Politik ‘Makan’ Bersama

Oleh: Akhiruddin

Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang digelar 17 April 2019 memang sudah lama berlalu. Namun euforia masih terasa hingga saat ini bahkan setelah Presiden Jokowidodo beserta wakilnya Ma’ruf Amin mengumumkan nama pembantunya di kabinet pada 23 Oktober 2019 masih menimbulkan persfektif yang berbeda beda.

Ada banyak nama yang tidak disangka muncul dalam Kabinet Jokowidodo – Maruf Amin, justru tercatat namanya sebagai menteri. Begitu sebaliknya, banyak nama yang diprediksikan muncul malah tidak diundang ke istana untuk dilantik sebagai meteri. Misalnya saja ada nama Ketua Umum PSI, Grace Natalie yang sebelumya digadang menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan. Tidak hanya itu, ada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) politisi Demokrat yang juga santer digadang sebagai menteri Pertahanan.

Yang pastinya, sebagai pemegang penuh hak prerogatif Presiden untuk menentukan siapa saja yang akan menjadi pembantunya pasti memiliki banyak pertimbangan. Karena Presiden tentunya memilih orang yang dianggap kredibilitasnya mumpuni untuk diposisi itu. Selain pertimbangan itu, ada pertimbangan lain yang juga tidak boleh diabaikan yakni mengakomodir para ‘Pejuang’ dalam Pemilu lalu yang tentunya adalah Partai Politik.

BACA JUGA:   Bukan Hanya Ada  di Cirebon, Musik Obrog-Obrog Pembangun Sahur Ternyata Juga Ada di Kota Kumai, Kotawaringin Barat

Lalu mengapa, ada nama yang diluar koalisi tiba-tiba muncul dan dilantik sebagai menteri. Sebut saja rival politik Jokowidodo dalam Pilpres yakni Prabowo Subianto justru mendapatkan jatah satu kursi menteri. Ini tentunya menimbulnya banyak komentar dari berbagai kalangan atau pro dan kontra.

Bagi saya, munculnya nama Prabowo Subianto tidak mengejutkan, karena manuver politik sangat dinamis. Menjelang pelantikan Jokowi – Ma’ruf Amin, Prabowo hadir dan makan nasi goreng bersama ketua umum PDIP, Megawati Sukarno Putri. Tidak hanya itu Prabowo juga makan sepiring bersama dengan Jokowidodo. Dalam kacamata politik, tentunya dalam proses makan bersama ini ada deal-deal politik yang terbangun antara keduanya.

BACA JUGA:   Berdiri Tahun 1961 dengan Modal Dasar Rp10 Juta, Bank Kalteng Sekarang Berhasil Menumbuhkan Aset Sampai Rp15,19 Triliun (Bagian 01)

Namun bukan itu substansinya sebenarnya yang ingin ditunjukkan oleh dua putra terbaik bangsa Indonesia ini. Saya menilai bahwa, salah satu yang dipertontokan oleh keduanya adalah budaya bersama. Artinya jika kita dalam sebuah konflik salah satu cara untuk mengatasinya adalah makan bersama. Dan itu juga diterapkan Jokowi saat menjabat Walikota Solo sebelumnya.

Saat menjadi Walikota Solo, Jokowi beberapa kali mengundang makan bersama para Pedagang Kaki Lima (PKL). Alhasil, Jokowi berhasi merelokasi para PKL tanpa ada konflik. Sepertinya jurus itu pula yang dilakukan Jokowi dalam menaklukkan panasnya hawa politik Pilpres.

Ada pesan dari proses ini, bahwa seharusnya kita sebagai masyarakat menjadikan ini sebagai pembelajaran politik. Bahwa rival dalam sebuah kontes bukan musuh, tapi hanya sebuah game yang akan menentukan siapa yang terbaik. Jadi sebagai pendukung pun harusnya menjadi suporter yang bijaksana. Wallahualam..(*)

(Penulis adalah Pemimpin Redaksi beritasampit.co.id)