakini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah menekan dan memaksa PBS kelapa sawit membangun atau bermitra dengan petani plasma.

Hal tersebut ditegaskan oleh Sekretaris Komisi II DPRD Provinsu Kalimantan Tengah, Sudarsono kepada beritasampit.co.id di ruang kerjanya, Selasa (15/10/2019).

Pasalnya menurut Politisi Partai Golkar ini, kewajiban bagi perusahaan PBS kelapa sawit membangun atau bermitra dengan petani plasma 20 persen dari luas areal merupakan salah satu syarat memperoleh sertifikasi RSPO dan ISPO.

BACA JUGA:   Dewan Kalteng Dorong Pemerintah Memenuhi Tanggung Jawab Menyediakan Hak Dasar Masyarakat

“Salah satu yang wajib dipenuhi perusahaan PBS kelapa sawit agar memperoleh sertifikasi RSPO itu, mlalui penerapan plasma. Sekarang tinggal pemerintah daerah memanfaatkan RSPO itu untuk menekan perusahaan,” tukasnya.

Kendati demikian, Sudarsono menyebutkan PBS kelapa sawit masih terkendala melaksanakan kewajiban menyediakan lahan plasma. Salah satu kendalanya berkutat dengan kewajiban itu karena izin bagi PBS kelapa sawit itu diberikan sebelum tahun 2007.

Sedangkan tambahny, sebelum tahun 2007 belum ada kewajiban plasma. Sehingga dari awal pembukaan lokasi PBS kelapa sawit tidak diperuntukan untuk plasma.

“Lalu diatas tahun 2007 ada Permentan dan lain-lain. Bahkan kita ada menerbitkan Perda tahun 2011. Itu arahnya juga kesana. Jadi saya menemukan alasan di perusahaan itu tidak ada lagi lahan diperuntukan untuk plasma itu. Mereka betsedia apabila pemerintah menyedikan lahan untuk itu,” jelasnya.

BACA JUGA:   Legislator Kalteng Dorong Perda Diimplementasikan Dengan Baik

Celakanya, imbuh mantan Bupati Seruyan ini, urusan lahan ini pelik karena urusan pelepasan lahan ini jadi susah. Namun ucapnya, secara pribadi dirinya sudah bertemu dua tiga kali dengan Menteri Kehutanan pada saat menjabat Bupati membicarakan terkait persoalan yang dihadapi mmasyarakat dan perusahan PBS kelala sawit terkait plasma.

“Sudah saya sampaikan apa yang diperjuangkan masyarakat nyata itu untuk kepentingan mereka, bukan untuk kepenteingan korporasi. Karena korporasi sudah mendapat ratusan ribu hektare, tetapi masyarakat belum mendapat apa-ap,” jelasnya, menceritakaan saat bertemu Menteri Kehutanan pada saat itu.

“Sebagian memang sudah ada realisasi, seperti di Kabupaten Seruyan itu sudah lumayan dari beberapa perusahaan itu punya niat baik, seperti Wilmar punya niat baik untuk menyelesaikan atau memeberikan plasma untuk masyarakat,” timpalnya.

(gra/beritasampit.co.id)