Pelayanan Kesehatan Jiwa di Kalteng dan Upaya Pembangunan Kesehatan

Desie Safrida, S Kep

SAAT ini 6% Penduduk Kalteng Berpotensi Terkena Gangguan Mental, ini artinya tidak bisa dianggap sepele begitu saja. Karena potensi ini justru gejala awal yang cukup besar di tengah masyarakat Kalimantan Tengah. Oleh sebab itu diperlukan dukungan Pemerintah daerah dalam upaya kesehatan jiwa.

Sering dikatakan bahwa “Sehat itu Mahal”. Memang benar demikian karena disini perlu kita pahami bahwa kesehatan bukan persoalan sehat secara biologis saja melainkan juga psikologis atau sering disebut dengan kondisi kejiwaan.

Situasi kesehatan mental saat ini masih sangat memprihatinkan. Karena terjadinya defisit fasilitas dan tenaga layanan kesehatan di Kalimantan Tengah.

Kesehatan mental masih menjadi anak tiri, masih dianggap remeh, sehingga tidak heran bila banyak orang yang memiliki masalah dengan kesehatan mentalnya diabaikan. Masyarakat lintas sektor masih memberi stigma yang buruk terhadap isu-isu kesehatan mental.

Penderita gangguan mental kini banyak yang menerima perlakuan diskriminatif dan tidak manusiawi. Buruknya penanganan pada penderita gangguan kejiwaan di Indonesia bahkan disoroti oleh badan Human Right Watch hingga menerbitkan laporan sebagai bentuk teguran.

Penanganan yang salah sering terjadi. Masih banyak orang-orang dalam masyarakat tradisional yang beranggapan bahwa gangguan kejiwaan disebabkan oleh roh jahat, perbuatan dosa, tidak beriman, hingga dikutuk.

Alih-alih diberikan terapi pendekatan psikologi, para penderita gangguan kejiwaan ini justru dibawa ke paranormal, lebih pahit lagi dikurung dan dipasung.

Upaya Kesehatan Jiwa harus diselenggarakan secara terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan harus mengedepankan asas nondiskriminasi seperti yang tercantum pada Pasal 2 UU Republik Indonesia No 18 Tahun 2014.

Asas nondiskriminasi yang dimaksud penulis adalah menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang baik, menikmati kehidupan dengan jiwa yang sehat, bebas dari ketakutan tekanan dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.

Dengan meningkatkan pelayanan promotif dan preventif bukan malah sebaliknya kuratif dan rehabilitatif. Artinya, kita harus lebih dulu mencegah daripada mengobati.

Upaya promotif dan preventif dapat dilaksanakan dengan memberikan edukasi mengenai kesehatan jiwa dan memberikan pemahaman positif dengan mengurangi stigmatisasi dan diskriminasi bagi pertumbuhan dan perkembangan kesehatan jiwa.

Karena, untuk melanjutkan misi kesehatan masyarajat yang vital kita harus berpikir inovatif dan memastikan berbagai perspektif ilmiah yang baru digunakan untuk menemukan ilmu pengetahuan yang berevolusi tentang otak, perilaku dan pengalaman sebagai terobosan bagi setiap orang dengan gangguan jiwa.

Oleh karena itu Pemerintah Kalimantan Tengah perlu memberikan informasi dan dukungan untuk membantu masyarakat daerah Kalimantan Tengah mencapai kondisi kesehatan jiwa terbaik secara menyeluruh.

Sehingga melihat fenomena diatas, penulis merekomendasikan beberapa upaya yang perlu dilakukan di dunia kesehatan khususnya Kalimantan Tengah.

Pertama, pemerintah harus Fokus terhadap upaya Promotif dan Preventif. Kedua, meningkatkan peran Pelayanan kesehatan dengan memberikan Edukasi tentang Promosi Kesehatan jiwa.

Pemerintah daerah maupun masyarakat perlu melakukan penelitian, pengembangan, pengadaan dan pemanfaatan teknologi dalam upaya kesehatan jiwa mencakup segala metode dan alat yang digunakan dapat mendeteksi, mencegah, meringankan, menyembuhkan dan memulihkan diri dari gangguan jiwa.

Ketiga, Pemerintah daerah perlu berkolaborasi dengan mahasiswa maupun para ahli jiwa seperti psikolog maupun psikiater untuk membentuk suatu wadah koordinasi dalam penanggulangan dan pencegahan kesehatan jiwa. Semoga.

*Penulis : Desie Safrida, S Kep
Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kesehatan Masyarakat STIKIM Jakarta Selatan yang berasal Kabupaten Katingan