Merasa Dipermainkan, Warga Dua Desa Ini Tuntut PT MAP Berikan Hak Plasma

Ilham/BS - Suasana mediasi warga Desa Suren dan Tanah Putih dengan PT MAP yang difasilitasi oleh Pemda Kotim, di ruang rapat Sekretariat Pemda Kotim, senin 20 januari 2020

SAMPIT – Merasa gerah belum mendapatkan kepastian dari PT Mulia Argo Permai (MAP) yang tidak kunjung ada penyelesaian, terkait pola kemitraan atau plasma yang selama ini diduga belum pernah dilaksanakan oleh pihak perusahaan tersebut.

Puluhan warga dari Desa Tanah Putih dan Suren, mengadu ke Kantor Pemerintah Daerah (Pemda) Kotim, Senin 20 Januari 2020.

Warga meminta Pemerintah mengambil keputusan agar pihak PT MAP memenuhi aturan untuk memberikan hak Plasma pada mereka.

Namun lagi-lagi melalui Peraturan Menteri (Permen) yang berlapis-lapis menjadi kendala Pemda dalam mengambil keputusan, salah satunya Permen Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tanah Obyek Reforma Agraria (Tora) yang hingga saat ini belum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

“Tuntutan ini sudah lama kami lakukan, tapi belum ada dapat tanggapan. Kami ini dianggap masyarakat apa tidak dan tuntutan ini bisa dilaksanakan apa tidak. Jika tidak di desak Pemda pasti diam. Masyarakat bergerak mengejar 20 persen, dan diruang ini dulu keluar yang dibahas Permentan, dan ketika di rapat kembali di bahas itu lagi. Sudah hampir 2 periode Bupati, kami mengajukan tidak ada hasilnya,” tegas Ketua Tim Aliansi Percepatan Perjuangan Perkebunan Berplasma gabungan dua Desa Tanah Putih dan Suren, Muhammad Auri.

Hal senada juga diungkapkan Lingai, salah seorang warga desa tanah putih yang merasa dipermainkan.

“Kami ingin mempertegas, karena kami sepertinya dipermainkan, karena ini berhubungan dengan kehutanan, kalau mengeluarkan ya kehutanan. Kami setuju menunggu RPP, namun jika tuntutan ini tidak ada kepastiannya, maka kami tidak akan diam dan akan melakukan tindakan sendiri,” katanya.

Sementara, perwakilan dari pihak PT MAP, Jasmin, menilai pihaknya sudah menjalankan kewajiban mereka dengan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah.

“Kita menunggu RPP, karena dari Permen saling bertentangan, hingga kita juga dari pihak PT MAP kebingungan seperti apa, belum aturan itu ada kami sudah ada HGU. Kemudian timbul aturan, kita akan mengikuti dan komitmen dengan aturan yang ada tetapi pelaksanaan 20 persen itu setelah perizinan baru lagi. Kita investor taat aturan dan hukum, apabila aturan itu mewajibkan dan jika dilaksanakan perusahaan bayar saya kira itu perinsifnya,” terang Jasmin.

Sedangkan dari pihak pemerintah daerah melalui Kepala Bidang Ekonomi Pemda Kotim, Wim RK Benung, menjelaskan pihaknya akan berusaha menyelesaikan persoalan ini secepatnya.

“Kita dari Pemda menunggu hasil dari pusat, peraturan itu sudah ada namun pelaksanaannya yang belum jelas. Makanya kita akan kesana bersama-sama mendorong mereka agar RPP bisa dijalankan. Jika RPP itu tidak bisa dipercepat, maka jangan heran nanti bisa jadi bumerang bagi pemerintah, bukan hanya di Kotim, namun juga di provinsi dan daerah lainnnya,” tutup Wim.

Kemudian, setelah hampir 2 jam lamanya, akhirnya rapat yang dipimpin langsung Kepala Bidang Ekonomi Pemda Kotim, Wim RK Benung, yang didampingi sejumlah Dinas dan Camat bersangkutan, disaksikan oleh Perwakilan dari PT MAP serta puluhan warga Desa Tanah Putih dan Suren mengeluarkan lima hasil rekomendasi.

Pertama, pemberlakukan TORA menunggu RPP, kedua, melakukan konsultasi ke Kanwil BPN Kalteng dan BPKH Wilayah 21 Kalteng terkait kewajiban 20 persen melalui TORA. Ketiga, Pemda akan mempercepat tata batas Desa.

Keempat, melakukan Konsultasi untuk menyampaikan bagaimana eksekusi TORA ke Satgas percepatan mitra usaha di Pokja empat. Lima, perusahaan wajib melaksanakan CSR dengan koordinasi bersama Camat dan Kades setempat.

(Cha/beritasampit.co.id)