Terkait Gerhana Matahari Cincin, Ini Penjelasan BMKG

JUN/BERITA SAMPIT - Ilustrasi suasana sekitar Ikon Jelawat Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, saat Gerhana Matahari Total (GMT), 9 Maret 2016.

Editor : Maulana Kawit

SAMPIT – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebagai institusi pemerintah, salah satu tupoksinya adalah memberikan informasi dan pelayanan tanda waktu, termasuk di dalamnya adalah informasi Gerhana Matahari dan Bulan.

Melalui rilisnya, dikutip dari laman bmkg.go.id, BMKG menyampaikan informasi GMC 26 Desember 2019.

Dijelaskan, Gerhana Matahari Cincin terjadi ketika Matahari, Bulan, dan Bumi tepat segaris dan pada saat itu piringan Bulan yang teramati dari Bumi lebih kecil daripada piringan Matahari.

Akibatnya, saat puncak gerhana, Matahari akan tampak seperti cincin, yaitu gelap di bagian tengahnya dan terang di bagian pinggirnya.Terdapat dua macam bayangan Bulan yang terbentuk saat GMC, yaitu antumbra dan penumbra.

Di wilayah yang terlewati antumbra, gerhana yang teramati berupa Gerhana Matahari Cincin. Sementara di wilayah yang terkena penumbra, Gerhana Matahari Sebagianlah yang akan teramati.

Diterangkan, secara umum, gerhana dapat diprediksi waktu dan tempat kejadiannya. Untuk memprediksi keberulangannya secara global, gerhana dikelompokkan ke dalam suatu kelompok yang disebut siklus Saros tertentu.Gerhana-gerhana pada siklus Saros tertentu akan berulang hampir setiap 18 tahun 11 hari 8 jam.

BACA JUGA:   Legislator Golkar: Mari Perkuat Ikatan Kebangsaan Pasca Pemilu 2024

Dua gerhana berdekatan dalam satu siklus Saros yang sama, konfigurasi posisi Matahari, Bulan, dan Buminya akan hampir sama.

Karena itu pola peta gerhana global kedua gerhana tersebut akan mirip, meskipun lokasi visibilitas gerhananya berbeda.GMC 26 Desember 2019 ini, menurut BMKG, merupakan anggota ke 46 dari 71 anggota pada siklus Saros 132.

Gerhana Matahari sebelumnya yang berasosiasi dengan gerhana ini adalah GMC 14 Desember 2001. Adapun gerhana yang akan datang yang berasosiasi dengan gerhana ini adalah GMC 5 Januari 2038.

Meskipun peristiwa GMC di suatu lokasi dapat diprediksi dengan baik, peristiwa tersebut tidak berulang di lokasi tersebut dengan siklus tertentu.GMC sebelumnya yang dapat diamati di Indonesia adalah GMC 22 Agustus 1998, yang jalur cincinnya melewati Sumatera bagian Utara dan Kalimantan bagian Utara, dan GMC 26 Januari 2009 yang jalur cincinnya melewati Sumatera bagian Selatan dan Kalimantan.

Adapun GMC yang akan datang yang dapat diamati di Indonesia adalah GMC 21 Mei 2031, yang jalur cincinnya melewati Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku, serta GMC 14 Oktober 2042 yang jalur cincinnya melewati Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur.

BACA JUGA:   Truk Angkutan Dipersulit Dapatkan BBM Subsidi, Sopir: Hancurkan Mata Pencaharian

Pada tahun 2019 ini diprediksi telah terjadi lima kali gerhana, yaitu, tiga kejadian Gerhana yang tidak dapat diamati di Indonesia adalah Gerhana Matahari Sebagian (GMS) 5-6 Januari 2019, Gerhana Bulan Total (GBT) 21 Januari 2019, serta Gerhana Matahari Total (GMT) 2 Juli 2019.

Sedangkan dua fenomena alam ini dapat dinikmati di Indonesia, yaitu Gerhana Bulan Sebagian (GBS) 17 Juli 2019 dan Gerhana Matahari Cincin (GMC) 26 Desember 2019.Untuk diketahui, Gerhana Matahari adalah peristiwa terhalangnya cahaya Matahari oleh Bulan sehingga tidak semuanya sampai ke Bumi.

Fenomena yang merupakan salah satu akibat dinamisnya pergerakan Matahari, Bumi, dan Bulan ini terjadi pada saat fase bulan baru.

Adapun Gerhana Bulan terjadi ketika terhalanginya cahaya Matahari oleh Bumi sehingga tidak semuanya sampai ke Bulan dan terjadi pada saat fase purnama.

Baik Gerhana Matahari maupun Gerhana Bulan, peristiwanya dapat diprediksi dengan tingkat akurasi yang tinggi.

(jun/beritasampit)