Masa Adventus dan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, PERUATI KALTENG Lakukan Ini?

Editor : Maulana Kawit

PALANGKA RAYA – Masa Adventus atau masa menyiapkan diri untuk menyambut pesta Natal dan memperingati kelahiran dan kedatangan Yesus yang kedua kalinya pada akhir zaman di peringati dengan cara berbeda oleh Perempuan Berpendidikan Teologi (PERUATI) Kalteng dan sejumlah Mahasiswa (i) Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN) Palangka Raya pada hari Senin, 9/12/2019.

Selain itu juga dilaksanakan diskusi bersama dalam rangka memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 HAKTP) yang berlangsung tanggal 25 November -10 Desember setiap tahun dan diperingati di seluruh dunia.

Ini merupakan gerakan solidaritas menolak segala bentuk kekerasan dan penindasan terhadap kaum Perempuan.

Diskusi yang dilaksanakan di Gedung Gereja Galilea ini mengangkat Tema “Dialektika Politik Tubuh Dan Teologi Tubuh” dengan Pembicara Merilyn, dan Agus Surya, juga dihadiri oleh beberapa perwakilan Gereja dan dosen dosen Teologi STAKN Palangka Raya.

BACA JUGA:   Beredar Video IRT Diduga Dianiaya Hingga Berlumuran Darah di Menteng, Polisi Belum Terima Laporan Resmi

Dalam paparannya Merilyn, menyampaikan bahwa kita berada dalam dunia yang berlari dengan sangat cepat dan didalamnya Ideologi patriarki masih memegang kendali dalam budaya, kendali dalam negara, kendali dalam agama, dan kendali dalam kapitalisme.

“Betul posisi perempuan semakin terbuka di ruang publik, tetapi justru kekerasan semakin menjadi-jadi terhadap perempuan sebab identitas dalam relasi-relasi kuasa yang ada di masyarakat sangat multi dimensi dan perempuan bisa mengalami split identitas,” ujar Dosen STAKN ini.

Yiyin sapaan akrabnya juga mengiatkan dalam rangka Masa Adventus sekaligus memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan yang puncaknya jatuh pada tanggal 10 Desember ini di isi dengan semangat perlawanan terhadap kekerasan.

BACA JUGA:   Wanita Pencuri Uang Rp50 Juta Milik Lansia Telah Beraksi Puluhan Kali di Sejumlah Wilayah

“Stop kekerasan kepada semua ciptaan baik itu perempuan, laki-laki juga lingkungan dan alam,” ajak Pembicara Merilyn.

Sebagai tindakan bersama dan refleksi peserta diajak untuk membuka kesadaran bahwa kekerasan bisa terjadi di sekeliling kita, melalui kesadaran itu maka harus ada kepedulian dan kepekaan terhadap isu tersebut.

Ia juga mengajak untuk memberikan diri terhadap korban atau orang lain yang melihat untuk melaporkan kepada pihak berwajib jika kekerasan terjadi, serta mendorong perempuan mandiri dan berpendidikan, dan sebagai bagian integral dari gereja yang harus dilakukan adalah juga bagian dari tindakan gereja.

(NA/ beritasampit.co.id)