Stunting Tertinggi di Kotim, Ini Langkah DWP Kalteng

SEMINAR : JUN/BS - Dharma Wanita Persatuan (DWP) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) Lakukan Seminar Pencegahan Pernikahan Usia Anak dan Stunting di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Senin (18/11/2019).  

Editor: Maulana Kawit

SAMPIT – Tingginya permasalahan pernikahan usai anak dan stunting di Kalimantan Tengah, mendorong Dharma Wanita Persatuan (DWP) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) untuk lebih berperan dalam mengedukasi masyarakat melalui organisasi wanita tersebut yang berada di kabupaten. Salah satu fokus tujuan dalam seminar kali ini adalah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim).

Mengusung tema, Peran Dharma Wanita Persatuan Dalam Menghapus Pernikahan Usia Anak Dan Pencegahan Stunting, kegiatan yang dilaksanakan di Gedung Wanita Sampit, Senin kemarin.

Dihadiri Wakil Ketua I DWP Kalteng Trisnawidyanti Mofit Saptono, Penasehat DWP Kotim Khairiyah Halikinnor, Ketua DWP Kotim Ellena Rosie, jajaran Pengurus DWP Provinsi Kalteng dan Kabupaten Kotim, perwakilan organisasi wanita di Kotim serta pelajar dan mahasiswa, dengan menghadirkan dua nara sumber, dr Fitrianto Leksono dan dr. Ina Aden, dari DWP Provinsi Kalteng.

Ketua DWP Kotim, Ellena Rosie mengatakan, keluarga memiliki peran penting untuk mengarahkan perkembangan anak agar memiliki wawasan yang luas dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat menghindari terjadinya pernikahan dini.

Menurut Rosie, yang juga selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kotim, bahwa DWP Kotim bersama pemerintah daerah terus berupaya untuk menekan angka stunting dan mencegah serta mengawal isu pernikahan dini.

BACA JUGA:   Pemerintah Provinsi Kalteng Kembali Luncurkan Mudik Gratis, Begini Cara Daftarnya

“Semoga materi dan pengetahuan yang didapatkan dalam seminar tersebut bermanfaat guna menekan angka stunting dan menjadi edukasi kepada orang tua, masyarakat maupun pelajar dan mahasiswa terkait pentingnya pencegahan dan pengetahuan tentang berbagai dampak negatif dari pernikahan usai anak,” ungkapnya, Selasa (19/11/2019)

Sementara Ketua DWP Kalteng, melalui Wakil Ketua I DWP Kalteng Trisnawidyanti Mofit Saptono mengatakan, permasalahan pernikahan usai anak dan stunting di Kalteng sangat tinggi, bahkan kedua tertinggi di Indonesia.

Selain masalah gizi tingginya angka anak stunting di Kalteng, khususnya di Kotim harus menjadi perhatian bersama. Pasalnya, anak yang mengalami stunting tidak saja mengalami masalah pertuimbuhan tetapi juga kecerdasan.

“Dari semua kabupaten di Kalteng, angka tertinggi stunting adalah Kotim. Inilah yang mendasar kami untuk memberikan arahan melalui seminar dan mengajak seluruh organisasi wanita untuk berperan dalam hal pencegahan atau menghapus pernikahan usai anak dan pencegahan stunting,” katanya.

BACA JUGA:   Pikap Seruduk Truk yang Isi BBM, Pengemudi Mengaku Sedang Bersihkan Embun di Kaca Kabin

Menurutnya, pernikahan dini dapat dilihat dari sudut pandang sosial, kesehatan, dan budaya. Hal ini biasanya terjadi bukan saja di daerah pedalaman, tetapi di daerah perkotaan.

“Kasus ini banyak terjadi karena kebutuhan ekonomi dan kebiasaan masyarakat suatu daerah. Untuk itu masyarakat perlu diberikan pemahaman tentang dampak negatif dari pernikahan usia anak baik dari aspek kesehatan, sosial, maupun ekonomi,” ungkapnya.

Upaya yang harus dilakukan, lanjutnya, adalah terus memberikan informasi kepada masyarakat, dalam hal ini para orang tua tentang hak anak, baik untuk dalam mengenyam pendidikan maupun berbagai aktivitas lainnya. Disamping itu perhatian dan peran keluarga atau orang tua dalam dalam mengawasi pergaulan anak yang juga menjadi salah satu faktor penyebab pernikahan anak.

“Keluarga harus mengenali dan menggali potensi maupun talenta anak sejak dini, dan diarahkan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi anak. Sebab keluarga memiliki peran penting untuk mengarahkan perkembangan anak agar memiliki wawasan yang luas dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat menghindari terjadinya pernikahan dini,” pungkasnya.

(jun/beritasampit)